Chapter 4
Sebelumnya mau ingetin, udah baca deskripsi dan tags cerita ini kan?
🔞🔞🔞
Teo mundur selangkah dan menatap marah pada Varel. "Lo—keterlaluan!" Pekiknya yang terlanjur emosi sebab perasaan cemasnya dibuat permainan olehnya. Teo tidak bohong soal merasa takut akan kondisi pasiennya tadi, tapi rupanya semua itu hanya bualan.
Tidak ada raut menyesal sama sekali di wajah Varel, pria itu justru tersenyum miring. "Yes, I am," akunya tanpa merasa bersalah.
"Dan gua bisa lebih 'keterlaluan' dari itu," kata Varel lagi sambil mencengkram pergelangan tangan Teo. Ia membawa sang dokter ke sebuah ruangan yang ada di dalam rumah besar tersebut.
"Lepasin gue!" Teriak Teo yang mencoba untuk melepaskan diri, ia ingin berteriak meminta tolong namun tersadar bahwa di rumah ini sepertinya tidak ada orang lain selain mereka berdua. "Lepas gue bilang! Varel!"
Namun teriakan Teo hanya dianggap angin lalu, Varel tetap menyeretnya hingga ke dalam ruangan di balik pintu bercat cokelat kayu. Di dalam sana lampu tidak seterang sebelumnya, dengan cat dinding yang berwarna abu-abu menambah kesan gelap. Ada satu ranjang putih yang cukup besar di tengah ruangan.
Tas yang dibawa oleh Teo sebelumnya sudah terlempar ke sembarang arah oleh Varel, Teo menatap Varel syok. Banyak alat berharga di dalam tas tersebut dan bisa-bisanya dia melemparnya seperti itu. Tidak memperdulikan tas Teo, pria itu lalu memaksa melepaskan jas dokternya hingga menyisakan kemeja putih yang memang dipakai oleh Teo. Entah mendapat darimana, tapi Varel sudah memegang borgol dan memasangkan di tangan Teo agar ia tidak bisa banyak melawan.
"LEPASIN GUE!"
Plak!
Satu tamparan berhasil mendarat di wajah Teo hingga membuatnya terhuyung dan jatuh ke lantai. Teo menatap Varel terkejut.
Varel mengambil penutup mata dari dalam nakas di sebelah ranjang lalu memakaikannya pada Teo. "Diem," katanya memerintah ketika Teo terus bergerak sebagai perlawanan.
"GUA BILANG DIEM, BITCH!" Bentakan Varel berhasil menyentak Teo hingga membuatnya terdiam, dan tanpa membuang kesempatan Varel langsung menutup mata Teo dengan penutup mata. Dia juga mengikat borgol Teo ke tiang pinggiran kasur hingga kini pergerakan Teo sangat minim. Varel membuat Teo benar-benar tidak akan bisa memberontak lagi.
Teo sendiri hanya diam sambil memikirkan cara untuk kabur, ia sejujurnya sangat takut Varel akan melakukan sesuatu padanya. Tapi mulutnya terasa kelu untuk kembali berteriak, bentakan Varel sebelumnya berhasil membuat nyalinya menghilang.
"Lo mau apa Varel!?" Suara Teo saat merasakan ada tangan yang mencoba untuk melepas celananya. "Va—akh...."
Dengan kejam Varel mencekik leher Teo dengan sebelah tangan hingga membuatnya sulit untuk berbicara. Tangannya yang lain masih mencoba untuk melepaskan celana pria itu hingga kini Teo hanya mengenakan kemeja putih dengan celana dalamnya saja. Teo ingin menangis ketika nafasnya semakin terasa berat.
Varel melepaskan cekikannya dan bangkit berdiri. Langkah kakinya terdengar oleh Teo dan menjauh darinya, tidak tahu pergi ke arah mana karena mata Teo masih tertutup.
"Gue gak pernah tau kenapa ada yang kasih gue alat ini, tapi kayaknya sekarang waktu yang pas buat coba semuanya," ujar Varel yang terdengar dari arah depan tempat Teo berada.
