Take 3. The Searching

Seminggu lagi berlalu, dan tetap tidak ada tanda-tanda Rae akan menghubungi panti. Situasinya jadi parah dari yang dugaanku. Apanya yang kabur dari rumah? Ini mah pasti ada apa-apanya. Aku positif yakin sesuatu telah menimpa dirinya.

Jangan-jangan dia diculik lagi.

Tidak mungkin. Merujuk betapa megahnya apartemen Melon, sistem keamanannya pasti ketat. Para sekuriti akan langsung bertindak melihat orang mencurigakan. Biasanya sih di Amerika begitu. Aku yakin di negara ini juga sama ketatnya.

Ini bukan urusanku. Tapi melihat Suster Kimi semakin linglung membuatku tak tega. Aku tahu dia telah meminta bantuan polisi, tapi mereka hanya memberikan jawaban klise: "Kami akan menyelidikinya."

Suster Kimi tidak percaya dan mulai menyebarkan brosur orang hilang, meski tak banyak penduduk yang mau tahu. Kebanyakan hanya melirik sepintas sebelum membuangnya. Ada yang mencemooh. Ada pula yang berbisik-bisik geli, menyebut tindakan itu sia-sia. Kalau orang dewasa hilang, pasti ada alasan terbaiknya. Paling si Rae itu sudah malas membiayai Mujigae lantas kabur ke luar negeri. Hidup bebas.

Aku mendekati beliau yang menempelkan salah satu brosur di tiang lampu jalan. Angin malam berembus dingin, membuat kertas-kertas di tangannya berkibar.

"Ini sudah malam, Suster, sebaiknya anda kembali. Anda pasti belum makan malam."

Beliau menatapku, tersenyum lelah. "Terima kasih sudah mengkhawatirkanku..." jawabnya diiringi dengan batuk-batuk. "Aku akan kembali sebentar lagi. Kamu pulanglah duluan. Angin malam tidak baik untukmu."

Bagaimana mungkin dia memprioritaskan orang lain daripada mencemaskan diri sendiri? Aku mengepalkan tangan. Tidak bisa begini terus. Yang kutakutkan nanti benar-benar bisa terjadi: beliau sakit.

Aku memegang pelan lengannya. "Saya janji, saya akan membantu anda, Suster. Paman Rae juga takkan suka jika melihat anda memforsir diri seperti ini."

Beliau tersenyum merasakan ketulusanku. Kali ini mengangguk. "Aku bangga memiliki kalian sebagai anak-anakku."

***

Sesuai janji, aku akan membantu Suster Kimi. Wanita itu butuh istirahat hari ini. Harus istirahat total. Wajahnya tampak lebih tirus, dengan lingkaran hitam di bawah matanya karena kurang tidur.

Pagi-pagi sekali, aku mengumpulkan brosur yang tersisa di meja kantor. Foto Rae terpajang di sana, disertai nomor kepala panti untuk dihubungi. Brosur-brosur ini sudah disebar ke berbagai tempat, tapi sejauh ini, tidak ada satu pun kabar balik. Lebih banyak dijadikan gumpalan sampah.

Kumasukkan semuanya ke dalam ransel.

Tidak ada gunanya menyebar brosur di daerah sempit begini. Lagipula Rae tidak tinggal di sini. Mending memasangnya di tempat yang lebih ramai dan terbuka.

Sebenarnya aku paling malas pergi ke pusat kota. Sejak pindah ke Korea, aku tidak pernah menyukai Seoul. Terlalu sesak, terlalu ramai, dan terlalu banyak gedung menutupi langit. Tidak ada udara segar. Kalau boleh memilih, aku lebih suka tinggal di Pulau Jeju. Di sana, setidaknya ada angin laut yang bisa menyapu lelah.

Apa boleh buat? Ini bukan tentangku.

Aku berencana memulainya dari Stasiun Hongdae, tempat yang selalu ramai oleh anak muda dan seniman jalanan. Dalam benakku, memasang brosur di sana akan efektif. Mungkin ada yang melihat Rae.

Malangnya, setibanya di sana, seluruh dinding sudah penuh dengan iklan idola. Warna-warni. Dari yang besar sampai kecil. Tidak ada ruang sedikit pun untuk brosur pencarian orang hilang. Setiap sudut stasiun dihiasi layar digital menampilkan gambar wajah-wajah tampan para trainee acara Star Peak yang telah dimulai. 

Astaga, berapa uang yang dikeluarkan untuk memasang spanduk-spanduk itu? Aku menggeleng tidak percaya, meninggalkan Hongdae. Daripada diomeli memasang brosur sembarangan, mending cari tempat lain.

***

Ini keliru.

Kupikir dengan pergi ke lokasi lain bisa memberiku ruang untuk menempelkan brosur ini, tetapi nyatanya, semua tempat sama saja. Penuh dengan berbagai iklan. Model yang memamerkan produk terbaru, grup kpop yang siap comeback, dan drama-drama baru yang siap menghibur.

Di antara semua iklan yang membanjiri pandanganku, ada satu yang dominan yaitu iklan audisi aktor: "Audisi terbuka! Mencari aktor untuk memerankan karakter XXX!"

Aku menatap sekeliling dengan cermat, pura-pura bersiul. Dalam sekejap, dalam sekali sambaran halus, aku mencabut salah satu poster audisi itu, menggantinya dengan brosur orang hilang milikku.

Tidak ada yang bingung kehilangan satu poster, kan? Mereka terlalu serakah.

Setelahnya, aku bergegas melangkah pergi dari tempat itu, mencari tong sampah untuk membuang poster yang telah aku cabut—menghilangkan barang bukti. Aku menemukan tongnya di depan sebuah gedung perkantoran yang besar dan luas. Jauh lebih keren daripada Melon Suites. Karena perutku keroncongan, aku tidak memperhatikan proposional gedung itu.

"Aih, sudah jam segini rupanya?"

Tahu-tahu sudah pukul dua siang. Aku sibuk keliling, bolak-balik mencari dinding kosong untuk memasang brosurnya hingga tidak sadar waktu berlalu. Sebaiknya aku isi tenaga dulu baru lanjut jalan.

Aku menoleh, tersenyum. Di seberang, ada toko roti yang mengadakan diskon. Sungguh beruntungnya aku, bisa menghemat ongkos perjalanan yang diberi Suster Viola.

Begitu masuk ke dalam toko, aroma adonan tepung dan panggangan roti tercium olehku. Astaga, harum sekali! Sejenak rasa lelahku menguap begitu saja.

Aku memasukkan tangan ke saku celana, melangkah gontai ke depan etalase yang penuh dengan aneka macam kue dan roti lezat. Dari kue tart berlapis krim yang mengkilap hingga roti lapis isi yang menggiurkan. Semua menggoda.

"Ada yang bisa kakak bantu, Dik?" tanya pegawainya. Siap mencatat pesanan.

Baru saja aku hendak mengatakan pesananku, seorang wanita mengintervensi, "Bisakah kamu memberikan sponge cake stroberi untuknya?" katanya percaya diri.

Aku spontan menoleh. Wanita itu terlihat seperti wanita kantoran biasa, mengenakan kacamata hitam dan anting-anting berat, memiliki rambut keriting yang terurai. Di belakangnya, ada seorang pria dengan napas tersengal seperti habis berlari.

Siapa wanita ini dan kenapa dia mengatur pesananku tanpa bertanya dulu?

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top