29
**
Hujan.
Ben mendesah gusar, mendelik kearah Tori yang memekik girang siap melompat menerjang rintikan menyejukkan itu sebelum Ben menangkap pergelangannya.
"Ben."
Gadis menoleh, menatapnya dengan mata memelas yang membuat Ben menggeleng pelan penuh perhitungan.
"Tidak"
"Tapi-"
"Tidak ada tapi, aku tidak mau mereka semua melihatmu bermain hujan dengan kemeja setipis itu yang-"
"Ben!"
"Karna kita tidak akan mendapatkan ice cream, bagaimana jika kita keruanganku?"
Tori mengerjapkan matanya, menoleh sekali lagi kearah pelataran gedung studio milik Ben yang sedang diguyur hujan lebat.
Sudah berapa lama ia tidak bermain hujan?
"Ayo."
Ben merangkul bahu Tori agar bergegas beranjak dari sana, mengabaikan tatapan tatapan sejak tadi terus mengikuti langkah kaki dua anak manusia yang masih menciptakan tanda tanya besar di kepala mereka.
"Tori."
"Hm?"
"Kau baik baik saja? "
Ben menoleh kearah Tori yang masih menunjukkan raut wajah yang sama, hanya Ada mereka setelah pria itu melempar tatapan mengancam pada siapapun yang berniat memasuki kotak besi yang bergerak semakin cepat itu.
"Tidak apa apa."
"Tidak apa apa bukan berarti sesuatu tidak terjadi."
Tori menggaruk pipinya, menunjukkan cengiran khasnya pada Ben yang terlihat gemas ingin menggigitnya.
"Serius, aku tidak apa apa."
"Katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi. Sean melakukan sesuatu padamu?"
Tori menggeleng cepat, membuat Ben memicingkan matanya memastikan.
"Jangan berbohong padaku, kau masih berhutang penjelas padaku dan.."
"Dan apa?"
"Bagaimana kau mengenal Sean?"
"Itu-"
"Kau bahkan tinggal dirumahnya."
Tori mengerjap, bibir merah menggodanya terbuka dengan tatapan yang membuat Ben semakin gemas dengan gadis mempesona dihadapannya.
"Bagaimana-"
Tori mengerjap masih menatap Ben yang mendesah gusar dan bersandar di dinding kotak baja yang berhenti dan perlahan membuka pintunya dengan suara dentingan nyaring.
"Ayo."
Ben menarik Tori bergegas keluar, melewati meja asistennya dan membuka sebuah pintu dengan ukiran rumit dengan sedikit tergesah.
Ruangan yang di dominasi abu abu itu menyambut mereka, sebuah meja memunggungi jendela yang berembun karna hujan, beberapa Foto menggantung di dinding, frame raksasa yang tertutupi kain abu abu dan sofa disudut lain ruangan dimana Ben mendudukkannya disana dengan tatapan serius.
"Dengar, aku akan sangat senang jika kau kembali. Tapi tidak dengan skandal bersama Sean."
"Skandal? "
Ben mengangguk, menghela nafasnya dan mengusap rambut Tori dengan lembut.
"Skandal karna kau tinggal bersama Sean."
"Bagaimana-"
"Victoria."
Tori terdiam, menelan salivanya susah payah dan menunduk menatap tautan jemarinya yang berakhir dalam genggaman hangan Ben.
"Aku bingung harus memulai dari mana."
Ben menunduk mengangkat jemarinya, mengangkat wajah gadis itu agar membalas tatapannya.
"Bagaimana dengan apa yang terjadi malam itu? di apartement Nando."
Tubuh Tori menegang dan Ben menyadarinya, mengalihkan tatapannya pada Ben dan bergegas bangkit.
"Aku harus kembali."
"Tori."
Ben menahan lengan gadis itu yang segera ditepis dengan tatapan rasa bersalah.
"Sean akan mencariku."
"Tori!"
Ben menyentak tubuh gadis itu, menariknya dalam rengkuhannya dan memeluknya dengan erat.
"Aku hanya tidak ingin kau terluka."
"Aku baik baik saja Ben."
Ben semakin mengeratkan pelukannya, gadis yang sejak remaja mengekorinya kemana mana dan suka memerintahnya sesukanya.
"Kadang aku tidak percaya jika kau jauh lebih tua dariku."
"Bukankah aku memang lebih tua?"
Ben menarik dirinya, menunduk menatap Tori yang entah bagaimana masih terlihat sama seperti beberapa tahun lalu.
