Part 47

**

      Sean tiba dilantai dasar dengan nafas memburu, berusaha menahan dirinya saat menemukan Tori dan Nando yang baru saja meninggalkan ruang tunggu khusus.

Melangkah lebar.

       Sean menarik Tori agar berdiri dibelakangnya, melemparkan tatapan tajam penuh peringatannya pada pria yang kini mengangkat alisnya lalu menarik sudut bibirnya menyunggingkan seringaian yang seketika membuat rahang Sean bergelemetuk dengan keras.

"Oh, jadi ini tuan Sean kita yang beruntung?"

"Apa yang sedang kau bicarakan, brengsek?"
       Sean mendesis kesal, nyaris menerjang pria itu dengan kepalnya saat tatapan tak senonoh itu jatuh memenuhi Tori.

Si brengsek ini!

"Ingat janji kita malam ini, Victoria."

"Janji apa?"

"Aku tidak pernah berjanji!"
       Tori menyahut cepat, Sean mengepalkan jemarinya namun pria itu lagi lagi tersenyum dengan seringaian menyebalkannya.

"Kau harus menjaga sikapmu agar tidak kehilangan semua keburuntunganmu, bukan?"

"Apa yang si brengsek ini bicarakan?"

"Kalau kau tidak lagi ingin bekerja di industri ini, lakukan apapun yang kau inginkan."

"Sean!"
     Tori menahan Sean yang benar benar ingin menerjang Nando dengan kepalannya, terlihat begitu kesal hingga Tori melemparkan tatapan peringannya pada Nando.

"Cukup, jangan ganggu aku lagi!"

"Kau tidak lupa peringatan ku waktu lalu, bukan?"

"Peringatan apa!?"
           Sean berteriak marah, Nando tersenyum penuh kemenangan sebelum cengkraman di kerah kemejanya seketika menarik semua emosi di wajah.

Itu bukan Sean.

Tapi Tori, Victoria.

     Gadis yang selalu tampak tenang dan penuh kendali itu terlihat begitu marah, menunjukkan emosi yang membuat seorang Nando kembali berdebar menggila penuh antusias sama seperti saat ia memasuki perempuan itu pertama kali.

"Aku tidak akan tinggal diam jika sesuatu terjadi pada Sean."
       Nando menyipitkan matanya, kembali tersenyum dengan seringai an yang membuat siapa saja akan mengkeret ditempatnya.

"Tori!"
      

"Sedang mengancam ku?"
    Pria itu menunduk, mencuri satu kecupan dibibir Tori yang seketika membuat Sean meraung tak terima dan menyentak Tori menjauh.

"Persetan!"

Sean menggila.

   Menerjang Nando dengan kepalannya, membuat pria jangkung itu terhuyung lalu kembali mendapat hantaman keras di rahangnya. Berniat membalas sebelum Sean benar benar mendorongnya menghantam lantai, meloloskan satu kepalan di wajah Sean sebelum mendapat serangan bertubi tubi yang membuatnya benar benar nyaris kehilangan kesadaran sebelum tim keamanan datang dan membubarkan meraka

"Sean!"

"Beraninya kau!"

"Cukup, Sean!"
   Nando hanya tertawa diantara desisan darah di mulutnya, Sean yang berniat kembali menerjang pria setengah sadar itu menahan dirinya dalam pelukan Tori.

"Jangan pernah berpikir untuk menemui Tori setelah ini, brengsek!"
      Sean berteriak keras saat tim keamanan akhirnya membawa pria gila itu dari sana, meninggalkan Sean dan Tori yang kini menjadi tontonan orang orang dalam gedung agensi.

"Sean, please!"

"Ayo!"
     Sean menarik Tori menuju lift, kotak besi terbuka. Alex, Bram juga Helena tampak panik melihat lebam di wajah Sean setelah mendengar kabar apa yang sedang terjadi dilantai dasar

"Sean!"

"Wajahmu!"

"Apa yang sebenarnya terjadi!?"

"Kalian naik lift berikutnya."

"Hei, tunggu!"

"Bocah ini benar benar!"
     Suara pria itu menghilang saat kotak besi itu tertutup, masih dengan nafas memburu Sean akhirnya menoleh menatap Tori yang sejak tadi hanya tertunduk.

"Tori?"
    Sean memanggil gadis itu hati hati, Tori mengangkat wajahnya terlihat sama seperti biasanya namun tetap saja membuat Sean khawatir.

"Are you okey?"
      Sean meraih wajah Tori dengan jemarinya, mengisap pipinya hati hati dengan tatapan cemas yang seketika membuat Tori tersenyum senang.

"Aku tidak apa apa."
     Sean berdecak kesal, menajamkan tatapannya kesal saat menatap bibir Tori sebelum menjatuhkan ciuman penuh cemburu disana.

