35
**
Tori membulatkan bibirnya saat melihat Paris melepas Bathrobe nya, melangkah percaya diri memasuki set dengan tubuh molek yang hanya menggunakan celana pendek tanpa atasan. Rambut ikal sepinggulnya menutupi dada sintal yang tentu saja tidak mengenakan apapun, menghampiri Sean yang sejak tadi duduk di kursi dengan setelan semi formalnya lalu duduk dipangkuan Sean membelakangi kamera.
Mereka terlihat panas tentu saja.
"K-kau terlihat senang."
Tori menoleh, menunjukkan cengiran khasnya pada Helen
"Mereka luar biasa."
"Yah, bagaimanapun mereka menggeluti bidang ini cukup lama."
Helen tak menyangkal, Sean dan Paris memang sebuah mahakarya. Tidak heran jika keduanya selalu disibukkan dengan jadwal pemotretan yang padat, beruntung keduanya hanya memerlukan beberapa sesi pemotretan lagi.
Yah, semoga saja.
"Focus, Sean!"
Suara Ben memembelah musik yang memenuhi ruangan, memperingati Sean yang mencuri tatapannya pada Tori.
Pria itu terlihat tidak bersahabat hari ini, hanya melemparkan tatapan tajam pada Ben dibalik lensa kameranya yang beruntung tidak mempengaruhi konsep pemotretan mereka.
Ben sepertinya sengaja membuat Sean kesal hari ini.
"BEEEN!!!!!""
Teriakan keras itu nyaris membuat Ben menjatuhkan kameranya, matanya membulat dengan sempurna menyadari pemilik suara berat mengalahkan musik yang seketika terhenti.
"WHERE IS VICTORIA!?"
Ben tersedak udara, menoleh dengan cepat dan menemukan Kakak sintingnya berkacak pinggang dengan tatapan penuh kemarahan.
"Richi?"
Ben kehilangan akalnya, menahan diri untuk tidak menoleh menatap Tori.
"Berani beraninya kau tidak mengatakan padaku jika Victoria sudah kembali!"
Mata sebiru lautan itu bergerak cepat saat menyadari gerakan mencurigakan dari gadis yang berdiri dibelakang Helen yang gugup setengah mati.
"Victoria?"
Helen menahan nafasnya, beringsut dengan kaki gemetar saat pria jangkung berambut pirang mempesona itu melangkah lebar kearahnya dan menyentak Tori agar mendekat kearah pria itu, telapak tangan lebarnya menarik sisi wajah Tori agar mendongak.
"Richi."
Tori memekik saat pria itu menunduk dan meraup bibirnya dengan decapan sesual, sama sekali tidak peduli Ben meraung kesal atau seisi ruangan yang tersentak dengan mulut terbuka.
Atau,
Sean yang setengah mendorong Paris dari pangkuannya dan bergegas bangkit, benar benar siap meledak saat ini juga.
"I miss you so damn much, it's been-"
"Richi!"
Tori memukul lengan pria itu agar melepaskannya, nyaris menangis merasakan tatapan membunuh Sean dipunggungnya.
"Ada apa, Victoria? Kau tidak merindukanku? Rasanya seperti menunggu seumur hidup bisa menciummu lagi."
"Ri-Richi."
Ben yang nyaris memuntahkan isi perutnya bersuara, menatap Kakak sintingnya dengan setengah memelas.
"Apa? Aku akan menghukummu karna menyembunyikan Victoria dariku!"
"Aku tidak!"
"Kalau saja aku tidak melihat gambarnya di komputermu-"
"Kau ke apartemenku!?"
"Ya! Aku baru kembali dari London! Aku melihat komputermu yang dipenuhi gambar baru Victoria!"
"Kau juga membuka komputerku!?"
"Ya! kau mengambil gambar Victoria tampaku!"
"Apa uru-"
Ben menghela nafasnya lemas, menekan pelipisnya merakan kepalanya berdenyut. Kakanya itu sama sekali tidak terlihat sudah berumur 37 tahun jika sedang sangat kesal seperti ini, untuk itu Ben akan selalu pihak yang mengalah.
Harus ada yang tetap waras.
"Baiklah, aku salah!"
Pria itu tersenyum puas, senyuman yang mampu melelehkan semua wanita tentu saja.
"Nah, Victoria! Ayo kita berkencan!"
"Richi!"
Tori berusaha kembali melepaskan dirinya saat Richard merangkulnya dengan erat sebelum sentakan kuat membuat Tori menubruk dada bidang dengan aroma yang sangat dikenalinya.
Kepala Tori seketika berputar hebat.
"Se-sean?"
Pria itu menatap Richard dengan tatapan tajamnya, kembali menarik Tori menjauh dari jaungkauan Richard yang nyaris kembali menyentuh gadis itu.
"Apa yang kau lakukan?"
"Bukankah aku yang harus bertanya padamu anak muda?"
