30
**
Tori menghela nafasnya dengan tenang, memeluk Bathrobe Sean yang sedang berpose dengan gadis bernama Paris dibawah kilauan blits kamera Ben. Mereka terlihat begitu panas tentu saja, Paris bahkan tanpa canggung memeluk punggung telanjang Sean yang hanya mengangkat dagunya angkuh kearah titik fokus Ben.
Mereka benar benar..
"Tori?"
Tori mengerjap, mengangkat wajahnya ke arah Helen yang mengulurkan segelas kopi hangat.
"Kau sudah selesai?"
Helen meringis pelan, memperbaiki letak kacamatanya lalu mengambil tempat disisi Tori.
"Ya, stylist Sean sedang bersiap untuk busana berikutnya."
Tori hanya mengangguk pelan, menyesap kopinya dengan hati hati lalu kembali menatap sepasnag anak manusia yang menjadi pusat perhatian diruangan ini.
"Kau tidak ingin bertanya?"
"Tentang?"
Alis Tori terangkat, menatap Helen yang tersenyum salah tingkah.
"Paris?"
Tori membulatkan bibirnya.
"Memangnya dia siapa?"
Helen berdehem pelan, menatap sekitar mereka lalu berbisik.
"Aku dengar, Paris orang yang cukup penting bagi Sean."
"Penting?"
Helen mengangguk pelan.
"Mereka debut nyaris diwaktu yang bersamaan, sejak awal Sean memang selalu terlihat peduli pada Paris. Rumornya mereka sudah bertunangan dan sejenisnya, hanya saja mereka belum terendus media."
Tori terdiam, keningnya mengkerut dalam. Mulai bertanya tanya, jika Sean memiliki Paris lalu kenapa mencium Tori?
Tori pernah berciuman, ia bahkan mengenal seseorang yang selalu menciumnya saat mereka bertemu. Tapi mengingat bagaimana Sean yang pemarah, suka memerintah dan pengancam, Tori tentu saja kebingungan.
Tori menjentikkan jemarinya.
Mengangguk dengan semangat saat menemukan jawaban yang paling masuk akal.
Yah, Sean mabuk.
Tentu saja Sean mabuk.
"Tori, kau baik baik saja?"
Tori terkekeh pelan, mengangguk kearah Helen yang menatapnya bingung lalu kembali menyesap kopinya.
"Kerja bagus."
Suara Ben merenggut perhatian, para kru segera bergegas, Tori dan Helen ikut beranjak dari tempat mereka. Berniat menghampiri Sean sebelum pria itu mencengkram lengan Paris dan setengah menyeretnya memasuki ruang ganti.
"Lima menit, tolong jangan mendekat!"
Ujarnya menutup pintu dengan syara bedebum keras, Tori melempar tatapannya kearah Helen yang hanya mengedikkan bahunya.
"Tori?"
Tori menoleh kearah Ben yang sedang berdiri diatas meja panjang dimana mulai dari kamera, lensa dan peralatan lainnya berjejer dengan rapih.
"Pergilah."
"Tapi-"
Helen mengambil alih barang barang Sean, mengangguk meyakinkan afar Tori segera bergegas.
"Ayo."
Tori mengangguk pelan, menggaruk pipinya lalu menghampiri Ben yang memutar mutar lensanya.
"Ada apa? Sudah kubilang, jangan-"
"Iya, aku tahu Tori. Tapi aku tidak membawamu kemanapun, lagi pula Sean sedang menyelesaikan urusannya di dalam sana."
Ben mengedipkan katanya, tersenyum kearah Tori yang hanya menekuk bibirnya kesal.
"Tapi tetap saja kau menggangguku."
"Ayolah, kau mau membantuku?"
Tori mengerjap, ikut menunduk menatap apa yang Ben lakukan pada kameranya.
"Ini kamera baruku, aku ingin mencobanya."
"Dan?"
Ben mengangkat wajahnya, mengusap rambut Tori gemas karna sama sekali tidak menangkap maksudnya.
"Kau akan menjadi objek yang luar biasa kau tahu?"
Tori menahan kamera Ben yang terangkat, menahannya seraya melemparkan tatapan peringatan.
"Kau gila?"
"Kenapa? Ah, disini terlalu ramai. Kau ingin tempat yang-"
"Ben!"
Ben tertawa, meletakkan kamera ditangannya lalu menatap Tori dengan serius. Masih dengan senyuman diwajahnya yang membuat para kru Ben diam diam mencuri tatapan kearahnya.
"Aku serius."
"Aku juga."
Ben membuka bibirnya, berniat membalas ucapan Tori sebelum suara dari arah ruang ganti mengalihkan perhatian mereka.
"Tori!"
"Astaga, ini bahkan belum lima menit."