Mengenal gadis itu saat ia sendiri masih berumur 14 tahun lewat ayahnya yang luar biasa tentu saja.
"Apa kau Vampir?"
Tori memukul dada Ben kesal, beringsut melepaskan diri dari pelukan Ben.
"Aku harus kembali bekerja, Ben. Sebaiknya jangan melakukan hal seperti ini lagi, kau tahu bukan aku tidak pernah bermain main dengan pekerjaanku?"
Ben menghela nafasnya, menatap Tori dengan ribuan hak yang sedang berkecamuk dikepalanya.
"Aku tahu, tidak bisakah kau membatalkan kontrakmu?"
"Aku-"
"Aku akan membayarnya, kau bisa tinggal bersamaku dan aku akan sangat senang jika kau membantuku disini."
Tori tertegun, menunduk menatap jemarinya yang saling bertautan lalu berbisik pelan.
"Aku pikir, aku tidak akan berurusan lagi dengan industri."
"Apa karna itu kau tidak pernah menghubungiku?"
Tori mengangguk pelan, masih menundukkan kepalanya.
"Tapi kau kembali bersama Sean."
Tori mengangkat wajahnya, meringis pelan mengingat bertemu dengan Sean diluar kendalinya.
"Aku tidak siapa Sean sebelumnya."
Ben menggelengkan kepalanya, menatap Tori sedikit tidak percaya.
"Apa kau tidak pernah menonton tv, atau setidaknya melewati jalan dan toko dimana gambar Sean tercetak dengan sangat jelas?"
Tori terkekeh pelan, melihat itu Ben tersentak dengan mata membelalak.
"Jangan bilang-sialan, apa yang sebenarnya kau lakukan selama ini?"
Geram Ben frustasi, Tori memiringkan kepalanya dan tertawa menggemaskan.
"Menurutmu?"
**
Sean menghela nafasnya saat mendengar suara Ben, bergegas bangkit dari tempatnya lalu menoleh melemparkan tatapan tajamnya kearah Tori yang menatapnya dengan lekat lekat. Alisnya terangkat.
"Apa?"
Tori hanya menggeleng cepat lalu mengalihkan tatapannya dari Sean
"Bisa kau pindahkan kotak itu kesisi kanan?"
Ben yang sedang mengamati Set sesi pemotretan yang baru saja selesai diubah dari lensanya kembali menoleh kearah Tori.
Pria itu lagi lagi memberi instruksi sebelum menoleh kearah Tori dan memberi tanda pada asistennya untuk menyerahkan paper bag.
"Apa ini?"
"Ponsel untukmu."
"Tapi-"
Kalimat Tori mengambang diudara saat Sean dengan cepat meraih paper bag itu dari tangannya, menyerahkannya kembali pada asisten Ben dan menarik Tori kesisinya.
"Tidak perlu, aku yang akan memberinya ponsel."
"Sean."
Cicit Tori menarik lengan baju pria itu, menyadari seisi ruangan yang sebelumnya dipenuhi kebisingan kini mendadak hening.
"Kau seharusnya melakukan itu sejak awal, Sean."
Ben bersidekap, membalas tatapan Sean tak kalah sengitnya.
"Aku tidak memikirkan itu, karna Tori selalu bersamaku."
Desis Sean, rahangnya mengeras. Tatapan tajam membunuhnya seolah tidak memberikan pengaruh pada Ben yang diam diam mengankat sudut bibirnya.
"Oh, yah?"
Sahutnya lamat lamat, tatapannya beralih pada Tori yang terlihat memelas.
"Ya, a-"
"Sean."
"Apa?"
Selaan itu membuat Sean menoleh cepat kearah Bram yang memberinya tatapan penuh arti, menghela nafasnya tenang lalu melepas cengkramannya dari Tori.
"Terimakasih untuk perhatianmu, tapi aku bisa mengurus asistenku sendiri."
Sean baru saja menyelesaikan kalimatnya sebelum lift berdenting dan suara yang sangat dikenalinya itu menjerit memenuhi kepalanya.
"Sean!"
Tubuh molek itu menerjang Sean bahkan sebelum ia sempat mengedipkan matanya, mengecup rahangnya lalu bergelayut maja ditubuhnya seperti biasa.
Sean menunduk, mengeraskan rahangnga saat gadis cantik dengan bibir sensual itu benar benar ada dalam pelukannya.
Brengsek.
"Paris."
**
Jangan Lupa Vomment
Maaf Typo
Siera
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top