27

** 

      Tori setengah membanting pintu mobil dengan wajah yang tertekuk, sama sekali tidak menatap Sean yang mengekorinya memasuki rumah dengan wajah garangnya.

     Pria itu melanjutkan langkahnya menuju dapur saat Tori memilih untuk mengganti pakaiannya, kembali melepaskan kancing teratas kemejanya sebelum menggulung lengannya hingga sebatas siku. Ia bahkan tidak repot repot mengingat dimana ia melemparkan jas sialannya yang membuatnya semakin gerah.

    Setengah kesal ia membuka lemari disudut kanan dapurnya, meraih sebotol Wine dan menenggaknya tanpa ampun melewati tenggorokannya.

Brengsek.

   
    Sean menurunkan botolnya dengan nafas terengah, menyeka sudut bibirnya kasar saat sosok itu melintasi dapur menuju ruang cuci dengan kaos longgar dan rambut yang dicepol asala asalan pemiliknya hingga memamerkan leher jenjang yang membuat Sean menelan salivanya susah payah.

Brengsek.

"Kau marah padaku?"
    Sean menarik lengan gadis itu, menatapnya marah saat menepis tangannya dengan wajah tanpa bersalahnya.

"Aku tidak marah, aku hanya tidak ingin bicara padamu."

A-pa?

"Apa karna makan malam tadi?"

"Kau pikir? Aku bahkan belum menyentuh makananku sedikitpun."
    Sean mendengus kesal, berkacak pinggang dengan sebelah tangan. Kembali mengumpat kesal saat tatapannya kembali jatuh dileher jenjang sialan menggoda itu.

"Hanya karna sepotong daging kau tidak ingin bicara padaku? aku bahkan bisa membeli restorannya untukmu!"
     Gadis itu mengangkat alisnya, mengibaskan tangannya menyadari Sean yang setengah mabuk atau mungkin memang sudah mabuk.

"Kau mabuk, sebaiknya kau berhenti minum dan istirahat karna besok kau masih ada pemotretan."

"Persetan Tori!"

"Baiklah, terserah padamu."
    Tori berniat bergegas beranjak dari sana sebelum cengkraman dilengannya menariknya dengan kuat hingga punggungnya membentur dinding dapur.

"A-"
    Bibir panas itu meredam suara Tori yang memekik tertahankan, kedua matanya membulat saat Sean melumat bibir atas dan bawahnya bergantian dengan liar.

Mendesaknya tanpa ampun, melilitkan lengan kokohnya di tubuhnya dengan erat hingga ia menggeram kehilangan nafasnya.

"Sean."
    Tori mendorong bahu tegap pria itu hingga tautan bibir mereka yang membengkak terlepas, terengah dengan hebat saat jejak panas itu masih membara dibibirnya.
   
"Apa yang-, Kau mabuk."
      

"Aku tidak mabuk."
    Tori mengerjapkan matanya sekali menelan salivanya susah payah saat Sean yang juga masih terengah memejamkan matanya tanpa mengambil jarak dari tubuhnya.

"Lalu-"
    Jemari itu terangkat membungkam bibirnya, mengusapnya pelan sebelum beralih kerambutnya yang jatuh tergerai dengan indah dipundaknya saat Sean melepaskan ikatannya disana.

"Kembali kekamarmu."
    Sean melangkah mundur, membiarkan Tori melesat dari kukungan tubuhnya. Menoleh sekali lagi dengan tatapan bingung di wajah tanpa dosanya.

Bingung?

     Sean meraih botol Wine nya menenggaknya rakus hingga tandas saat dirinya sendiri ikut dilanda kebingungaan mencari alasan saat ia mencium bibir sialan menggoda gadis aneh yang tinggal dirumahnya.


Brengsek.

Sean ingin merasakannya lagi.

**

    Matari sudah beranjak dari peraduannya saat Tori masih berkutat dengan barang barang Sean yang harus ia bawa ke studio milik Ben, tempat dimana mereka melakukan pemotretan sejak minggu lalu, kembali menyentuh bibinya saat merasakan jejak panas itu masih membara disana.

"Tori."
    Gadis itu menghela nafasnya, menyampirkan tasnya dan memeluk beberapa barang diantara lengannya dan bergegas keluar.

"Tori."

"Tunggu sebentar."
    Ia melangkah sedikit tergesah melewati tangga, mengekori Sean yang malangkah lebih dulu memasuki mobil tanpa melakukan satupun kontak mata dengannya sejak pagi tadi.

       Pria itu jelas sedang menghindari gadis yang membuatnya berakhir memalukan di kamar mandi.

Jangan tanyakan apapun.

Karna Sean tidak akan menjawab.      

     Keheningan itu membentang sepanjang perjalanan mereka, Tori yang masih bersikap biasa dengan wajah tanpa dosanya dan baju berkerah hingga membuat Sean tidak memiliki alasan satupun untuk berbicara dengan gadis itu.

Brengsek!

