26

** 

    Suara mesin cuci yang bergetar pelan memenuhi indra pendengaran Tori saat menyetrika pakaian yang sudah kering milik Sean, bersenandung pelan dengan kaki yang ikut bergerak dengan pelan sama sekali tidak menyadari pemilik mata tajam yang sejak tadi bersandar dengan bahunya pada dinding dengan tangan yang bersidekap mengawasinya.

"Apa yang kau lakukan?"
   Gadis itu tersentak pelan, menoleh dengan cengiran khasnya.

"Menyetrika pakaianmu."

"Aku tidak pernah memintamu melakukan itu."
   Tori tersenyum, mencabut setrikanya sebelum berbalik kearah Sean.

"Tapi aku ingin."
     Sean nyaris memutar bolamatanya, entah gadis ini memiliki kekuatan sebesar apa hingga ia sama sekali tidak pernah terlihat lelah. Ia bahkan sudah membuat keributan didapur sejak pukul lima pagi tadi.

"Terserah kau saja."
    Sean membuang tatapannya saat gadis itu mengangkat jemarinya diantara helaian rambut coklat sepinggulnya dan mengikatnya asal asalan.

"Oh yah, ada paket diruang tamu."

"Paket apa?"
   Tori mengerjapkanata bulatnya, keningnya berlipat memutar otaknya tanpa tahu jika pria bermata tajam dihadapannya sedang mengeraskan rahangnya.

"Sepertinya dari agensi."
     Sean menghela nafasnya, berbalik ddenga Tori yang mengekorinya menuju ruang tengah dimana paket yang mereka bicarakan ada disana.

"Itu bukan dari agensi tapi Helena."
     Ujar Sean meraih pekat diatas meja dan mengulurkanbya pada Tori yang menggaruk pipinya todak mengerti.

"Kau ingin aku yang membukanya?"

"Untukmu."
    Sahutnya datar, Tori mengerjap mengintip isi paket ditangannya dengan penasaran.

"Ini-"

"Kita akan makan malam."

**

     
    Sean melirik arlogi yang melingkar sempurna dipergelangan tangannya, menggerutu kesal saat jam sudah menunjukkan pukul tujuh sementara gadis aneh itu belum juga membuka kamarnya.

"Tori!"

"Tunggu sebentar!"
   Suara yang teredan dan grasak grusuk kembali terdengar, membuat Sean berdecak melempar dasinya keatas sofa sama sekali tidak berniat menggunakan benda yang tidak pernah lepas dari leher Dev itu.
   

"Kita sudah terlambat."

"Kau tidak sabaran."
     Sean nyaris kembali berteriak jika gadis itu tidak membuka pintu kamarnya, ia menghela nafasnya meraih kunci mobil sebelum menoleh menatap gadis yang berdiri diundakan teratas tangganya.

Sean tertegun.

     Mengeraskan rahangnya sebelum kembali membuang tatapannya, menahan ribuan umpatan yang siap meluncur diujung lidah.

"Ayo."

**

Brengsek.

Brengsek.

Brengsek.

    Sean mengepalkan jemarinya yang ia masukkan kedalam saku celana hitamnya, membiarkan jasnya tidak terkancing dan memamerkan kemeja biru gelap dengan kancing teratas yang terbuka.

"Lewat sini, Tuan."
    Rahangnya semakin mengeras saat beberapa pria yang mereka lewati mulai menjatuhkan perhatiannya pada gadis sialan cantik yang entah bagaimana terlihat tenang berjalan disampingnya.

   Gadis yang menggunakan gaun selutut senada dengan kemeja yang digunakan Sean, butiran kristal di ujung gaun dan sepatu berhaknya yang membuat siapapun sulit mengalihkan perhatiannya dari sepasang kaki sialan menggiurkan itu.

Brengsek.

   Gadis ini  nyaris tidak memoles wajahnya, rambutnya bahkaan hanya dikuncir kuda dengan gaun sederhana.

tapi bagaimana bisa ia terlihat begitu sialan berbeda malam ini?

"Brengsek, kau seharusnya mempertemukan gadis cantik ini denganku lebih awal."
      Kendra tersenyum  manis kearah Tori yang merona memerah karna disaat yang sama Dev dengan sopan menarik kursi untuknya

"Selamat malam , Tori."

"Selamat Malam."
     Sahut Tori dengan pelan namun begitu lembut ditelinga Sean hingga pria itu memutar bola matanya malas.

"Kenalkan, aku Kendra. Kau pasti belum mengenalku bukan?"
    Tori mengangkat lengannya, membalas uluran tangan Kendra yang hangan melingkupi jemarinya.

"Victoria, kau bisa memanggilku Tori. Ah, aku pernah melihatmu bermain film."

Pernah?

   Sean mendengkus kesal, memangnya kapan Tori menonton film sementara gadis selalu bersamanya.

Apa Helena dan Bram?

"Benarkah?  haruskah aku tersanjung?"
   
"Kau terlihat sangat cantik malam ini Tori."