Varel mengambil satu kotak ukuran sedang yang berisikan banyak alat-alat yang tidak pernah ia gunakan sebelumnya. Ketika ia mendekat dan menyentuh Teo kembali, Teo langsung memberontak. Firasatnya mengatakan bahwa ia berada dalam bahaya.
Melihat Teo yang terus berontak, Varel mengambil satu alat dari dalam boxnya dan langsung menyambuk tubuh Teo kencang.
"Ah!"
Teo terlonjak ketika punggungnya dicambuk oleh Varel. Tidak cukup sekali, pria itu kembali melakukannya untuk dua bahkan sepuluh kali berikutnya.
"Argh...a-ah! Huu...uuh...."
Teo ingin menangis merasakan punggung dan sekitar tubuhnya perih terkena cambukan. Bahkan bagian kemeja belakangnya sedikit robek. Teo mencoba menghalangi cambukan itu sebisa mungkin dan terus bergerak.
"S-sakit--akh!"
"Berhenti berontak atau gue bakal cambuk seluruh tubuh lo lebih kuat."
Teo akhirnya hanya bisa menggigit bibir bawahnya, menahan ringisan dan tangisannya. Teo tidak mau Varel akan semakin beringas kepadanya. Ia sangat takut sekarang hingga tubuhnya bergetar.
Varel tersenyum puas melihat Teo yang akhirnya sudah tidak memberontak lagi. "Good boy." Pria itu berjongkok untuk mendekat pada Teo, ia menjilat leher Teo hingga membuat Teo langsung merinding dibuatnya. Teo ingin berteriak, tapi dia lebih takut pada amukan Varel.
Ini tidak seperti Varel yang ia kenal enam tahun yang lalu, bukankah Varel sudah bisa lebih baik padanya dulu? Kenapa sekarang pria itu berubah sangat kasar padanya.
Varel kembali bergerak dan menyuruh Teo untuk menungging, namun pria itu sempat menolak hingga pipinya ditampar untuk kedua kalinya dan akhirnya Teo pun sekali lagi, hanya bisa pasrah.
"Lo mau---ngapain?" Suara Teo terdengar tertahan dan sedikit gagap. Varel tidak menjawab dan justru melepaskan celana dalam Teo dan melemparnya ke sembarang arah. Varel menampar gumpalan di belakang tubuh Teo kuat hingga membuatnya kembali bergetar. Teo meringis, bokongnya terasa sakit sekali. Teo tidak bisa apa-apa karena kedua tangannya diborgol, kakinya pun sudah terasa lemas.
"Gue selalu penasaran, apa lubang sekecil ini bisa nelan benda besar kayak ini?"
Varel meraba area lubang anal Teo lalu meremas penisnya yang belum tegang dengan kuat. Teo tersentak dan kembali merintih, sebisa mungkin ia mencoba untuk tidak berteriak.
Tapi Varel seakan terus memaksanya untuk meneriakkan lolongan kesakitan.
"Jang--anh...ah...!"
Teo merutuk dirinya yang terus mendesah ketika Varel mengurut penisnya pelan dan mengelusnya, Varel ingin membangunkan adik kecil milik Teo.
"AHH! S-sakit! Please, stop! Varel!" Teriak Teo saat tanpa aba-aba Varel sudah memasukkan satu jarinya ke dalam lubangnya.
"Ber-henti, ah! Hiks...stop Varel...."
Runtuh sudah pertahanan Teo, pria itu akhirnya menangis walau air matanya tertahan karena penutup mata yang masih terpasang di kepalanya.
Isakan tangis Teo bukannya meluluhkan hati Varel untuk berhenti, justru membuatnya mengernyit dan merasa terganggu. Ia pun berhenti sejenak dan mengambil sebuah gagball yang ia pasang di mulut Teo agar pria itu tidak bisa lagi berbicara. Varel mengambil benda lain yang berukuran kecil seperti jarinya dan memasukkan benda itu ke dalam lubang Teo dan menggerakkannya keluar masuk secara pelan. Teo menjerit tertahan karena terhalang oleh gagball yang ada di mulutnya, suaranya jadi terdengar tidak jelas bahkan hampir seperti desahan.