Apa gadis ini lupa ingatan? Atau memang pesonanya tidak lagi berguna pada gadis seperti Tori hingga gadis itu melupakan ciuman sialan panas mereka semalam.

Oh, persetan.

       Saat mobil yang ia kemudikan berhenti dipelataran gedung milik Ben, mereka berdua bergegas turun masih dengan suasana yang membuat Sean ingin menghancurkan apapun yang bisa diraihnya.

"Selamat pagi Sean! Pagi Tori!"

"Selamat Pagi!"
     Tori melambaikan tangannya dengan semangat saat Helen dan Bram menghampiri mereka, mengabaikan Sean yang hanya melemparkan tatapan tajamnha sebelum melenggang lebih dulu menuju Lift.

"E-Ada apa dengan Sean?"
    Tori meringis pelan, menggaruk pipinya saat Bram dan Helena masih menatap punggung tegap yang sedang menunggu Lift terbuka.

"Entahlah, dia sedikit aneh."
    Gumam Tori nyaris tidak terdengar sebelum berlari kecil menghampiri Sean saat pintu Lift sudah terbuka.

"Aku pikir aku akan mendengar berita mengejutkan pagi ini."

"Aku juga."

"Sudahlah, Ayo."
    Helen memperbaiki letak kacamatanya, bergegas mengekori Bram menuju lift saat Tori masih menahan pintu lift agar tetap terbuka untuk mereka.

"Ah yah, Sean. Aku dengar model wanita utama akan datang malam ini"
     Pria bertubuh jangkung itu haya menggumam tidak menanggapi, berdiri di sisi kotak besi itu dengan satu tangan yang ia sembunyikan kedalam saku celananya.

"Tapi sesi pemotretan pukul delapan hingga lima sore nanti, tiga model wanita pendamping akan bersamamu."

"Aku belum melihat model wanita di gedung ini."
   Gumam Tori dengan wajah tanpa dosanya membuat Sean tanpa sadar mendengus kesal.

Benar benar.

"Ben memisahkan model wanita dan pria di lantai yang berbeda dengan set pengambilan gambar."
    

"Kenapa begitu?"

"Ben tidak suka saat ia mengambil gambar dan seseorang menginstrupsinya, apalagi saat model lain berkeliaran di sekitarnya."

"Ben masih-"

"Berhenti bicara dan lakukan tugas kalian."
     Bram dan Helen berdiri salah tingkah, berdehem pelan saat Tori melemparkan tatapan tajamnya kearah Sean yang juga menatapnya sengit.

"Ada apa denganmu?"

"Aku hanya meminta kalian bekerja Tori."
    Geram Sean, Tori mencebikkan bibirnya. Memeluk tablet Sean semakin erat dan membuang  wajahnya, tanpa tahu jika pria yang masih menatapnya itu benar benar ingin menggigitmya saat ini juga.

"Kau makin aneh."

"Kau yang aneh, Tori. "
    Sean kembali menggeram, mengumpat kesal saat gadis itu hanya mendelik kearahnya masih dengan bibir mencebik yang membuat Sean mengepalkan jemarinya.

Brengsek!

"S-sean."

"Diam. "
    Desisnya melesat dengan cepat saat pintu lift terbuka, menerobos kesibukan para kru yang lalu lalang melakukan pekerjaan mereka sebelum Benedict si penggila kesempurnaan itu mengamuk.

"S-sebenarnya ada apa Tori?"
   Tori menghela nafasnya, kembali menggaruk pipimya yang tidak gatal bingung dengan sikal Sean dan jawaban apa yang akan ia berikan.

"Aku-"

"TORI."
  
"Iyaa."
    Tori berlari kecil saat teriakan itu memenuhi indra pendengarannya, mencari sosok bertubuh tegap yang kini berkacak pinggang di depan ruang gantinya.

"Apa kau sudah bosan bekerja?"
   Tori menatap Sean dengan bingung, menggit bibirnya cemas hingga membuat Sean menggeram rendah.

        Berusaha keras mengendalikan dirinya yang mendadak gila karna ingin melumat dengan keras bibir menggoda gadis aneh bernama Tori ini.

   Gadis aneh yang ia temukan di bawah hujan, lewat tengah malam tanpa alas kaki.

    Gadis bergaun putih dan rambut menjuntai di sisi wajahnya hingga ia ketakutan setengah mati.

       Dan gadis yang kini berdiri dihadapannya dengan sepasang mata indah yang membuatnya membawa gadis itu hingga sejauh ini.

"Sepertinya kau sedang sakit."

"Aku tidak sakit."
    Desis Sean penuh penekanan, gadis itu makin tampak cemas saat Sean menatapnya dengan datar.

Benar benar akan menggigit gadis ini jika masih berani melontarkan hal yang seharusnya ditujukan padanya.

"Tapi-"

"Tapi apa?"

"Kau sangat aneh."

Brengsek!

"TORI"

**
*

Jangan Lupa Vomment
Maaf Typo

Siera.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top