#16. Going Crazy

•|487 words|°

"Jadi, kau bisa menjelaskan padaku sekarang, kenapa kau menguntit—ah maksudku, memotretku."

Aku kembali mengulang pertanyaan yang sama.

"Dan juga sapu tangan ini, aku sama sekali tidak dapat mengingatnya. Bagaimana ini bisa ada ditanganmu?"

Jim mendesah pelan, ia menatapku memohon. "Tapi kau harus janji tidak akan marah atau membatalkan pernikahan kita."

"Oke, lagipula aku akan lebih marah jika kau tidak menceritakan semuanya padaku."
"Baiklah kalau itu yang kau inginkan." Jim tersenyum tapi entah hanya perasaanku saja, senyumnya terlihat agak menyeramkan.

"Aku sudah menyukaimu sejak kita pertama bertemu, tepatnya saat kau datang dan memberikanku sapu tanganmu. Saat itu aku bukan menangis karena takut hantu, tapi karena kakekku meninggalkanku sendirian disana, itu sebabnya aku sangat membencinya." Jim mendesah pelan, aku masih diam—mendengarkan.

"Saat kau mengajakku berfoto, aku pikir kaupun tidak ingin kehilanganku, tapi kau langsung pulang begitu saja dengan orang tuamu. Aku mengikutimu, bahkan sampai larut malam, aku masih diam di luar pekarangan rumahmu. Sampai seseorang dengan topeng dimukanya menyekapku selama berhari-hari."

What?!

"Saat itulah kepribadian ini muncul. Sejak awal, ini semua karenamu Kim Dahyun." Jim menatapku tajam dan berteriak. "INI SEMUA KARENAMU!"

PRAANG!!!

Jim melempar gelas di atas laci hingga pecah berkeping-keping. Aku menjerit.

"KAU INI KENAPA, JIM?!"

Jim berbalik dan mendekatiku dengan cepat. Tatapannya seperti ingin memakanku hidup-hidup. "Jim? JIM KATAMU!?" Ia bertolak pinggang dan terkekeh nyaring seperti orang gila.

"Simpan omong kosong itu, karena aku sudah mengusai tubuh ini sekarang!" Ia menyeringai.

Mataku melotot tidak percaya, jadi dia Jimin?

"Kau—Jimin?"

Aku bergetar saat tangan dinginnya menyentuh wajahku. "Yes, that's Me." Ia mengelus pipiku lembut.

Aku tidak percaya, bukankah dia—nerd?

"Benarkah?"

"Jika kau pikir aku itu nerd, kau salah besar." Ia menyeringai. "Itu hanya topeng, sayang. Aku tidak ingin ada banyak orang mengetahui diriku yang sebenarnya. Tapi kau pengecualian," lanjutnya.

"Seharusnya kau membalas suratku saat aku masih berbaik hati." Ia membuat wajahnya terlihat sangat menyedihkan, tapi tangannya terus menekan pipiku. "Kau itu begitu cantik, membuatku ingin memilikimu. Namun sayang, kau menolakku mentah-mentah."

"Hiks—Jim, ini sakit."

"Hem? sakit?" Ia terus menekan pipiku, tak peduli dengan air mataku yang terus mengalir. "Ini belum seberapa, sayang. Aku yang paling menderita disini. Kau tidak mau meladeniku tapi kau bersenang-senang dengan kepribadian lain di tubuhku. Kau pikir seperti apa itu rasanya?"

"Ak—ku mohon, lepaskan. ini sak—kit."

Ia menyeringai, seolah pemandanganku dengan wajah berlinangan air mata ini adalah pemandangan terindah. "Sebentar lagi, kau terlihat sangat cantik, saat seperti ini, sayang."

Aku menggeleng, ini sangat sakit! rasanya, tulang pipiku akan patah.

Mataku melotot saat melihat ia mengangkat sebuah pisau lipat—tepat di depan wajahku.

"Kau tahu rasanya saat pisau ini menyentuh kulitmu?" Ia melirikku, aku menggeleng heboh dan terus memohon agar ia melepaskanku. Tapi sepertinya ia tidak peduli.

"Kau mau mencoba? Rasanya sangat nikmat."

Kepalaku sontak menggeleng.

Ini, gila. Jimin sudah gila!

Jim, kumohon.

Selamatkan aku.

•🍒•


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top