45

**

        
        
"Kau baik baik saja?"

"Tori, kau baik baik saja!?"
           Sean setengah berteriak, meremas bahu Tori yang mengerjap sekali lalu menunjukkan cengiran khasnya.

"Aku baik baik saja."

"Mom, melakukan sesuatu? Mom menanyakan apa saja padamu?"
     Tori menggaruk pipinya, menatap Sean yang masih terluhat tegang.

"Bukankah aku yang harus bertanya? Kau terlihat sangat pucat sekarang."
    Sean menghembuskan nafansya dengan kasar, melemaskan bahunya lalu menarik Tori dalam pelukannya.

"Aku pikir akan mati malam ini."
   Bisiknya menghirup dalam dalam aroma menenangkan Tori.

"Dia benar benar Ibumu?"
   Tanya Tori dengan ragu, Sean kembali menghembuskan nafasnya lalu menarik gadis itu kepelukannya. Menatap lekat lekat Tori yang menatapnya penasaran, ada kilat antusias dimata keemasannya.

"Ya, dia terlihat menakutkan bukan?"
       

"Tapi, dia sangat cantik."
        Alis Sean terangkat, setengah tidak percaya dengan ucapan gadis itu.

"Jangan bercanda, dia itu sangat cerewet dan menyeramkan."
    Sean mengaduh keras saat Tori mencubit lengannya, melemparkan tatapan tajam pada Tori yang kini mencebikkan bibirnya menggemaskan.

"Jangan katakan hal yang mengerikan tentang Ibumu."
  Sean nyaris memutar bola matanya malas, menghempaskan dirinya disofa dan kembali menarik Tori agar bergabung bersamanya.

"Aku tidak mengatakan hal yang buruk, demi apapun! Aku lebih memilih Mom menceramahiku sepanjang malam hingga kupingku panas dari pada melihatnya seperti tadi, dia benar benar-"
   Sean mendesis saat Tori kembali mencubitnya, beringsut menjauh dari tangan tangan nakal Sean yang mulai menyentuhnya dimana mana.

"Bersihkan dirimu."
       Tori membuang tatapannya seraya bersidekap.

"Oh, sekarang kau berani memberiku perintah?"
       Tori mengerjap,  nyaris memekik saat Sean menyudutkannya disofa. Mengunci pergerakannya dengan lengan lengan kokohnya, tatapan lapar pria itu jelas menunjukkan jika ia tidak akan melepaskan Tori dengan mudah.

"S-sean, aku harus membuat makan malam."
          Ada seringaian nakal disudut bibir panas pria itu, menunduk lalu berbisik pelan disisi telinga Tori.

"Ya, tentu saja. Karna sekarang, aku benar benar lapar."
     Suara berat kasar itu membuat Tori melan ludahnya susah payah, Sean  bahkan belum menyentuhnya sedikitpun dan ia sudah mulai terangah hebat.

"Kalau begitu lepaskan aku."

"Kenapa?"

"Ha?"
      Tori mengerjap sekali, menahan jemarinya yang mulai bergetar ingin menyentuh dada keras yang mendesaknya kesofa.

"Kenapa aku harus melepasmu?"
       

"Sean."

"Kenapa aku harus melepasmu? Aku sangat lapar sekarang, itu artinya aku harus makan bukan?"
        Sean kembali berbisik pelan, menyapukan bibirnya ditelinga Tori lalu disepanjang rahangnya dengan sangat hati hati.

"Kau tidak-"

"Makan malamku ada disini."
           Sean menarik dirinya, menyelipkan anak anak rambit dipelipis Tori dengan jemarinya. Sepasang mata tajamnya berkilat saat menatap setiap jengkal wajah Tori, tertawa rendah.

Tori tidak lagi mendengar apapun disekitarnya, suara hembusan nafas dan dentingan jarum jam mendadak menghilang.

     Kepalanya dipenuhi suara debaran jantungnya yang menggila, berdetak semakin kencang mendengar suara berat itu kembali membelai indranya.

"Selamat makan."

**

         Tori mengedarkan padangannya dipenjuru gedung agensi, tidak seramai saat ia pertama kali menginjakkan kakinya disana. Beberapa aktris melambaikan tangannya, menyapa Sean yang hanya membalas dengan anggukan dan senyuman.

Ah, bukankah Sean belum pernah benar benar tersenyum pada Tori?

     Sejak pertama mereka bertemu, pria itu hanya tahu memarahinya, menatapnya kesal hingga membuat Tori benar benar bingung.

"Sean?"
        Tori menarik ujung kaus Sean yang melangkah lebar disampingnya, pria itu menoleh dengan tatapan tanya.

"Ada apa?"