Varel mengeluarkan benda tersebut tak lama kemudian. Dia mengambil vibrator dari dalam box dan ganti memasukkan benda tersebut. Teo tidak tahu apa yang dimasukkan di lubangnya, tapi kakinya terasa semakin lemas ketika benda itu mulai bergetar di dalam sana.
"Ngh...mnph! Mmph....mnhh..!"
Teo semakin menangis seiring dengan kuatnya benda itu bergetar. Walau Teo merasa tidak nyaman dan kesakitan, namun penisnya justru menegang. Varel tersenyum culas melihat reaksi tubuh Teo pada permainan awalnya ini. Semakin tertantang dirinya untuk melakukan lebih pada Teo.
Belum pernah rasanya Varel bermain seperti ini, semua ini adalah hal baru baginya. Tapi rasanya sangat menyenangkan, apalagi ketika mendengar Teo menangis dengan tubuh yang bergetar takut. Seperti ada rasa puas tersendiri baginya. Varel baru mengetahui bahwa jenis sex semacam ini lumayan mengasyikkan baginya, tapi tidak bagi lawan mainnya. Teo sama sekali tidak menikmati semua ini.
Varel masih fokus memasuk dan mengeluarkan vibrator di dalam lubang Teo sampai akhirnya ia mengambil benda lain yang ukurannya lebih besar. Sebelum memasukkan benda itu Varel melumurinya dengan pelumas.
"Mmn---NGH! MNHH!!"
Saat dildo itu mulai masuk perlahan mengisi lubangnya, Teo langsung berteriak. Rasanya luar biasa sakit karena tidak pernah ada benda apapun yang masuk ke sana, Varel juga tidak memberikan penetrasi lebih dulu dan langsung memasukkan semuanya. Vibrator sebelumnya bahkan tidak ia keluarkan hingga sekarang benda kecil itu tertanam sampai ke bagian dalam, terdorong oleh dildo yang kini juga sudah masuk sebagian.
Teo menangis kencang.
Tangan Varel terdiam menahan dildo agar tidak kembali keluar, pria itu menunggu sampai lubang Teo terbiasa dengan kehadiran dua benda asing tersebut. Beberapa saat kemudian barulah ia kembali menggerakkannya keluar dan masuk secara perlahan dan makin lama semakin cepat.
Awalnya semua itu terasa menyakitkan, namun saat vibrator di dalam menyentuh titik prostatnya Teo langsung mengerang dan mendesah tertahan. Kaki Teo bergetar, rasanya ia ingin jatuh ke lantai namun Varel terus menahan agar Teo tetap pada posisinya, menungging.
Melihat penis Teo yang mulai mengeluarkan precum, Varel tersenyum culas. "Kayaknya lo suka sama semua ini, hm?" katanya lalu mempercepat gerakan tangannya.
Teo langsung menggeleng kuat. Walau memang ia sedikit menikmatinya, tapi bukan berarti dia menyukai semua ini.
Varel menambah getaran pada vibrator serta gerakan keluar-masuk pada dildonya hingga Teo akhirnya orgasme untuk yang pertama kali. Badannya seketika lemas dan langsung jatuh terkulai ke lantai. Varel mengeluarkan semuanya dan melepaskan ikatan borgol pada tiang kasur, ia mengangkat tubuh Teo yang hampir tidak bertenaga dan membawanya ke atas kasur. Tangannya masih terborgol, mata dan mulutnya juga masih tertutup.
Tubuh Teo dibaringkan dan Varel berada di atasnya. Teo berusaha untuk menutupi dengan kakinya ketika Varel akan kembali menyentuh penisnya.
"Gue rasa kaki lo perlu ditahan," kata Varel yang turun dari kasur untuk mengambil tongkat yang akan ia gunakan sebagai penyangga kedua kaki Teo agar tidak bisa tertutup. Ia mengingat kedua kaki Teo pada masing-masing ujung tongkat. Sekali lagi tubuh Teo dipaksa untuk menungging.
