46

**

    

           Tujuh tahun berlalu, Tori bahkan tidak ingin mengingat malam itu. Malam dimana lengan kokoh Pria itu memerangkap tubuhnya, mendesak Tori dengan tubuh jangkungnya, jemari panjang yang menyentuhnya dimana mana atau bahu lebar dimana Tori mengigitnya dengan keras malam itu. Erangan rendahnya bahkan kembali terdengar ditelinga Tori saat sepasang mata tajam itu menatapnya dengan dalam, seolah ingin menelannya bulat bulat.

    Tori menegakkan punggungnya, menghela nafas dengan tenang saat pria itu masih saja menatap setiap jengkal tubuhnya dengan hati hati.

"Merindukanku?"

"Nando.." 
    Sudut bibirnya terangkat, matanya berkilat saat membalas tatapan Tori.

"Aku selalu suka, mendengar bagaimana kau memanggil namaku."
      Bisiknya penuh arti, Tori mengkerut tidak nyaman. Menyesali keputusannya untuk bicara diruangan khusus untuk tamu penting agensi menunggu, itu karna Tori berpikir jika Nando akan menarik perhatian terlalu banyak jika mereka melakukan ini diluar sana.

"Kau akan membawaku?"

"Kenapa kau berpikir seperti itu?"

"Kau ingin aku bekerja di barmu, bukan?"
     Nando tertawa rendah, mengusap bibir bawahnya hati hati masih dengan tatapan dalamnya.

"Bar itu mungkin milikku, Victoria. Tapi, aku mencarimu hanya untuk diriku sendiri."

"Kau bicara apa?"
     Tori melemparkan tatapan bingungnya, senyuman diwajah pria berkulit pucat itu menghilang. Manajamkan tatapannya lalu berbisik pelan dengan penuh penekanan.

"Aku menginginkanmu, Victoria."

"Tapi-"

"Diranjangku, sekarang juga."
     Tori mengalihkan pandangannya, udara disekitarnya semakin terasa mencekam saat ujung sepatu pria itu menyentuhnya dibawah meja.

"Nando.."

"Bagaimana?"

"Aku tidak mau!"
      Tori menggeser duduknya, menatap kesal Nando yang bersidekap lalu kembali menarik sudut bibirnya.

"Aku akan berhenti mengganggumu."

"Ha?"

"Jika kau setuju ikut denganku malam ini, tentu saja."
          Tori meremas jemarinya, mengulum bibirnya yang sialnya membuat mata tajam pria itu kembali berkilat.

"Kau akan menipuku lagi seperti dulu, bukan?"
     Nando tertawa, memiringkan kepalanya dengan senyuman penuh arti.

"Aku sedang membuat kesepakatan denganmu, Victoria."

"Tapi kau melakukan cara yang sama untuk membawaku ke apartemenmu."
      Nando menahan tawa dengan kepalan tangannya, tatapannya semakin lapar saat menatap Tori.

"Kau sama sekali tidak berubah. Ah, sial. Sekarang kau membuatku mengeras, sangat keras."
    Tori menajamkan tatapannya mendengar bisikan rendah pria itu, tidak berniat melanjutkan percakapan tidak penting mereka saat mengingat Sean mungkin sedang menunggunya saat ini.

"Apa sebenarnya yang kau inginkan?"

"Kau tentu saja."

"Nando!"
    Pria itu tersenyum, terlihat dengan jelas jika Nando benar benar menginginkannya.

"Akku akan menikah sebentar lagi."

"Lalu?"

"Tujuh tahun lalu aku menidurimu, berpikir kau akan hamil dan kita akan menikah."
    Tori mengerutkan keningnya bingung dan tidak suka mendengar ucapan pria tampan yang sayang sekali tidak waras, bersikap seolah semua ucapan sintingnya adalah hal yang biasa.

"Tapi aku tidak hamil."

"Yah, sayang sekali. Anak kita mungkin akan menjadi mahakarya paling luar biasa yang pernah ada. Ibunya cantik juga berbakat sepertimu lalu aku sebagai Ayah yang tampan dan paling jenius ini."
      Tori meringis mendengar ucapan Nando yang semakin melewati batas kewarasan manusia, menggaruk pipinya lalu kembali bersuara.

"Jadi?"

"Ayo, tidur denganku. Aku tidak akan mengganggumu lagi setelah ini."

"Bagaimana bisa kau memastikan tidak akan menggangguku lagi setelah ini?"
   Tori memicingkan matanya, Nando masih terlihat tenang seperti biasa.

"Aku akan menikah dengan salah satu putri Senator, setelah ini akan terlalu banyak yang akan mengawasiku."

"Kau pikir aku akan kembali mempercayaimu? Kau mungkin saja berencana menjebakku? Membuatku hamil? Menyekapku atau bahkan menjualku? Mungkin.."
     Tori terkesikap saat Nando bangkit dari tempat duduknya, memutari meja dan kursi lalu berdiri tepat dibalakang Tori.

