34

**

   Tori masih di kamarnya, berjongkok disisi kamarnya dengan tatapan bingung. Menghela nafasnya dengan berat, Tori masih tidak mengerti dengan sikap aneh Sean.

Sean pemarah, selalu mengancam dan memarahi Tori. Pria itu juga punya seorang kekasih, mereka seharusnya berkencan semalam bukan?

Tapi kenapa Sean mencarinya dan menyeretnya pulang? Bahkan mencium Tori dengan sangat panas.

Sean jelas tidak mabuk semalam, meskipun-

   Tori menangkup pipinya yang kembali memerah, menekuk bibirnya kesal saat aroma anggur dari bibir Sean masih melekat diingatannya.

Sean benar benar aneh.

Bagaimana jika Paris marah?

    
"Tori!"
   Teriakan itu membuat Tori tersentak, bergegas bangkit dan setengah berlari keluar kamarnya.

"Tori!"

"Iya, Sean."

"Kita sudah terlambat!"
   Pria itu berdiri di ujung tangga, berkacak pinggang sebelah tangan menatap Tori dengan kesal.

Lihat, Sean selalu marah padanya bukan?

Bahkan terkesan tidak menyukai Tori, jadi kenapa Sean menciumnya?

"Brengsek, Tori! Aku bilang terlambat dan kau hanya menatapku? Apa yang tidak kau mengerti dari ucapanku?"
   Tori mengerjap, meringis pelan lalu bergegas turun. Mengambil barang barang Sean dimeja dan mengekori pria itu menuju mobil.

"Selamat Pagi, Tuan."

"Ya, Pagi."
   Sahut Sean sekenanya, Tony dan Orland tersenyum saat melihat Tori yang terlihat kerepotan seperti biasa.

"Selamat Pagi, Tori."

"Selamat, pagi!"
  Gadis itu menujukkan senyuman lebarnya, Sean mendengkus lalu memutari mobil, membuka pintunya dan  bersiap masuk sebelum tatapannya jatuh pada tanda merah di lekukan leher menggoda Tori.

Brengsek.

"Tori, masuk!"
   Gadis itu menoleh kearahnya, menatapnya  kesal sebelum memelih menurut.

"Buka gerbangnya."
   Ujar Sean memasuki mobil, menyalakan mesinnya lalu menatap Tori yang sialnya lagi lagi bersikap dengan tenang.

Sean mendelik tidak percaya, apa pesonanya benar benar tidak berpengaruh pada perempuan aneh ini?

"Lehermu."
   Gadis itu menoleh, menatap Sean dengan bingung sebelum meraih cermin.

"Sean!"

"Apa?"
   Sahut Sean setengah menggeram,  perempuan itu menatapnya dengan tatapan menuntut.

"Kenapa kau meninggalkan tanda?"

"Kenapa? Kau tidak suka?"
    Suara Sean meninggi, Tori menekuk bibirnya nyaris menangis.

"Kau benar benar aneh, kau selalu membuatku bingung Sean."

"Apa yang membuatmu bingung? Apa kau tahu, satu satunya yang aneh dan membingungkan disini adalah kau, Tori?"
   Sean menginjak pedal gasnya semakin dalam, melemparkan tatapan membunuhnya pada Tori yang sialnya lagi lagi menunjukkan tatapan bingungnya.

"Kau selalu kesal padaku, kau bahkan punya seorang ke-"

"Aku tidak punya kekasih!"
   Tori mengerjap sekali, memiringkan kepalanya dan menatap Sean tidak percaya.

"Paris?"

"Dia bukan kekasihku!"
   

"Lalu kenapa menciumku?"
   Sean menghentikan mobil dengan tiba tiba hingga Tori nyaris menghantam dashboard jika tidak mengenakan safetybeltnya, suara decitan ban mobil jelas menarik perhatian orang orang didepan gedung milik Ben.

"Aku menginginkanmu, apa ciumanku masih kurang jelas?"
      Tori terdiam, tidak menujukkan reaksi apapun hingga Sean kembali menyumpah.

"lihat, kau yang aneh dan membingungkan Tori!"
   Teriak Sean frustasi, Tori kembali mengerjap lalu melayangkan protes

"Aku hanya berpikir, kau selalu kesal padaku. Bukankah aneh jika kau tiba tiba menginginkanku?"
     Suara Tori merendah saat Sean kini menatapnya dengan tatapan seolah ingin menelannya bulat bulat.

"Yang perlu kau ingat, aku menginginkanmu. Jadi berhenti menatapku dengan bingung saat aku menciummu!"

"Kau akan menciumku lagi?"
   Sean menghela nafasnya berat, memejamkan mata lalu menekan pangkal hidungnya.

