Bagian 3
Selamat membaca teman-teman! Jangan lupa tinggalkan vote dan komentar❤
•
•
Bagian 3
"Aku capek, Lan." Vale menyerukkan kepalanya di antara bahu dan leher Orlan.
Setelah puas menyampaikan uneg-unegnya, Vale akhirnya memutuskan untuk menyerah dan membiarkan dirinya terkurung di ruang kerja suaminya. Kini, ia tengah berada di pangkuan Orlan, duduk dalam posisi menyamping dengan sebelah lengan yang melingkari pinggang pria itu. Sedang yang satunya lagi bertopang pada lengan atas suaminya.
Kendati beberapa saat yang lalu Vale masih dikerubungi dendam karena perlakuan semena-mena Orlan pada hasil kerjanya, tetapi setelah dibujuk oleh pria itu, Vale tak bisa menahan dirinya untuk tak luluh.
"Maaf, Sayang." Sejak Vale berada di pangkuannya, tangan Orlan tidak berhenti memberi usapan lembut di kepala istrinya. "Aku nggak sengaja ngomong sekasar itu ke kamu karena aku nggak tahan ngelihat klien kita yang laki-laki mandangin kaki kamu terus."
"Serius?" Vale mengangkat kepalanya sambil menutup mulutnya. Kekagetan terlihat jelas di kedua matanya yang membulat.
"Kamu nggak sadar?"
Masih dengan mulut tertutup, Vale menggeleng.
Berbanding terbalik dengan teori-teori yang berkembang di internet, yang mengatakan bahwa makhluk paling peka di bumi bernamakan perempuan. Sementara para lelaki adalah kebalikannya.
Teori itu tak berlaku untuk pasangan yang satu ini. Sebab, dalam segi apa pun, Orlan lah yang dapat dikatakan paling peka. Sementara Vale terlalu acuh pada sekitarnya yang terkadang membuat Orlan gemas. Kejadian tadi adalah salah satu contohnya.
Bagaimana mungkin Vale yang hari ini datang ke kantor dengan bawahan berupa miniskirt yang hanya mampu menutupi setengah pahanya saja tak sadar kalau pakaiannya itu bisa saja mendatangkan zina mata bagi kaum Adam.
Orlan yang menyaksikannya secara langsung jelas naik pitam saat itu juga dan membuat alasan paling tak masuk akal agar pria mata keranjang itu tak lagi memandang kemolekan tubuh istri cantiknya ini.
Memangnya suami mana yang tidak marah bila istrinya ditatap dengan mata penuh nafsu seperti itu. Orlan juga seorang lelaki, tentu ia paham betul apa makna di balik tatapan si berengsek itu.
"Lagian kamu kenapa pake rok ini, sih? Aku yakin rok ini udah masuk dalam daftar pakaian yang harus disingkirkan."
"Cuma rok ini yang tersisa di lemari." Vale melingkarkan kedua lengannya di leher Orlan.
Orlan juga ikut melingkarkan kedua lengannya di tubuh Vale, tepatnya di bagian pinggang istrinya. "Cuma ini? Perasaan kamu punya beberapa rok." Sebelah alisnya terangkat ketika bertanya.
Vale memutar kedua bola matanya. "Coba kamu ingat-ingat apa yang kita lakuin tadi malam."
Semakin tinggi alis Orlan terangkat bersamaan dengan pupilnya yang berpaling memandang langit-langit ruangan untuk menemukan ingatan tentang kejadian tadi malam.
Tadi malam Orlan pulang terlambat karena pekerjaan yang menumpuk. Lalu, menemukan Vale yang sedang menyusun lemari untuk menghalau rasa bosan karena menunggu dirinya. Pakaian yang ada di lemari sebagian diletakkan di atas ranjang, dan tanpa aba-aba, ia langsung menyerang Vale seusai mandi. Dan setelahnya, mereka bercinta di atas pakaian yang hendak Vale susun ulang.
Itu salahmu, Orlan! Suara hati Orlan menggema di benaknya, menyalahkan dirinya secara gamblang.
"Udah ingat?" tanya Vale setelah mengamati perubahan raut wajah Orlan.
Orlan mengangguk seraya mengusap bagian belakang lehernya, diikuti oleh kehadiran senyum salah tingkahnya.
"Lain kali jangan asal nyerang. Lihat situasinya dulu." Meski merasa kesal, Vale tetap memasang senyum karena geregetan melihat ekspresi merasa bersalah Orlan.
"Suruh siapa tadi malam kamu pake baju seksi. Aku 'kan jadi nggak kuat."
"Baju seksi apanya? Aku tadi malem pake baju tidur gambar Doraemon, Lan."
"Kamu seksi kalo pake baju itu." Orlan menaikturunkan alisnya.
"Kamunya aja yang mesum." Vale meletakkan jari telunjuknya di dahi Orlan lantas mendorongnya pelan.
Orlan terkekeh, menangkap tangan Vale yang bergerak menjauhi dahinya. Lambat membawanya hingga berada di depan bibirnya, memberi kecupan kecil di jemarinya yang merapat.
"Aku harus kembali ke ruanganku, Lan. Nanti yang lain curiga kalo aku kelamaan di sini," ujar Vale setelah hening sekitar satu atau dua menit.
"Hmm."
"Lan." Vale menegur Orlan yang tak kunjung membiarkan dirinya pergi. Pria itu masih mengurung tubuhnya dalam dekapan eratnya.
"Nanti aku yang minta izin sama Mbak Diana."
