39 +

            
MASIH WARNING+

**

            Kendra mengecup pipi Ibunya penuh kerinduan, memeluknya sekali lagi dan mengucapkan selamat malam sebelum beranjak menuju kamarnya. Ruangan yang tidak terlalu luas itu didominasi poster khas remaja laki laki, meja di sisi ruangan bahkan masih tersusun rapih buku buku tebalnya semasa sekolah.

Kendra tersenyum kecil, menarik nafasnya dalam dalam berniat membersihkan diri sebelum tidur. Terlalu lelah setelah menyelesaikan jadwalnya yang padat luar biasa seperti biasa lalu melewati perjalanan berjam jam kerumah orang tuanya.

       Membuka lemari, menarik handuk berwana coklat gelap disana sebelum kotak raksasa diatasnya menarik perhatian Kendra.

Apa yang Ibunya lakukan dengan kotak yang harusnya berada di gudang belakang itu?

    Kendra berdecak pelan, menarik kursi dan menurunkan kotak yang berdebu itu keatas lantai.

Alisnya terangkat saat menemukan beberapa gulungan poster didalam sana, beberapa majalah baseball dan fashion yang membuat kerutan dikeningnya semakin dalam.

       

Tunggu sebentar.

      

     Kendra tersentak, setengah melompat dari tempatnya saat kilasan seorang gadis menghantam kepalanya dengan kuat. Menyalakan lampu belajar,  membawa tumpukan majalah itu keatas meja lalu menyumpah dengan kasar.

       Sepasang mata tajamnya bergerak cepat, menatap berbagai sampul majalah yang dihiasi oleh seorang gadis yang tiba tiba saja menghilang tujuh tahun yang lalu.

     Top super model yang selalu menjadi fantasi gila para pria dimasa lalu,  gadis yang selalu menciptakan tanda tanya disepanjang karirnya di industri hiburan.

Tidak ada yang mudah mendapatkan gambar eksklusive darinya, tidak ada pula yang tahu siapa gadis dibalik siluet menggoda yang tiga tahun terakhir itu mendebarkan dunia.

Termasuk Kendra.

  Kendra menelan ludah, menatap gambar disampul majalah yang lagi lagi menghantam kepalanya dengan kuat.

"Jangan bercanda."
      Kendra tertawa dengan nada datar, tangannya mendadak gemetar antusias.

        Lagi lagi menatap sampul dimana gadis setengah telanjang itu memunggungi kamera, tatapan tajam dan senyuman menggoda dibalik helaian rambut yang menutupi sebagian wajah cantiknya itu seperti biasa menciptakan ilusi menyesasatkan.

"Sialan Sean!"
       Kali ini Kendra tertawa senang, meninju udara dengan erangan penuh kemenangan.

     Kendra melesat cepat mencari ponselnya, hal pertama kali yang terlintas dikepalanya adalah menghubungi Dev.

Memastikan hal hal gila yang sedang terlintas dikepalanya bukan hanya sekedar fantasi gila karna kesibukannya.

Brengsek!

Pantas saja gadis itu tidak asing.

"Dev?"
     Kendra menelan ludah, menyeringai senang karna memecahkan teka teki yang tahun terakhir ini menjadi misteri yang nyaris terlupakan.

"Apa? Aku sedang sibuk-"

"V R."
      Kendra menatap sampul majalah ditangannya, diam diam memaki keberuntungan Sean sahabat baiknya yang pemarah itu.

"Kau bicara apa?"

"Tori, Victoria."
        Kendra mendesis tidak sabar, benar benar menantikan wajah bodoh Sean saat mengetahui ini.

"Ada apa? "

"Tori is Victoria Rob."

**

        
     Sean menghembuskan nafasnya kasar, menunduk mencium bibir memerah gadis yang  melenguh pelan saat ia menarik dirinya yang masih sialan mengeras.

"Lelah?"
        Berbisik serak, menjatuhkan kecupan manis disudut bibir gadis itu sekali lagi sebelum menarik tubuh memerah menggodanya kedalam pelukan Sean.

