33

**
   
    Ben menurunkan kameranya, melangkah menuju meja dan meneggak anggur dengan rakus dari botolnya. Nafasnya terengah, tatapannya jatuh pada gadis yang sedang duduk diatas kursi tinggi dengan pose menggodanya.

Oh, sekarang Ben mengerti.

Kenapa Ayahnya begitu memuja gadis ini atau Kakaknya semakin sinting setelah mengenalnya.

  Mengerti, kenapa Ben yang saat itu masih berusia 13 tahun tidak diperbolehkan memasuki ruang pemotretan Ayahnya.

    

Perempuan ini.

Benar benar sebuah mahakarya.

"Sudah selesai?"
  Ben menghela nafasnya kasar, berkacak pinggang sebelah tangan setelah membanting botol anggurnya.

"Aku bahkan belum 30 menit mengambil gambarmu, Tori."
     Gadis itu mencebikkan bibirnya kesal, Ben lagi lagi menghela nafasnya.

Apa Tori memiliki kepribadian ganda?

Bagaimana bisa orang yang sama memiliki sisi yang berbeda?

Sial.

Ben sudah mengetahui tentang hal ini tapi tetap saja ia masih terkena serangan kejut.

"Tori, dimana kalungmu?"
    Ucap Ben menyadari sejak mereka bertemu, Tori tidak lagi mengenakan kalungnya.

"Itu-"
   Tori menyentuh lehernya, menatap Ben dengan mata bulatnya yang seketika dihantui rasa bersalah atas ucapannya beberapa saat lalu.

"Maafkan aku."

"Ha?"

"Aku membuatmu menangis, kau tahu bukan? Bagaimana industri ni bekerja? Kau pergi begitu saja dan aku hanya bisa menebak."
    Ucap Ben dengan sungguh sungguh, Tori menghela nafasnya lalu menunduk.

"Bukan salahmu."

   Suara bel yang mendesak memenuhi ruangan menyentak keduanya, berikutnya terdengar gedorang keras yang membuat Tori melompat turun dari kursi dan menggulung rambutnya.

"Kau mengundang seseorang?"
   Tanya Tori dengan bingung,

"Tidak, si-"
   Ucapan Ben menggantung diudara, tertawa saat menebak siapa yang berada dibalik pintunya saat ini.

Ah, jadi benar?

Sesuatu telah terjadi antara mereka?

"Jangan kancing kemejamu!"

"Ha?"
   Ben melangkah menuju pintu, membuka dengan tenang sebelum tubuh tegap itu menerobos dan sengaja menyenggol bahunya dengan keras.

"Tori!"

"Bukankah tidak sopan-"

"Persetan,  dimana Tori!?"
      Rahang Sean mengeras menyadari Ben tidak mengenakan atasan, menoleh dengan cepat saat menyadari kehadiran gadis yang sedang mengancing kemejanya.

Jantungnya mencolos.

Jangan katakan-

"Apa yang sedang kau pikirkan, Tori!?"

"Se-sean."

"Sudah kukatakan, jangan kancing kemejamu."
   Sean nyaris menjatuhkan kepalannya pada Ben yang hanya mengedikkan bahunya santai.

"Tutup mulutmu!"

"Sean, Aku-"

"Kau benar benar ingin keluar dari rumahku?"
  Sean kembali memusatkan perhatiannya pada Tori, gadis itu menggeleng cepat mendengar ucapannya.

"Ide bagus, Tori bisa tinggal bersamaku disini."

"Dalam mimpimu!"
   Sean meraih lengan Tori, menarik gadis itu agar segera beranjak dari sana.

"Hei, aku belum selesai dengan Tori!"

"Selesaikan saja urursanmu sendiri, aku akan membawa Tori pulang!"
   Sean lagi lagi melewati Ben dengan sengaja menabrak bahunya, melangkah lebar meninggalkan apartermen Ben yang melambaikan tangannya semangat pada Tori.

     Gadis itu benar benar terlihat menggemaskan dengan wajah memelasnya.

Ah, Ben akan menunggu kabar baik.

**

      Sumpah serapah kembali meluncur dari mulut Sean saat menyeret Tori di lobi, melewati para penjaga yang menatapnya bingung dan membuka pintu mobilnya dengan cepat.

"Masuk!"
     Perempuan yang sialnya hanya mengenakan kemeja itu menekuk bibirnya, menurut saat Sean melotot penuh peringatan.

