41
**
Sean mengangkat alisnya, menatap tajam Ben yang sedang berbicara dengan serius dengan ke lima krunya. Beralih pada Richard yang memainkan ponsel dengan seringaian antusias lalu menatap sekitar yang benar benar lengang. Tidak ada orang orang yang sering kali memenuhi lantai ini, bekerja dengan kesibukan luar biasa.
"Sean?"
"Apa?"
Sahut Sean setengah berteriak jengkel menatap Ben yang terkekeh pelan, menatap Sean yang sudah duduk manis disebuah sofa putih raksasa ditengah set berlatar abu abu gelap.
"Apa orang orangmu bisa dipercaya?"
Sean kembali mengangkat alisnya, mulai kesal karna belum menemukan Tori dimanapun.
"Tentu saja."
"Bagus, kalau-"
"Dimana Tori?"
Ben mengangkat sudut bibirnya, memberi tanda pada krunya agar segera bersiap.
"Brengsek! Aku ber-"
Sean menyumpah kesal saat lampu dinyalakan tiba tiba, mengernyit sebal karna cahaya menyilaukan dan tidak menemukan jawaban dari pertanyaannya.
"Ben! Dimana Tori!?"
Senyuman diwajah pria itu menghilang saat mengedikkan dagunya, mendekat kearah set dengan kamera kesayangannya.
Ruangan megah itu mendadak hening, tak ada suara sesaat sebelum musik menyala.
Sean mengerjap sekali, menajamkan tatapannya saat kaki jenjang tanpa menggunakan alas kaki itu memasuki set dengan hati hati.
"Kita mulai!"
Sean tidak lagi peduli pada teriakan lantang Ben disana, menatap dengan nyalang gadis berambut panjang yang baru saja menjatuhkan Bathrobe dari tubuh menggodanya.
"What are you doing?"
Sean mendesis tajam, rahangnya mengeras hingga giginya saling bergelemetuk saat sepasang mata keemasan itu hanya menatapnya tanpa emosi.
"Brengsek-"
Sean menyumpah kesal saat gadis itu mendekat lalu tanpa ragu duduk dipangkuannya, mengalungkan kedua kengannya dileher Sean yang menggeram kesal dan mencengkram kedua sisi tubuh sintal yang sialan brengsek menekan dada penuhnya ketubuh Sean.
"Mengambil gambar."
Saat bisikan pelan itu membelai telinganya Sean menunduk, menatap tajam gadis yang hanya mengenakan secarik kain tidak berguna menutupi pinggul dan bagian bawahnya.
"Oh, ini yang kau bicarakan?"
Sean mendesis kesal, menarik tubuh Tori semakin mendekat ketubuhnya lalu mengusap punggung polosnya dengan hati hati.
"Seingatku, ada banyak tanda disini."
Sean mengibaskan rambut panjang Tori, memamerkan bahu telanjangnya sebelum menjatuhkan kecupan panas disisi leher jenjang gadis itu.
"Aku-"
"Aku tidak mau tahu, setelah ini kau harus menjelaskan semuanya padaku."
Sean menggeram penuh peringatan, Tori meringis pelan lalu menoleh menatap kearah Ben dibalik bahunya dengan senyuman dan tatapan menggoda.
"Kau mendengarku bukan?"
Sean meraih sisi wajah Tori agar kembali menatapnya, tepat dikedua matanya yang sedang dipenuhi kekesalan luar biasa.
"Aku dengar."
"Lalu kenapa kau-"
"Bisa kita selesiakan ini lebih dulu?"
Sean menyumpah kesal mendengar kekehan pelan Tori, melemparkan tatapan membunuh kearah Ben lalu kembali mencengkram sisi tubuh Tofi dan mengigit bahunya gemas.
"Sean!"
"Aku akan menghukummu. "
Sean beralih mengecup rahang Tori, mencium sudut bibirnya lalu kembali memenatap Ben yang terlihat begitu serius mengambil gambar mereka.
"Kita mulai sesi kedua 30 menit lagi!"
Ben berseru lantang, memberi tanda jika mereka harus bergegas mengganti pakaian mereka. Sean menghembuskan nafasnya kasar, masih mencengkram kedua sisi tubuh Tori agar tidak beranjak dari pangkuannya.
"Sean?"
Sean tak bergeming, menatap wajah cantik yang dipoles tangan tangan ahli hingga menutupi semua tanda yang ia tinggalkan sepanjang malam. Tubuh sintal dengan dada penuh yang berusaha gadis itu tutupi dengan lengan lengannya dengan wajah memerah, semakin salah tingkah saat Sean hanya menatapnya tajam dengan rahang yang mengeras.
"Siapa kau sebenarnya?"
Tori tak menyahut, hanya meringis pelan lalu menunduk menghindari tatapan Sean yang diam diam menelan ludahnya susah payah.
"Hei! Kalian!"
Sean menyumpah mendengar teriakan Richard, memberi tanda pada seseorang yang tampak ragu mendekati mereka agar memberikan Bathrobe ditangannya pada Sean.
"Setelah ini hanya aku yang akan melihatmu seperti ini."
"Sean."
"Hanya aku, Tori."
Sean membungkus tubuh setengah telanjang Tori dengan erat, melemparkan tatapan penuh peringatan sekali lagi lalu membiarkan gadis itu meninggalkan set lebih dulu.
Menghembuskan nafas dengan kasar, Sean menyadari tatapan terkejut Helen dan Bram beserta timnya, kru kepercayaan dari Ben bahkan tak jauh berbeda. Hanya orang orang yang membawa Tori kembali kedalam ruangan dan kedua bersaudara gila itu yang sepertinya sudah tahu apa yang sebenarnya terjadi disini.
