Take 2. The Missing Alumni

Im Rae. Aku mengenalnya.

Dia sudah tinggal di panti ini sejak bayi. Semua suster di sini menyukainya, bahkan anak-anak asuh yang baru datang. Aku baru bertemu dua kali dengannya dan dia adalah pria yang baik dan perhatian.

Rae selalu berkunjung sekali sebulan untuk mengirim anggaran, sandang pangan, mainan, dan barang-barang lainnya untuk kami. Bahkan kacamata yang kukenakan sekarang adalah pemberiannya.

Dan pria itu mendadak lost contact?

Menurut penjelasan Suster Viola, dia sudah tidak bisa dihubungi selama seminggu terakhir. Suster Kimi melapor pada polisi, namun respons mereka mengecewakan: "Itu hal biasa bagi pria dewasa yang sibuk bekerja. Dia sudah kepala tiga, tidak perlu dikhawatirkan lagi seperti anak kecil. Nanti juga pulang kalau kangen rumah."

Suster Kimi pasti sangat resah. Dari yang kudengar, beliau sudah bersama Rae selama tiga puluh tahun, mengganggapnya sebagai putra sendiri. Beliau juga yang menemukan Rae di depan gerbang panti, menangis dalam keranjang rotan di tengah badai.

Aku harus melakukan sesuatu.

Bukan karena aku merasa mampu menyelesaikan masalah ini. Bukan pula karena aku ingin jadi pahlawan kesiangan. Tapi panti Mujigae adalah satu-satunya tempat yang tidak menyinggung atau mempermasalahkan rumor tentangku. Rumor yang membuatku kehilangan rumah.

Di sini, tidak ada yang peduli tentang masa laluku. Tidak ada yang bertanya apa yang sebenarnya terjadi atau menatapku dengan pandangan jijik. Mujigae menerima aku apa adanya, memintaku jangan terlalu sering menumpuk emosi dalam hati.

Untuk pertama kalinya aku berinisiatif mengandalkan kemampuan itu.

***

Malam itu, aku menyelinap keluar dari asrama Jupiter. Panti ini menamai asrama dengan nama-nama planet dan Jupiter adalah asrama untuk anak-anak berusia 13-14 tahun. Tak pernah sekalipun aku mengendap keluar malam-malam seperti ini, tapi aku mengkhawatirkan Suster Kimi.

Beliau sudah berusia lima puluh tahun lebih. Stres berlebihan bisa memberi dampak pada kesehatannya. Bagaimana kalau Suster Kimi roboh dan jatuh sakit?

Sama seperti tadi pagi, Suster Kimi masih berdiam diri di kantornya, menatap ponsel yang tak kunjung berbunyi. Menunggunya seperti menunggu mukjizat. Apakah beliau sudah makan? Wajahnya tampak lelah.

Aku mengetuk pintu perlahan.

Suster Kimi menoleh, tatapannya sedikit kaget sebelum berubah lembut. "Ah, kamu rupanya. Kenapa belum tidur, hmm?"

"Anu..." Aku melangkah masuk dengan ragu, mendekati Suster Kimi sambil melepaskan kacamata. "Itu, saya penasaran dengan janji yang anda katakan tempo lalu. Anda bilang akan menyekolahkan saya..."

Aku menatapnya. Bola mata itu bersinar.

Apakah Rae marah padaku? Seharusnya aku tidak perlu berbicara sekeras itu. Dia pasti sakit hati. Ini semua salahku. Bagaimana kalau dia tidak pernah kembali?

Aku tersentak kala Suster Kimi mengelus kepalaku. Tersenyum teduh, susah payah menyembunyikan kerisauannya. "Tentu saja aku tidak lupa. Aku akan menemukan sekolah yang cocok untukmu. Kamu pasti tidak sabar. Tunggulah sebentar lagi."

Aku mengangguk kecil, berpura-pura lega. Padahal aku tidak peduli soal sekolah. Itu hanya alasan. Isi pikirannya kacau sekali. Suster Kimi benar-benar kalut.