"Bagaimana cara agar kau percaya padaku, Victoria?"
   Bisikan penuh arti itu membuat Tori menelan ludahnya, bergegas bangkit sebelum jemari panjang pria itu menahannya. Mendudukkan Tori agar tidak beranjak sedikitpun dari sana.

"Aku-"

"Kau tahu, bagaimana saat aku marah bukan?"
    Bisik Pria itu diengan suara rendah, memainkan helaian rambutnya dengan hati hati lalu menyusuri leher jenjang Tori dengan pucuk hidungnya. Telunjuknya terangkat menyentuh sisi wajah Tori, bergerak perhlahan lalu mengusap sepanjang lekukan bibirnya.

"Aku akan menyimpan ini untuk nanti."

"Nando.."

"Menurutlah saat aku masih bersikap baik, sayang."
      Kembali berbisik penuh peringatan sebelum menjatuhkan kecupan dalam disisi lehernya, tawa rendah yang terdengar mengerikan memenuhi kepala Tori yang masih menahan nafasnya.

Tahu dengan jelas.

Kali ini, mereka tidak lagi membuat kesepakatan seperti yang pria itu ucapkan.

Ini tentu peringatan untuk Tori.

"Lupakan ini lalu kau akan melihatku kembali menggila Victoria Robinson."

**

             Sean mengangguk pelan pada Sarah setelah berpamitan, memutuskan menunggu Tori di ruangan Alex disana. Kembali menatap jam yang melingkar dipergelangan tangannya lalu menunggu kotak besi dihadapannya terbuka, Sean menoleh saat mendengar keributan dari tempat dimana ia meninggalkan Sarah baru saja.

"Sarah!"

"Ada apa, Rowena? Dimana kopiku?"

"Lupakan itu, aku membawa berita besar kau tahu?"
   Sean mengerutkan keningnya, tidak berniat mendengar lebih jauh saat ponselnya bergetar bersamaan dengan lift berdenting.

"Ya, Mom."
    Sahut Sean, memasuki kotak besi lalu menekan tombol dimana Alex berada. Ada hal penting yang harus ia bicarakan engan Alex dan juga Bram tentu saja.

"Tunggu sebentar.."
         Sean nyaris memutar bola matanya sebelum mendengar teriakan kesal dari sebrang sana.

"Son! Apa yang sedang kau lakukan!? Kau tidak lupa menemui Daddy kan?"

"Aku sedang berkerja, Mom."

"Hentikan itu! Pertama tama, bisakah kau mengurus Paris agar berhenti mengganggu Mommy!?"
      Sean mengangkat alisnya, berkacak pinggang sebelah tangan.

"Paris?"

"Apa yang sebenarnya kau lakukan? Kau tahu bukan? Apa yang akan terjadi jika Mom tahu dia mendekati Daddy?"
    Sean menelan ludahnya, Mom mungkin saja  tidak hanya akan memotong habis rambutnya.

"Mom, please. Aku akan mengurus Paris setelah ini."

"Tidak ada setelah ini, lakukan sekarang juga atau Mom akan merebut perempuan dirumahmu itu sekarang juga!"
   Lalu sambungan terputus begitu saja, Sean berdecak malas lalu pada akhirnya menghela nafas.

Yah, setidaknya lebih baik menghadapi Mom yang cerewet luar biasa dari pada malam itu.

Mengerikan.

      Saat Lift berdenting Sean bergegas keluar, melangkah menuju ruangan Alex lalu mengetuk pintunya sebentar. Sekretaris pria itu mungkin juga sedang berada didalam namun saat pintu terbuka yang Sean temukan hanya Bram dan Helen juga Alex yang sedang bicara dengan seseorang disebrang telpon.

"Tuan Ferdinand? Aku tidak pernah merasa memiliki janji dengannya, sekretarisku juga sedang sakit. Tapi, kau bisa mebiarkannya menunggu di ruang Tunggu Vip."
    Sean menghempas tubuhnya disofa, mengerutkan keningnya mendengar nama yang tidak asing ditelinganya.

"Baiklah, tunggu aku 15 menit lagi."
       Tepat saat Alex meletakkan gagang telpinnya Sean membuka suara dengan kerutan tidak suka dikeningnya.

"Ferdinand siapa?"
      Alex tersenyum lebar, bergegas bangkit lalu menghampiri Sean.

"Berita bagus, kau mungkin akan mendapatkan tawaran bagus kali ini."

"Aku bilang Ferdinan siapa?"
   Alex berdecak pelan, bersidekap lalu  kembali tersenyum.

"Ferdinand Chaos tentu saja!"

"Apa kau bilang!?"

"Ferdinand Chaos! Memangnya kau pikir ada berapa Ferdinand yang memiliki rumah produksi terbesar abad ini!?"
    Detik berikutnya yang terdengar hanya umpatan tak beretika yang memenuhi ruangan, pintu yang menjeblak kasar dan suara langkah lebar yang terdengar terburu-buru.

Meninggalkan berpasang mata yang hanya mampu saling melempar tatapan kebingungan.

Apa yang sebenarnya terjadi disini?

**

   Nando
Ferdinand Chaos


**
Gahabis pikir lagi, ini nulis apaan :)

**
Gimme more vomment
Siera

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top