#15. Photo
Dua menit, setelah melihat
hal yang tidak pernah terbayangkan,
dihari ke enam puluh
°|377 words|•
"Jim, apa kau bisa menjelaskan, kenapa ada banyak fotoku disini? Ini bukan ulahmu, kan?"
"Sebenarnya, aku sudah ingin menjelaskan hal ini dari dulu, tapi selalu tidak sempat." Dia menarik napas perlahan, menyentuh kedua pundakku dengan tangannya—seolah ia tidak ingin aku pergi.
"Semua ini, aku yang memotretnya."
"Mwo? jadi—kau menguntitku?!"
"Bisa dibilang iya—bisa juga tidak. Aku hanya memotretmu dan—mungkin hanya sedikit mengikutimu?"
Aku melotot tidak percaya. Jadi, selama ini ia menguntitku? maksudku, aku akan menikahi penguntitku sendiri? Heol.
"Aku mengerti, kau pasti kaget. Tapi aku tidak seburuk yang kau pikirkan. Aku hanya memotretmu, dan memajangnya disini—tidak lebih."
"Kau tahu, aku bisa saja menuntutmu."
"Aku yakin, kau tidak akan melakukannya."
"Tapi ini ilegal!"
"Aku tahu—aku minta maaf."
Dia memejamkan matanya sesaat dan sedikit tersenyum padaku. Dia beranjak dan membuka laci di sampingku. Aku masih di posisi yang sama—duduk lemas dengan air mata yang sudah mengering.
Jim mengambil sesuatu dalam laci. "Ini." Dia memberiku sapu tangan berwarna baby blue yang terlihat sangat familiar.
Ini seperti ... milikku?
"Ini punyamu?"
Dia menggeleng. "Itu punyamu."
"Punyaku?" tanya ku lagi dan iapun mengangguk.
"Darimana kau mendapatkannya?"
"Kau ingat bocah kecil berusia sepuluh tahun, yang menangis setelah masuk rumah hantu?"
Aku mencoba mengingatnya, namun seberapa keras aku mencoba mengingatnya, aku selalu gagal. Ingatanku memang sangat payah.
Dia tersenyum lembut dan mengusap air mataku yang sudah mengering di pipiku. Menyadari kalau aku lupa kejadian itu.
"Aku tahu kalau kau akan lupa." Dia mengambil sebuah bingkai foto di atas laci dan menunjukannya padaku.
"Kau ingat sekarang?"
Dia menunjukan sebuah foto dua orang anak kecil. Yang satu, anak perempuan yang memegang permen kapas dan yang satunya lagi anak lelaki dengan mata sembab sehabis menangis.
"Ini ... aku?" Aku memandang foto itu dengan takjub. Ini benar diriku dan anak lelaki bermata sembab itu pasti Jimin.
"Ja—jadi kita pernah bertemu?"
Jim mengangguk dan tersenyum lembut padaku. Aku hanya terdiam, terpaku dan lagi-lagi merasa heran. Kenapa aku sama sekali tidak bisa mengingatnya? dan lagi, sebanyak apa rahasia Jim yang belum aku ketahui.
Aku semakin penasaran.
Tapi, tunggu.
Bukankah ia Jim? Maksudku kenapa ia mengetahui semua itu?
•🍒•
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top