"Terima kasih tapi kalian terlihat sangat luar biasa."
      Kali ini Sean berdecak, menatap kedua sahabatnya yang sepertinya tidak bosan terus menggoda Tori dengan pertanyan pertanyaan yang seketika membuatnya mual.

Adakah satu manusia yang bisa membantunya keluar dari situasi sialan ini?

"Kalian sudah memesan makanan?"
    Sean menyela, menatap Tori dengan tajam yang sialnya hanya ditanggapi tatapan tak peduli dari gadis itu.

Brengsek.

Apa apaan dia?

"Kami sudah memesan makanan, Nah itu dia."
    Sahut Kendra saat pelayan mendorong troly menuju meja mereka, meletakkan hidangan menggiurkan dan sebotol anggur yang diletakkan diatas tumpukan es kristal di sisi meja berlapiskan kain putih elagan itu.
    
 
"Apa Sean masih selalu memarahimu Tori?"
   Sean sedang memasukkan irisan daging dimulutnya saat Dev bersuara, mata tajam bergerak cepat kearah gadis yang tersenyum kecil hingga tanpa sadar ia kembali mendengus kesal.

Sejak kapan Tori bisa semanis ini?

"Tentu saja."

A-pa?

"Jadi aku benar pemarah?"
     Sean akhirnya membuka mulutnya setelah ia mendudukkan dirinya mengisi salah satu kursi dimeja itu bersama Tori.

"Kau memang pemarah."

"Tori."

"Sean, Tori hanya menjawab pertanyaanku."
    Sean berdecak, meraih botol anggur dan membuka penutupnya masih dengan wajah yang ditekuk.

Ia benar benar tidak berselara untuk makan malam saat ini.

"Ah yah, bisa kau ceritakan Tori bagaimana kau bisa bertemu dengan Sean?"

"Kendra."
     Sean memperingati, sahabatnya itu hanya tersenyum membuat Sean akhinya menuerah dan membiarkan dua manusia gila itu.

"Bagaimana aku bertemu Sean?"

"Iya Tori."
    Sahut Kendra tersenyum melihat gadis itu tampak berpikir memutar otaknya.

"Malam itu sedang hujan lebat"

"Dan kau muncul seperti hantu didepan mobilku."
    Sela Sean menyesap anggurnya, Tori mengangguk sebelum tersenyum tanpa dosa kearah Sean.

"Tapi kau tetap membawaku pulang."

"Lalu kalian berkencan lalu tinggal bersama."
   
"Dev."
      Pria itu tertawa, mengedipkan matanya dengan senyum menggoda kearah Tori yang kembali sialan memerah.

Kenapa pula gadis itu selalu memerah dihadapan Dave?

Dan juga Kendra.

"Kami tidak berkencan."

"Benarkah? Kalau begitu bagaimana dengan berkencan denganku, Tori?"
     Sean setengah membanting gelas kristalnya diatas meja, menatap dengan tajam kearah Kendra yang saling melempar tatapan dengan Dave lalu tertawa melihat kekesalan Sean.

"Tunggu aku dimobil Tori."

"Tapi-"

"Sekarang."
    Tori menekuk wajahnya, menghela nafasnya dan bergegas bangkit dan merapihkan gaunnya.

"Terimakasih untuk makan malamnya."
    Ujarnya sebelum berbalik meninggalkan Sean yang masih menyimpan kemarahan diubun ubunnya pada dua sahabat gilanya.

"Sampai jumpa, Tori."

"Kita harus bertemu lagi nanti!"

"Apa kalian hanya tahu menggoda wanita?"

"Bagaimana lagi, dia menggemaskan."

"Dan sangat menggoda."
    Dev menambahkan, bertos ria dengan Kendra saat Sean kembali menuang anggur dan menyesapnya dengan rakus.

Oh, Persetan.

"Apa kau sudah mendapatkan apa yang aku inginkan, Dev?"
    Senyum diwajah Dev menghilang, pria itu menghela nafasnya dan menatap Sean dengan serius.

"Ya, aku sudah mendapatkan semuanya."

"Aku rasa, kita sebaiknya membahas ini ditempat lain. Tori sedang menunggumu dan Dev kau juga tidak mungkin menunjukkan itu pada Sean ditempat seperti ini."
     Kendra memberi saran, Dev mengangguk setuju membuat Sean menghela nafasnya dan bergegas bangkit.

"Baiklah, tapi jangan membuatku menunggu lama."

"Tentu saja, Sean."

"Entah kenapa aku merasa Tori cukup familiar, aku akan coba membantu."
     Ucap Kendra seolah teringat saat pertama kali menemui Tori beberapa saat itu.

"Ya, terimakasih."

"Ah, jangan lupa. Paris akan segera kembali."
    Sean menahan langkahnya, tertegun sejenak sebelum mengangguk singkat pada kedua sahabatnya.

Brengsek.

"Aku pergi."

**

Jangan Lupa Vomment
Maaf typo

Siera

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top