Gerutunya, menatap Tori yang hanya menunjukkan cengiran khasnya lalu setengah berlari menuju ruang ganti.
Benar benar.
**
"Kenapa kau tidak mengatakan apapun padaku tentang pemotretan ini?"
Paris menyentuh lengan Sean, mengusapnya dengan tatapan antusias seperti biasa.
"Kejutan."
"Tapi aku tidak suka kejutan."
Sean menepis dengan kasar tangan tangan Paris dari tubuhnya, membuat gadis itu tersentak tak percaya.
"Kau tidak suka?"
"Aku tidak pernah suka!"
Paris mengepalkan jemarinya, menatap tak percaya kearah Sean yang lagi lagi menatapnya dengan dingin.
"Kau tahu? Aku benar benar merindukanmu, tapi kau- kau benar benar berubah Sean."
"Aku memang sudah berubah."
Sean tak menyangkal, tidak berniat memperpanjang semuanya sebelum Paris kembali meraih lengan Sean yang akan berbalik menuju pintu.
"Kau pikir aku tidak tahu tentang Melinda?"
"Apalagi?"
Geram Sean, menahan ribuan umpatan diujung lidahnya saat Paris kembali bergelayut dilengannya, menjatuhkan tangannya dimana mana.
"Aku hanya pergi sebentar tapi skandalmu bersama wanita tiga bulan ini benar benar membunuhku."
Sean mengeraskan rahangnya, menghela nafasnya dengan kasar lalu mencengkram kedua bahu Paris.
"Kau tahu itu tidak benar."
"Tapi-"
"Cukup, pekerjaan kita masih panjang. Aku bahkan belum istirahat dengan benar, kau tahu?"
Paris mengangguk pelan, wajah cantik yang di poles make up itu tidak mampu menyembunyikan kekecewannya.
"Maafkan aku."
Sean menghela nafasnya, menatap gadis bermata biru yang tujuh tahun terakhir ini menjadi bayang bayangnya.
"Duduklah."
Ujarnya berbalik menuju pintu, membukanya lebar lebar lalu meneriakman nama Tori sedikit lebih keras.
"Iya, Sean."
Gadis itu menyampirkan Bathrobe nya dengan cekatan, mengekori Sean bersama stylist nya dan tentu saja tim Paris yang datang bersama beberapa jam lalu.
Mereka serempak mengerjakan tugas mereka, dimulai mengganti make up, rambut dan menyiapakan pakaian yang tentu akan rilis musim panas nanti.
Seperti biasa Tori akan menunggu disisi ruangan, menanti perintah Sean yang sedang berada dalam suasana hati yang buruk.
Memainkan ponselnya, lalu menatap Helen dari pantulan kaca.
"Ini sesi terakhir untuk hari ini?"
Helen tersentak, memperbaiki letak kacamatanya lalu mengangguk pelan.
"Iya, Sean. Ah, apa aku perlu memeasan makanan?"
"Pesan untuk kalian, aku akan makan malam diluar."
Mendengar itu Paris menoleh, ada binar penuh harap saat menatap Sean.
"Kita akan makan malam? "
"Ya."
Sahut Sean setengah hati, tatapannya lalu terjatuh pada Tori yang tidak menunjukkan emosi apapun diwajahnya.
"Lalu, kau akan menginap di apartmenku?"
Sean mengerjap sekali, alisnya terangkat lalu kembali bersuara.
"Hm."
Sahutnya dengan gumamam malas, masih menjatuhkan tatapannya pada Tori yang masih tak bergeming dengan wajah dan tatapan santai sialannya.
Brengsek.
Apa yang ada di kepala kecil perempuan aneh itu?
"Sean?"
Bisikan pelan itu membuat alis Sean terangkat, memutar kursinya hanya untuk memastikan Tori yang kini mengerutkan keningnya kebingungan.
"Apa?"
Gadis itu terlihat ragu membuka suara saat Paris ikut menoleh menatapnya dan orang orang yang ada didalam ruangan itu berakhir menaruh perhatiannya pada Tori.
"Dia siapa?"
"Asistenku."
"Oh, dia-"
Paris tak melanjutkan ucapannya, hanya menatap Tori lekat lekat dengan penuh perhatian.
"Ah, tidak apa apa."
Sahut Tori menggaruk pipinya yang tidak gatal, meringis pelan menyadari Helen yang menghela nafasnya dengan lega.
"Sean, Paris, sudah waktunya."
Salah seorang kru Ben membuka pintu, menganggukkan kepalanya pada Sean dan Paris yang membuat keduanya juga segera bergegas.
Tanpa tahu,
Jika Tori sedang memikirkan bagaimana cara pulang dengan selamat tanpa kehilangan apapun.
**
*
*
*
Ko acian ama Tori yah gaes 😭😂🙊
**
Jangan Lupa Vomment
Maaf Typo
Siera
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top