"Jangan!" seru Vale begitu cepat. "Nanti mereka malah curiga sama hubungan kita."
Mata Orlan bertemu dengan manik cokelat terang Vale yang membesar. Mengisyaratkan bahwa wanita itu terlalu takut jika hubungan mereka diketahui oleh yang lainnya.
Gagasan untuk menutupi pernikahan mereka memang datang dari istrinya. Padahal, Orlan tidak keberatan sama sekali untuk mengumumkan kepada dunia bahwasanya ia telah menikahi Vale. Alasannya karena Vale takut bila dirinya dianggap melakukan praktik nepotisme karena bekerja di kantor suaminya sendiri.
"Kalau begitu, mulai sekarang kamu harus sering-sering berlatih untuk membuat alasan."
"Kena—ah!" Vale tak bisa melanjutkan kalimatnya karena Orlan sudah lebih dulu mendorong tubuhnya hingga ia berbaring di atas sofa dengan pria itu yang berada di atasnya.
"Karena mulai sekarang aku akan lebih sering menggodamu." Setelah memberikan seringaiannya di akhir kalimat, Orlan menangkup wajah Vale dan menautkan mulutnya pada bibir Vale yang menjadi candunya.
Vale terkesiap dan meletakkan kedua tangannya di dada Orlan. Beberapa detik ia masih diliputi ketidaksiapan, tetapi di detik berikutnya, saat Orlan meluncurkan lidahnya ke dalam mulut terbukanya, Vale mulai mencoba ikut mengimbangi gerakan bibir pria itu.
Keduanya bukan lagi pengantin baru yang di awal-awal pernikahan terlalu malu untuk mendominasi kegiatan seperti ini, terutama Vale. Tetapi hal tersebut sudah tak lagi berlaku. Kini, Vale dan Orlan sama-sama berlomba untuk menjadi pemegang kontrol.
Orlan tidak tahu Vale menyadarinya atau tidak, tetapi tangan Vale beralih dari dadanya dan bergerak menuju lehernya, diiringi oleh desahan yang berturut-turut ketika ia memerintah kedua tangannya untuk menyingkap rok Vale hingga tergulung di sekitar pinggangnya, memberi pemandangan yang membuat Orlan semakin diliputi kabut gairah.
"Sayang, jangan memintaku untuk berhenti." Orlan lebih dulu berucap untuk menghentikan sesuatu yang ingin keluar dari mulut Vale. Semata-mata untuk mengantisipasi keluarnya kalimat penolakan.
"Memangnya wajahku terlihat ingin menghentikan aktivitas kita?" tanya Vale, mengedipkan sebelah matanya sebelum tangannya merambat turun dan jatuh di pinggang Orlan untuk kemudian melepas sabuknya.
Orlan terkekeh, merasa puas dengan jawaban Vale. Ia lantas melanjutkan kembali ciuman mereka, melesakkan lebih dalam lidahnya, mengeksplorasi mulut Vale selagi istrinya itu tengah bertugas pada hal lainnya.
"Bos! Jangan lupa, kita akan bertemu dengan klien sepuluh menit lagi."
Suara lain yang hadir di antara kegiatan panas Vale dan Orlan tidak lain adalah milik Mita. Suara itu juga spontan membuat Vale mendorong Orlan hingga menghasilkan jarak di antara mereka, dan berhasil pula menghentikan aksi mereka.
Meski Mita hanya berbicara lewat interkom, tetapi entah kenapa Vale merasa seperti dipergoki secara langsung yang lantas membuatnya terburu-buru membenahi pakaiannya yang berantakan.
"Aku balik dulu," pamit Vale tergesa-gesa. Tanpa menghiraukan panggilan Orlan, ia tetap meninggalkan pria itu.
Apa yang Vale lakukan bukan sebuah kejahatan karena ia melakukan hal panas itu dengan suaminya sendiri, tetapi entah kenapa Vale mendadak mendapatkan kekhawatiran yang berlebihan.
"Permisi, Mbak," kata Vale tatkala melewati meja Mita yang berada di depan ruangan Orlan. Ia menunduk tanpa mau menatap Mita.
"Val!"
Kalau saja tidak ada peraturan harus bersikap sopan di depan senior, Vale saat ini pasti sudah kabur tanpa perlu repot-repot menanggapi Mita.
"Ya, Mbak?"
"Lipstik kamu berantakan."
Kedua mata Vale membulat dan ia segera mencari alat apa saja yang bisa dipakainya untuk berkaca.
"Bercanda, Val." Tawa Mita meledak saat melihat wajah kebingungan istri bosnya itu.
Ya, tak perlu heran, Mita adalah satu dari sekian orang yang tahu tentang pernikahan bosnya itu.
Bukannya marah atau kesal, Vale malah bertambah malu. Tidak tahu lagi harus memasang wajah seperti apa di depan Mita setelah ini.
Sepeninggal Vale, Mita masih terus terbahak di mejanya. Tiba-tiba saja aura di sekitarnya berubah mencekam dan membuat tawanya terhenti dalam sekejap. Wanita itu mendongak dan menemukan Orlan di ambang pintu ruangannya sedang menatapnya horor, seolah ingin menguburnya hidup-hidup.
"Hai, Bos," sapanya sambil cengengesan.
"KAMU MAU SAYA PECAT?!"
"Saya mau ke kamar mandi, Bos." Tergopoh-gopoh Mita melarikan diri dari hadapan bosnya yang sedang murka.
••••
Tim nunggu update mana suaranya?!🙆🙆 Sini dong komen yang banyak hehehhe
30 Juli, 2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top