Richard mengangkat dagunya angkuh, berkacak pinggang pada Sean berusaha mengintimidasi dengan pesonanya, sayangnya Sean tidak lagi peduli jika pria dihadapannya adalah salah satu senior yang paling dihormati di industri ini.
"Tori-"
"Tori?"
Suara Richard meninggi, alisnya terangkat tidak percaya. Menatap gadis cantik yang berusaha bersembunyi dibalik punggung Sean lalu menoleh kearah Ben yang menekan pelipisnya.
"Kau harusnya menghubungiku lebih dulu Richi. Aku akan membawa Tori padamu dan tidak mengacaukan pekerjaanku."
"PERSETAN! KEMARI VICTORIA!"
Tori mencengkram punggung kemeja Sean semakin kuat, lupa jika ia mungkin akan merusak barang dari sponsor mereka.
"Tidak!"
Sahut Sean dengan lantang, Richard makin berang.
"Berani beraninya kau!"
"Sean."
Tori menahan Sean yang nyaris lepas kendali dan menerjang Richard.
"Jika kau menyentuh Tori lagi, kau akan berurusan dengan kepalanku!"
"Kau bilang apa!?"
"Ayo, Tori."
Sean meraih lengan Tori, menarik gadis itu agar segera beranjak sebelum ia benar benar kehilangan kendali dan membuat situasi semakin memanas.
Tori menoleh, melempar tatapan memelas pada Richard lalu Ben yang mengangguk kecil.
"KAU BERHUTANG PENJELASAN PADAKU VICTORIA!"
Teriakan Richard adalah hal terakhir yang Tori dengar sebelum kotak besi tertutup dan membawa mereka turun dengan cepat kelantai dasar.
Sean benar benar menggila saat mengemudikan mobilnya menuju rumah, Tori bahkan tidak berani sekedar menoleh untuk menatap wajah Sean. Cengkraman kuat pria itu dikemudinya sudah memastikan, jika Sean benar benar marah saat ini.
"Turun."
Mobil berhenti tepat dipelataran rumah dengan suara decitan ban memekakkan telinga.
"Sean."
Pria itu bahkan tidak menoleh saat Tori mengekorinya memasuki rumah, melangkah lebar menuju dapur mencari air dingin dan meneggaknya dengan rakus.
Tori mengulum bibirnya saat tatapan tajam Sean menghunusnya, rahangnya mengeras saat melepas dua kancing teratas kemaja hingga pria itu terlihat semakin panas tentu saja.
"Kau marah padaku?"
Tori bertanya dengan suara rendah
"Tentu saja, Tori."
Sean menghela nafasnya dengan kasar, melangkah mendekati Tori yang masih berdiri didekat pembatas dapur.
"Maafkan aku, Richard memang seperti itu."
"Seperti itu!?"
"I-iya."
Tori beringsut mudur saat Sean terlihat semakin marah sebelum pria itu lagi lagi menyentak Tori menubruk dada bidangnya.
"Sebenarnya siapa kau Tori?"
Tori mengerjap, menalan ludahnya susah payahn sayangnya, posisi mereka membuat tidak hanya Tori yang mulai kejabisan akalnya tapi juga Sean.
"Aku.."
"Tidak bisa menjawab?"
Tori menggeliat pelan, berusaha melepaskan diri dan membuat Sean semakin mengeraskan rahangnya.
Kilasan saat si brengsek Richard itu meraup bibir merona Tori dengan panas benar benar ingin membiatnya meledak.
Berani beraninya!
"Sean."
"Persetan, Tori!"
Sean meraih sisi wajah Tori, mencium bibir sialan menggoda gadis yang merintih kecildalam ciumannya. Menelusupkan jemarinya diantara rambut panjang gadis itu dan semakin memperdalam ciumannya, melumat tak terkendalii dan mencuri nafas Tori yang nyaris lupa cara berbafas
"Sean."
Tori meraup udara dengan rakus, nafasnya memberat saat Sean mulai mengecup lekukan lehernya. Pria itu menarik dirinya saaat merasakan cengkraman kuat Tori dilengannya.
"K-kau-"
"Brengsek."
Sean menggeram rendah, celananya mendadak sesak melihat Tori yang terlihat panas dengan bibir bengkak karna ulahnya.
Gadis itu tidak lagi menatapnya dengan tatapan bingung sialan yang seringa kali membuat Sean kesal, hanya menatap Sean sama laparnya.
Mereka tentu saja saling menginginkan.
"Sean."
Tori terkesikap merasakan telapak tangan lebar itu bergerak naik, mengusap punggungnya dengan cara menggilakan sebelum suara keributan diluar rumah mengusik keduanuam
"Sialan."
Sean menunduk, mengecup bibir Tori dengan keras sebelum beringsut menjauh.
Melangkah menuju pintu rumah yang lebih dulu menjeblak terbuka, gadis dengan riasan berantakan masuk bersama tangisannya.
Sean menghela nafas dengan berat.
"Paris?"
**
*
Jangan lupa Vomment
Maaf Typo
Siera
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top