"Berikutnya, jangan pernah berpikir untuk bertemu dengan si brengsek itu. Jika kalian tidak sengaja bertemu, kau harus lari. Mengerti?"
     

"Siap!"
       Tori mengangguk patuh, membalas pelukan erat Sean yang akhirnya menghela nafasnya dengan tenang.

"Aku pikir aku akan gila sebentar lagi."
     Sean menggumam kesal, menatap dalam dalam Tori yang mengangkat jemarinya menyentuh sudut bibir Sean yang lebam.

"Bagaimana ini? Apa yang harus kita lakukan dengan wajahmu?"

"Jangan pikirkan itu, katakan padaku apa yang diinginka pria gila itu!?"
    Tori tak langsung menjawab, terdiam beberapa saat seolah menimbang mengingat Sean yang mungkin saja akan kembali meledak.

"Dia.."

"Dia?"

"Ingin tidur denganku untuk terakhir kalinya?"

"Omong kosong apa!?"
       Sean berteriak marah, Tori meraih jemari Sean yang mengepal kuat dalam genggamannya dan mengusapnya hati hati.

"Aku sudah menolaknya."

"Bagus, berani beraninya dia menunjukkan hidungnya dihadapanmu setelah melakukan hal seperti itu padamu!"
    Lift akhirnya terbuka, itu ruangan Alex seperti biasa. Sean menghempaskan tubuhnya di sofa sementara Tori mencari kotak obat penanganan pertama, mengambil tempat disisi Sean setelah mengambil sebotol air dingin dikulkas disisi ruangan.

"Kemari."
     Sean menurut, membiarkan Tori mengobati luka disudut bibirnya dan lebam dipunggung jemarinya.

Menatap lekat lekat gadis yang benar benar tak pernah terduga akan mengubah seluruh hidupnya.

Membuat Sean tergila gila.

Dan benar benar takut kehilangan.

"Tori."

"Iya?"

"Aku mencintaimu."
    Gadis itu tersenyum malu malu dengan wajah merona cantik, membuat Sean tak menahan dirinya untuk ikut tersenyum.

Well,

Siapa yang akan mengira jika ini adalah pertama kalianya Sean dan Tori menjalin hubungan sebagai seorang kekasih?

"Aku juga mencintaimu."
   Menjatuhkan satu kecupan manis, Tori dan Sean lagi lagi saling melemparkan senyuman kecil. Membiarkan debaran itu diam diam memenuhi rongga mereka, tanpa menahan diri kembali mencuri satu kecupan yang membuat keduanya berakhir dengan pelukan hangat.

"Ah, kita akan makan malam dengan orang tuaku."

"Apa?"
   Tori terduduk dengan punggung kaku, Sean menyelipkan anak anak rambut Tori kesisi telinganya sebelum kembali membuka suara.

"Bagaimana kalau kita berbelanja?"

"Tunggu, kau yakin ingin mempertemukan ku dengan orang tuamu?"

"Kenapa tidak?"
   Sean mengangkat alisnya tidak mengerti, Tori menghela nafasnya berat sebelum kembali membuka suara.

"Tapi.."

"Kenapa?"

"Apa tidak apa apa?"
    Seolah mengerti Sean menepuk kepala Tori dengan pelan, meraih jemari gadis itu dalam genggamannya dan mengusapnya menangkan.

"Tidak ada yang salah pada dirimu."

"Tapi aku-"

"Orang tuaku tidak seperti yang ada di kepala kecilmu."
    Namun tetap saja Tori cemas, mengingat wanita cantik yang benar benar anggun waktu lalu mendatangi rumah Sean.

"Lagi pula, Mom dan Dad tahu jika aku tidak mudah suka dengan orang lain dan tidak semua orang bisa mengahadapi diriku dengan baik."

"Lalu Paris?"

"Paris?"
   
        Pintu lalu terbuka, Alex, Bram dan Helen masuk bersamaan dengan getaran ponsel Sean yang bergetar menunjukkan nama gadis yang sedang mereka bicarakan.

"Sean-"
         Mengangkat tangannya, memberi tanda agar Alex menutup mulutnya dan mendengar dengan seksama apa yang sedang terjadi pada panggilan Paris.

"Brengsek!"
    Sean bergegas bangkit, mencengkram ponselnya yang baru saja mati dan menatap Tori penuh perhitungan.

"Ayo!"

"Ada apa Sean?"

"Paris mencoba bunuh diri."

"Apa!?"
     
      Mereka akhirnya memilih segera beranjak, saat Sean dan Tori segera menuju rumah sakit agensi segera bertindak mengatasi media sebelum semuanya menggila bersamaan dengan skandal Sean dan Nando waktu lalu.

Benar benar.

Apa yang sebenarnya terjadi?

**
    
*

*
Hai, ada orang?

Jangan lupa vomment

**
        

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top