Misiku sudah berhasil, jadi aku keluar dari ruangan. Beliau butuh waktu sendiri.

Dari yang kunilai, sepertinya Suster Kimi tidak sengaja melontarkan perkataan jelek ke Rae dan itu membuat Rae marah. Apa mungkin benar kata polisi, paman itu hanya ngambek dan malas ke sini?

Orang dewasa pun bisa baper, kan?

***

Meski Suster Viola sudah mengingatkan bahwa ini bukan urusanku sama sekali, aku tetap penasaran dan ingin membantu. Toh, tidak banyak yang kulakukan di panti. Hari ini bukan jadwalku membersihkan gereja. Aku punya banyak waktu luang.

Daripada membuang waktu, aku memutuskan pergi ke pusat kota, menuju apartemen tempat Rae tinggal. Suster Viola yang memberikan alamatnya. Dia tahu aku keras kepala dan hanya Suster Kimi yang bisa menjinakkanku. Sejujurnya, dia juga cemas pada Rae sekaligus senior yang dihormati. Ada segelintir rasa senang saat aku sukarela menawarkan diri mencari Rae.

Suster Viola mengizinkanku pergi dengan syarat pulang saat jam makan siang.

Butuh dua jam untukku sampai di sana.

Melon Suites. Itulah nama gedungnya. Rae menghuni unit 201. Lantai 8.

Aku melangkah masuk ke dalam gedung tinggi dan mewah itu. Merujuk Rae mampu membiayai kebutuhan anak-anak dan panti itu sendiri selama bertahun-tahun, jelas dia punya pekerjaan yang cukup mapan.

Setibanya di depan lift, aku mendesah kesal melihat pintu lift tertutup rapat dengan tanda 'Sedang Diperbaiki' yang mencolok. Hatiku sedikit terjatuh.

Aku terpaksa memutar langkah, menaiki tangga sambil mendumal. "Kenapa pakai diperbaiki segala sih? Menyebalkan."

Sialnya, di tengah langkahku, dari atas ada seseorang yang juga tergesa-gesa menuruni tangga. Kami pun bertabrakan.

"Hey! Watch you damn step!"

Jangankan meminta maaf, pemuda itu malah melengos pergi begitu saja. Aku tergelak takjub. Wah-wah, sungguh tidak punya sopan santun. Sudah menabrak orang, tidak minta maaf lagi.

Dengan kesal, aku melanjutkan langkahku. Aku tidak ingin insiden kecil itu merusak semangatku dan marah-marah.

Tapi kesialanku tidak berakhir di sana.

Aku tiba di kamarnya Rae, dan tebak apa yang kutemukan. Unit itu ternyata sudah disewakan. Apakah dia pindah? Bagaimana bisa dia pindah tanpa memberi kabar?

Aku memeriksa lagi tanda di pintu, memastikan aku tidak salah tempat. Tidak mungkin. Suster Viola memastikan ini adalah alamat yang benar.

Tidak menyerah, aku kembali ke lobi dan menuju meja administrasi. Bertanya pada petugas yang ada di sana. "Permisi, Nona, saya mencari informasi tentang penyewa ini 201. Apa anda tahu di mana dia?"

Petugas itu tampak bingung, mengangkat bahu. "Maaf, saya baru mulai bekerja di sini. Pihak manajemen mengganti banyak pegawai lama, jadi saya tidak tahu siapa saja yang tinggal di sini sebelumnya."

Bisa begitu? Unit Rae disewakan dan pegawai administrasi lama ditukar. Sulit untuk percaya itu sekadar kebetulan.

Aku keluar dari gedung, sekali lagi mendongak menatap tinggi gedung yang menjulang di atasku. Sekitar 60 meter, dengan puluhan jendela yang bersinar di bawah terik sinar matahari pagi. Tulisan MELON besar terpampang paling puncak.

Apa yang akan kulakukan sekarang? Orang yang kucari sudah tidak ada.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top