"Sean."

"Hm."
   Sean menyahut dengan mata terpejam, telapak tangannya pergerak pelan mengusap sepanjang punggung Tori.

"Kita harus bekerja."
     Sean berdecak pelan, melepas pelukannya lalu menunduk menatap Tori dengan kesal.

"Kau terlalu pandai merusak suasana, Tori."
      Tori menunjukkan cengiran khasanya yang membuat Sean semakin enggan melepas rengkuhannya.

"Kalau kau lupa, jadwalmu akan sangat berantakan."
    Sean menajamkan tatapannya, jemarinya terangkat menyelipkan rambut Tori kesisi telinganya.

"Aku tahu."

"Kalau begitu-"

"Sebenarnya apa hubunganmu dengan dua bersaudara gila itu?"
       Tori mengerjapkan matanya, menggeliat melepaskan pelukan Sean lalu terduduk menarik selimut menutupi dadanya.

"Um, teman?"
     Sean menggeram kesal mendengar jawaban Tori yang lebih terdengar seperti pertanyaan.

"Lebih jelas."
    Tori menggaruk pipinya dengan tatapan sialan yang membuat Sean kembali mengeras.

"Aku pernah bekerja dengan Richard dan berteman dengan Ben."
          

"Bekerja?"
     Tori mengangguk, tersentak saat Sean kembali menariknya kedalam dekapan pria itu.

"Kita harus-Sean!"
            Memukul lengan Sean yang berguling tiba tiba, membawa tubuh Tori keatas tubuh kokohnya semantara jemarinya bergerak liar meremas bongkahan pantanya.

"Apa yang kalian kerjakan?"
    Tori mengigit bibirnya, menarahn erangannya merasakan gundukan keras yang begitu panas dibawahnya

"Eng.. mengambil gambar?"

"Gambar a- Sialan Tori!"
    Sean menyumpah, mengeraskan rahangnya menahan pinggang Tori yang menekan dirinya yang semakin mengeras dan basah.

"Kita sudah terlambat."
     Sean menajamkan tatapannya, menatap gadis cantik yang memerah menggoda diatasnya dengan bibir bengkak memerah dan rambut kusut yang jatuh begitu indah dipunggung telanjangnya.

"Kau pikir akan lolos setelah itu?"

"Tapi, Sean kita harus bekerja seb-"

"Bagaimana kalau kau berkerja diatasku?"
   Tori mengerjap, meremas lengan Sean dan kembali menahan erangannya.

"Kau bicara apa?"

"Bergerak diatasku, Tori."
         Sean benafas kasar dimulutnya, menelan ludah susah payah saat tatapan penuh arti mereka bertemu diudara.

"Bukankah, pengamanmu sudah habis?"
    Tori berbisik pelan, Sean mendesis
kesal dan kembali meremas Tori yang lagi lagi menahan erangannya.

"Kau benar benar tahu merusak suasana!"

"Tapi-"

"Persetan, Tori!"
      Sean menarik dagu Tori menunduk kearahnya, mencuri satu ciuman dalam lalu mengusap sisi tubuh menggodanya kelaparan.

"Aku-"

"Masih ingin mendengar suaramu."
        Tori terengah hebat bahkan sebelum Sean mengangkat tubuhnya, mendongak dengan mata berair saat pria itu menyatukan mereka dengan lenguhan panjang penuh kenikmatan.

"Sean."

"Pegang kendali."
         Sean menggeram rendah, semakin mengeraskan rahangnya saat tubuh sintal yang melingkupi dirinya yang semakin membengkak itu mulai bergerak diatasnya.

Brengsek.

Ada apa dengan perempuan ini?

"Sean."
          Menggerakkan jemarinya manangkup dada penuh dengan puncak mengeras ditelapak tangannya, merasakan nafasnya yang semakin memberat lalu mendesis tajam penuh peringatan.

"Tetap pegang kendali, Victoria. "

**

   

*

**
Jangan lupa vomment
Siera

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top