"Tersenyum padaku."
    Alis pria itu terangkat, berniat membuka suara sebelum Sarah yang entah datang dari mana menyelah lebih dulu.

"Selamat pagi, Sean. Lama tidak bertemu, bagaimana pekerjaanmu?"

Yah, sedaknya Sean tertawa semalam.

Tawa yang terlalu memabukkan.

"Oh, hai. Bagus seperti biasa."

"Benarkah? Aku dengar Paris kembali mengacau, kau tahu?"
          Sean mengerutkan keningnya tidak suka, menatap Tori yang hanya mengedikkan bahunya lalu kembali menatap Sarah yang terlihat cantik seperti biasa.

"Ya, tapi semua baik baik saja. Kau sudah bertemu Alex?"

"Tentu saja, aku sedang menunggu Rowena membeli kopi untukku."
        Sean kembali menoleh pada Tori yang sialnya tidak menunjukan tanda sama sekali jika ia terganggu dengan kehadiran Sarah.

"Tori?"

"Ya?"
     Sean manajamkan tatapannya, menatap setiap jengkal wajah Tori berharap menemukan setidaknya sedikit saja sesuatu yang membuatnya senang.

"Kau ingin kopi?"

"Boleh."

"Kalau begitu kita-"

"Biar aku saja, kau tunggu disini."
           Tori bergegas beranjak, berlalu begitu saja tanpa tahu jika pria yang sedang menghunus punggungnya dengan tatapan kesal semakin menekuk wajahnya.

      Tori mendorong pintu kaca Coffeshop dengan aroma menenangkan itu dengan hati hati, antrian tidak terlalu panjang saat ia menemukan Rowena duduk disalah satu meja menunggu pesanannya.

"Oh, Hai."
         Tori menyapa lalu berlalu begitu saja, Rowena yang memainkan tabletnya menatap sebal pada Tori yang tanpa rasa bersalah menatap menu dengan antusias, sepasang mata keemasannya tampak berbinar dengan indah saat tertimpa cahaya.

   Rowena diam diam mengakui, jika Tori benar benar terlihat cantik bahkan tanpa harus bersusah payah melakukan apapun. Bahkan saat ini, hanya dengan rok coklat selutut dan kaus abu abu kebesaran ditubuhnya mampu membuat Rowena berdecak iri karna kaki jejangnya.

"Victoria."
     Rowena tersentak, nyaris terjatuh dari kursinya saat seorang pria menahan lengan Tori. Menahan nafasnya saat tubuh jangkung dengan bahu lebar yang dibalut setelan mahal itu berdiri menjulang membelakanginya, menutupi siluet Tori yang membeku ditempatnya.

Tidak ada suara.

Tidak gerakan berarti disana.

   Rowena berhitung dalam hati, meremas jemarinya saat Tori yang seolah terbangun dari dunianya mundur selangkah.

"Victoria."

"Lepaskan aku."
    Rowena mengerutkan keningnya, menajamkan telinganya saat suara Tori nyaris tidak terdengar.

"Aku merindukanmu."

"Jangan.."
    Rowena nyaris menggeran kesal saat suara Tori kali ini benar benar tidak terdengar, tanda tanya yang berkecamuk dikepalanya jelas semakin besar.

"Asal kau mau bicara denganku."

"Kau bisa bicara sekarang."

"Tidak disini, kau harus ikut denganku."
        Keduanya berbicara dengan nada terlalu rendah, sialnya Rowena bahkan tidak bisa melihat emosi Tori dan wajah pria bertubuh jangkung dengan suara berat kasar yang akan membuat wanita manapun diam diam merapatkan kedua kakinya.

"Tapi-"

"Kau tidak akan membuatku marah, bukan?"
    Rowena nyaris terjungkal dari tempat duduknya saat pria itu tiba tiba berbalik, Rowena kembali memainkan tabletnya. Menahan dirinya kembali mengangkat wajahnya sebelum suara pintu kaca yang tertutup memenuhi kepalanya.

         Rowena menoleh dengan cepat, menatap dengan liar pria bertubuh jangkung yang melangkah tenang disamping Tori dengan tatapan ingin tahu yang menghujam keduanya.

Tunggu.

Tunggu sebentar.

    Rowena membekap mulutnya sendiri saat nyaris menjerit, masih dengan mata membulat tidak percaya ia bergegas beranjak dari sana.

Persetan dengan kopi!

Demi apapun.

Apa yang dilakukan seorang Ferdinand Chaos ditempat ini!?

**

**
Adakah yang masih setia? 🙋

Bentar lagi Tori Sean mau End yak, tolong kasih tau kalau menurut kalian aku melupakan sesuatu 😘
**
Gimme more vomment
Siera

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top