Brengsek!

  Kenapa Sean terlihat seperti seorang Ayah yang sedang menyeret putrinya pulang?

   Sean membanting pintu mobilnya dengan keras, memutari mobil lalu melesat dengan cepat dan duduk dibalik kemudinya.

"Kau berkencan dengan Ben?"

"Tidak!"
   Sahut Tori dengan cepat, Sean mengeram rendah saat tatapannya jatuh pada kedua kaki sialan Tori.

  Mencengkram kemudinya dengan kuat agar tidak memecah konsentrasinya membelah jalanan yang masih cukup ramai.

Berengsek, Tori dan kemejanya!

"Lalu apa!? Siapapun akan berpikir kalian sedang berkencan melihat kau-"
  Sean sekali lagi menatap Tori yang hanya mengenakan kemeja kebesaran berantakan dan rambut yang digulung asal.

So ready to be fu-

      Sean mengumpat keras hingga Tori tersentak, menatap bingung kearah Sean yang terlihat begitu tegang dibalik kemudinya.

"Ada apa denganmu, Sean? Bukankah, kau akan menginap di-"

"Kau sendiri kenapa tidak pulang!?"
    Tori semakin bingung, menatap Sean dengan mata bulat sialannya.

"Aku tidak tahu jalan pulang."

"Kau bisa bertanya pada Helen! Pada Ben! Pada siapapun!"

"Tapi-"

"Tidak ada Tapi! Mulai sekarang jika kau mau melakukan sesuatu, kau harus mengatakannya padaku!"

"Se-"

"Kau tinggal dirumahku, jadi kau harus mengikuti peraturanku!"
   Mobil Sean berbelok memasuki pelataran rumah, Tony dan Orland masih tampak berjaga dan kembali mengunci gerbang.

    Mereka bergegas turun, Sean melangkah lebih dulu membuka pintu rumah dengan bantingan keras sementara Tori mengekorinya.

"Apa kau mengerti Tori?"
   Sean berbalik, menatap Tori yang masih menunjukkan tatapan bingungnya.

"Aku mengerti."

"Tapi kenapa kau masih terlihat bingung!?"
   Tori meremas jemarinya yang saling bertautan, mata bulatnya menatap Sean yang kembali mengumpat kesal.

"Itu, bukankah kau sedang berkencan dengan Paris? Tapi kenapa kau-"

Persetan!

   Sean menyantak tubuh Tori dalam pelukannya, meraup bibir dengan rakus sementara telapak tangan lebarnya mendorong punggung gadis itu agar semakin merapat pada tubuhnya.

Sialan, Tori!

     Sean semakin menunduk, mencium bibir Tori dengan basah lalu menghisap bibir bawahnya keras hingga gadis itu terkesikap.

"Sean."
   Sean menyumpah saat merasakan cengkraman Tori di kausnya, merendahkan tubuhnya hanya untuk meraih tubuh gadis itu dan melilitkan tungkainya dipinggangnya.

      Melangkahkan kakinya menuju undakan tangga, tidak mampu manahan diri untuk tidak menggerekkan jemarinya meremas dada Tori yang mengerang pelan dalam mulutnya.

Berengsek!

Sean mengeras.

Sangat keras dan sialan berdenyut.

"Apa yang kau lakukan padaku, Tori."
   Sean menggeram, mengecup lekukan lehernya dengan decapan keras yang membuat Tori menahan nafas masih dengan tatapan sialan bingungnya.

"Bukankah aku yang harus bertanya? Kau benar benar aneh, Sean."
    Sean memejamkan matanya, menghembuskan nafasnya kasar dengan rahangnya mengeras saat menurunkan Tori diatas undakan tangga.

"Masuk ke kamarmu."

"Tapi-"

"Tori."
   Nafas mereka masih terengah dan Tori masih saja menatap Sean dengan bingung. Perempuan itu mengerjap lalu berbalik dengan langkah ragu menaiki undakan tangga, sama sekali tidak menoleh menatap Sean yang kembali meluncurkan sumpah serapah dari bibirnya.

Sepertinya ia benar benar sudah gila!

    Sean mengusap wajahnya putus asa, menyadari mungkin malam ini ia akan kembali berakhir memalukan di kamar mandi..
  

Dengan air dingin.

Air yang sangat dingin.
**

*

*

**

Dilarang santet onlen 🌚🔪

**
Jangan Lupa Vomment
Maaf Typo

Siera

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top