"Kau tidak mau bertanya?"
Sean melemparkan tatapan tajamnya, rahangnya kembali mengeras saat membuang tatapannya dari Ben dan Richard.
"Aku akan mendengarnya sendiri dari Tori."
Desis Sean berniat beranjak dari sana sebelum Richard menahannya.
"Apa lagi?"
"Aku tahu kau bersama Victoria."
Alis Sean terangkat, menatap Richard yang menatapnya dengan serius.
"Ada Masalah?"
"Kalau begitu jangan biarkan Victoria bertemu dengan Ferdinand."
Sean menajamkan tatapannya, berniat kembali melayangkan pertanyaan sebelum teringat jika ia akan mendengarnya sendiri dari Tori.
"Oh, tenang saja. Setelah ini, aku hanya akan menyimpan Tori hanya untukku."
Sean berbalik dengan dagu terangkat, tidak peduli sumpahh serapah Richard dan tawa Ben seketika menghilang saat ia memasuki ruang gantinya.
"Woah, jadi-"
"Ya tuhan! Aku akhirnya bertemu dengan Victoria Robinson!"
"Itu benar benar Victoria!?"
"Tori adalah Victoria Robinson!?"
Sean memutar kursinya, menatap Bram dan Helen yang sama antusiasnya dengan timnya.
"Siapa Victoria Robinson?"
Bram nyaris menghantam kepalanya sendiri, Helan menghela nafasnya lalu saling melempar tatapan salah tingkah dengan Bram.
"Kau tahu, Sean. Sepuluh tahun yang lalu, kau bukan pria jika tidak mengenal Victoria Robinson."
"Apa maksudmu?"
Sean melemparkan tatapan tersinggung, Bram berdehem semakin salah tingkah. Menimbang kata yang tepat sebelum ia mendapat tumpahan lahar panas dari bibir seksi Sean.
"Victoria Robinson, top super model yang waktu itu benar benar mendominasi dunia modeling. Dia menjadi Global Ambassador puluhan brand terkenal didunia, bahkan saat ia nyaris tidak pernah tampil di publik Victoria tetap jadi trendsetter didunia mode."
"Tapi, kenapa orang orang tidak mengenalinya?"
Bram menelan ludahnya susah payah, menahan dirinya untuk tidak semakin antusias dan membuat Sean kembali meledak.
"Victoria tidak pernah benar benar menunjukkan wajahnya. Sejak awal dia memang sangat misterius, saat mengambil gambar hanya beberapa orang yang boleh tetap tinggal."
"Berikan ponselmu."
Bram tersentak, mengulurkan ponselnya pada Sean yang semakin mengerutkan keningnya tidak mengerti.
Jemarinya bergerak cepat, mencari dimesin pencarian dan menemukan puluhan gambar gadis aneh yang selama ini tinggal dirumahnya.
Seperti yang Bram katakan, disana tidak ada gambar yang benar benar menunjukkan wajah Tori sepenuhnya.
Sean hanya menemukan siluet tubuh menggoda, sisi wajah yang ditutupi rambut dan mengintip dari balik beberapa benda atau bahu para pria.
"Brengsek."
Sean menyumpah kesal, mengernyit tidak suka melihat salah satu pose panas dimana Richard mencium perut polos Tori yang hanya mengenakan kain putih yang melilit tubuh sintalnya. Meskipun yang terlihat hanya sisi wajahnya, Sean jelas tahu jika itu Tori.
Gadisnya, miliknya.
"Aku pernah dengar, dulu para petinggi selalu menawarkan ratusan juta dolar hanya untuk makan malam dengan Victoria."
"Petinggi?"
"Petinggi pemerintahan dan media."
Sean akan kembali membuka suara sebelum salah seorang kru menyela mereka.
"Sean, kau harus bergegas."
Sean nyaris membanting ponsel ditangannya, mendesis kesal lalu menyambar setelan yang disodorkan padanya.
Brengsek.
Brengsek.
Sialan, Tori.
Sean tidak ingin memikirkan apapun sekarang, ia akan menunggu penjelasan Tori setelah ini. Tapi, Sean sudah bergelut didunia hiburan nyaris tujuh tahun terakhir ini.
Brengsek.
Sean ingin menenggelamkan kepalanya sekarang juga, berhenti memikirkan ribuan hal kotor yang nyaris membuatnya kembali menggila.
"Tenang, Brengsek!"
Sean memaki pada dirinya sendiri, mengepalkan jemarinya yang bertumpu padacermin lalu memejamkan matanya.
Sean tahu dengan jelas bagaimana kotornya dunia hiburan, hanya segelintir manusia yang benar benar bersusah payah melewati semuanya.
Mendengar jika Tori bernilai ratusan juta dolar hanya untuk makan malam membuat kepala Sean kembali berputar hebat, Rahang dan kepalan ditangannya semakin menguat.
Tidak ada makan malam yang senilai ratusan dollar tanpa melibatkan hal hal kotor.
Kendra sahabatnya sendiri bahkan pernah mendapat pelecehan luar biasa dengan salah satu fotografernya, tidak sedikit yang pernah menawarkan pekerjaan menggelikan pada mereka hanya untuk popularitas dan sponsor semata.
Satu satunya alasan Sean tidak tersentuh di industri ini,
Karna Ayah nya.
"Brengsek, Tori."
Sean mengusap rambutnya putus asa, berharap apa yang dikepalanya benar benar tidak pernah terjadi.
Sean akan mempercayai Tori.
Sean akan menunggu.
Meskipun,
Sean mungkin saja akan menggila!
**
*
*
Ini contohnya yah gaes 👍
**
Jangan lupa vomment
Siera
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top