"Sialan, Tori."

"Apa?"
   Sean berdecak, menatap Tori dengan tajam lalu kembali bersuara.

"Aku! Me-ngi-ngin-kan-Mu! Titik!"
     Sean bergegas turun, menutup pintu mobil dengan keras dan meninggalkan Tori yang melemaskan bahunya.

Si pemarah itu.

Kenapa tidak mengatakannya dari awal?

Tori tentu tidak akan kebingungan, bukan?

**

       Helen sedang memeriksa barang barang dari sponsor saat Sean memasuki ruang ganti seorang diri, pria bertubuh tegap itu terlihat kesal saat menghempaskan tubuhnya ke kursi tepat didepan meja rias.

"Di- Di mana Tori?"
   Tanya Helen dengan ragu,

"Hm."
  Pria itu hanya menggumam malas, memejamkan matanya dan membiarkan para Stylist memulai pekerjaan mereka di wajah dan rambutnya.

     Helen melengkapi cacatannya lalu bergegas keluar, mencari Tori yang baru saja keluar dari kotak besi itu dan melambaikan tangan dengan semangat saat menemukannya.

"Selamat Pagi, Helen!"

"Selamat pagi, Tori."
      Helen memperbaiki letak kacamatanya, terlihat salah tingkah melihat tanda dileher Tori, beberapa orang bahkan menatapnya secara terang terangan.

"Itu, lehermu."

"Oh!"
   Tori memekik pelan, menyentuh tanda dilehernya lalu menunjukkan cengiran khasnya.

"Bisa tolong aku mengatasi ini?"
   Helen mengangguk, menarik Tori menuju ruang ganti dimana Sean masih memejamkan matanya.

"Apa kau tahu? Semua orang membicarakanmu, mereka melihatmu dan Ben pulang bersama."
   Bisik Helen, meraih sesuatu diatas meja rias dan meminta Tori agar memiringkan kepalanya.

"Benarkah?"

"Ya, tanda ini akan membuat mereka yakin jika kau dan Ben berkencan."
    Bisik Helen dengan hati hati, menatap sekitar kalau kalau ada yang mendengarnya

"Tapi ini bukan tanda dari Ben."
   Helen terdiam beberapa saat, mengerjap lalu memekik pelan. Menatap Tori yang hanya menunjukkan tatapan santainya dengan tatapan tak percaya.

"K-kalau begitu-"
     Helen menelan ludahnya, melirik Sean yang entah sejak kapan melemparkan  tatapan tajam penuh peringatannya.

"Jangan bergosip, ladies."
   Desisnya pelan, Helen semakin salah tingkah. Menarik Tori ke sisi ruang ganti dan mendudukkannya disana, gadis itu bahkan tersentak saat Bram memasuki ruangan.

"Helen, kau sudah me- ada dengan lehermu Tori?"

"Bram."
    Helen menatap Bram dengan tatapan memelas, pria itu tampak penasaran sebelum menyadari Sean yang memutar kursinya kearah mereka.

"Oh- Halo, Sean. Maaf, kemarin aku harus pulang lebih dulu."

"Tidak masalah."
    Baru saja Bram akan kembali membuka Suara pintu ruang ganti menjeblak terbuka, Ben masuk dengan paper bag ditangannya.

"Pagi, Tori!"

"Pagi."
   Pria itu  mengedipkan matanya menggoda lalu menyerahkan Paper Bag ditangannya.

"Kau melupakan celana dan sepatumu di semalam."

"Ben!"
   Ben terkekeh senang, tidak peduli bisikan dan tatapan tajam yang ingin mengulitinya hidup hidup.

     Tanda di leher Tori lebih menarik perhatian Pria itu.

"Woah, tanda? Seingatku, aku tidak meninggalkan tanda satupun."
      Ben menghindar cepat tepat sebelum ujung sepatu Tori mengenai tulang keringnya, gadis itu terlihat begitu kesal hingga pipinya memerah.
   

"Pergi dari sini!"

"Tapi ini gedungku."

"Ben!"
   Ben terkekeh pelan, beralih pada Helen yang seketika menahan nafansya.

"Biarkan itu, aku ingin semua orang melihatnya."
    Bisik Ben melirik kearah Sean yang nyaris hilang kendali, pria itu benar benar siap menerjang Ben yang lagi lagi menghindar dari tendangan maut Tori.

"Kau menyebalkan!"
      Tori semakin kesal saat Ben hanya melambaikan tangannya lalu segera berbalik dan melangkah keluar dengan santainya.

"Bukankah, ini pagi yang sangat indah?"
    Detik berikutnya yang terdengar hanya suara tawa keras dari pria itu.

**
Jangan Lupa Vomment
Maaf Typo

Siera.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top