Varel membuka celananya sendiri dan langsung memakaikan pelumas pada kejantanannya. Setelah semua siap barulah ia memasukkannya ke dalam lubang milik Teo.
Teo menjerit kencang begitu kepala penis milik Varel berhasil masuk, rasanya seperti dirinya dirobek menjadi dua bagian, sangat sakit. Pria itu bahkan sudah kembali menangis kencang. Ketimbang dua benda sebelumnya, kali ini terasa lebih besar dan terasa berdenyut di dalam sana.
"Dari dulu gue selalu penasaran, ah, rasanya lubang pria. And see, I got it. Fuck, terlalu sempit." Varel terus berbicara sambil mulai menggerakkan pinggulnya perlahan. Teo sendiri hanya bisa menahan sakit, namun semakin cepat Varel bergerak rasa itu mulai berganti dengan nikmat yang sulit untuk dijelaskan. "Sial, gue dulu ngatain Dika homo dan sekarang apa yang gue lakuin, sialan. Bener-bener sialan," oceh Varel yang semakin mempercepat gerakannya.
Varel membalik tubuh Teo dan kembali memasukkan penisnya. Ia melepaskan gagball pada mulut Teo agar desahannya bisa terdengar lebih jelas.
"Ah! Ah! Ber-henti, ugh! Hiks, ngh..s-stop!" Teo masih mencoba menghentikan Varel walau sebenarnya semuanya sudah percuma. Tanpa ia sadar Teo sekarang justru mendesah memanggil nama Varel. "Mnnh, Varel...nghh...ha-aah.....Var-el, nnhh!"
Desahan Teo membangkitkan libido Varel hingga membuatnya bergerak semakin cepat. Varel menghentakkan tubuhnya kuat ke arah Teo, terus menubruk ke titik terdalam di dalam tubuh pria di bawahnya ini. Teo mendesah panjang ketika ia sudah sampai di puncaknya, tubuhnya bergetar. Namun tampaknya Varel masih belum selesai. Ia masih terus bergerak sampai beberapa waktu kemudian Varel akan sampai pada klimaksnya pula.
"Lo harus liat gimana gue, hah, ngisi lubang lo," kata Varel yang terengah sambil terus bergerak di atas Teo. Pria itu menarik penutup mata yang terpasang di wajah Teo dan kini tatapan keduanya saling beradu.
Air mata Teo jatuh ketika penutup mata itu sudah disingkirkan, ia terisak juga mendesah di waktu yang bersamaan. Matanya menatap Varel memelas, membuat Varel semakin terangsang dan akhirnya pada sentakan terakhir ia mengeluarkan muatannya di dalam tubuh Teo.
Teo memejamkan matanya dan melenguh. Ada cairan yang terasa mengalir dan memenuhi lubangnya, rasanya hangat dan penuh. Nafas keduanya tampak memburu karena kelelahan setelah sex panas mereka.
Varel mengeluarkan ponsel yang ada di dalam jas kerja yang masih ia kenakan. Pria itu merekam bagaimana Teo yang masih memejamkan matanya tengah mengerang dan melenguh pelan di bawahnya ketika ia mengeluarkan kejantannya dari lubang Teo. Cairan putih itu ikut mengalir keluar bersamaan dengan keluarnya, tubuh Teo merinding merasakan cairan itu keluar secara perlahan dari lubangnya.
Tubuhnya masih bergetar pelan. Teo menangisi nasibnya yang malang, merasa bahwa dirinya sudah kotor karena perlakuan Varel. Ia tidak pernah membayangkan hal seburuk ini dalam hidupnya akan terjadi, bahkan sejak dulu Teo selalu berusaha untuk menghindari hal ini dari Varel. Namun nyatanya semua sudah terjadi sekarang, dan waktu tidak dapat diputar kembali.
To be continued
Banting alur banget dari cerita sebelumnya astaga, wkwkwk. Semoga kalian gak syok ya, karena sifat kasar Varel.
See you on the next chap!♡
- Anzai Fero
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top