bagian 6 : perkara biologi
"Tsukishima-san, apakah kamu paham cara menyelesaikan persamaan ini?" Seorang gadis dengan helaian abu-abu mengalihkan fokusmu. Terdengar ia sedang meminta tolong pada Kei tentang tugas matematika yang baru mereka dapat. Memang, sih, pemuda tersebut merupakan sosok yang hebat dalam berbagai mata pelajaran, terutama matematika. Namun, apa harus Kei yang dimintai tolong?
Kamu menatap lama gadis tersebut. Dia masih duduk di sebelah meja milik Kei yang kini sedang menjelaskan sesuatu. Lucu sekali, mereka saling berdekatan, sedangkan kamu harus sedikit menjaga jarak dengan Kei. Kata si middle blocker, sih, agar tidak muncul rumor yang tidak mengenakkan. Padahal kalian sudah pacaran, walaupun hanya gara-gara taruhan.
Justru karena gara-gara taruhan, hubungan kalian jangan sampai ketahuan yang lain, sih. Bisa-bisa kamu malu dibuatnya.
"[Surname]-san." Seseorang memanggilmu. Kamu mengalihkan atensi secepatnya. Tujuan utama agar kegiatan menatap Kei tidak ketahuan oleh orang yang menyebut namamu barusan. Apalagi, ia adalah Yamaguchi Tadashi, seorang teman dekat dari Tsukishima Kei.
"Ah, Yamaguchi-kun, ada apa?" tanyamu, berusaha sebaik mungkin tidak terdengar aneh.
Teman sekelasmu itu tidak langsung menjawab. Tangan yang biasanya digunakan untuk melakukan float serve kini memajukan sebuah buku tulis di mejamu. Kamu melirik ke arah kumpulan kertas yang baru saja digerakkan oleh Yamaguchi. Buku biologi, ya?
"Anu, aku mau meminta tolong ajarkan ini. Nanti, saat istirahat," pinta Yamaguchi kemudian.
"Oh, tugas biologi untuk besok, ya? Tidak usah menunggu istirahat, setelah selesai tugas ini pun tidak apa," jawabmu sambil mengulas senyum. "Ah, iya, mau mengerjakan bersama? Biar cepat selesai."
Yamaguchi mengangguk riang. "Boleh!"
✦― perkara biologi ―✦
"Ajari aku tugas ini!"
Kamu memandang ke arah Kei dengan tatapan heran. Tumben. Anak itu kan punya otak yang encer, tidak biasanya dia menanyakan perihal pelajaran pada dirimu.
"Aku tidak ma—"
"Belum seminggu. Kamu masih harus menuruti semua perkataanku, [Name]," potong Kei.
[Name]. Mendengarnya memanggil nama depanmu saja membuatmu kesal. Bukan kesal, sih. Mungkin lebih tepat jika disebut salah tingkah. Kamu mencari alasan lain agar terbebas dari perintah si tukang garam itu.
"Aku belum sele—"
"Aku tahu kamu bodoh, [Name]. Namun, beralasan 'sudah selesai' saat kamu terlihat ingin berleha-leha sangatlah bodoh. Bahkan, mungkin kamu terlihat lebih bodoh dibanding Kageyama dan Hinata." Kei yang berujar panjang membuatmu sedikit geram.
"Hm, kenapa kamu tidak minta tolong Sugawara-chan saja tadi?"
Kenapa jadi nama gadis itu yang kausebut, [Name]?
"Apa maksudmu? Tentu saja dia belum menyelesaikan tugas biologinya, bodoh," jawab Kei cepat. Kamu sedikit bernapas lega karena dia tidak curiga tiba-tiba mendengar nama Sugawara—gadis berambut abu-abu yang bertanya soal matematika pada Kei tadi siang.
Kei menapak ke dalam teritorialmu tanpa aba-aba. Langsung duduk di kursi belajar kepunyaanmu. Kayak gaada dosa. Kamu terkejut melihat tingkahnya yang seperti itu. Manusia itu kini sudah terduduk dengan menyilangkan salah satu kaki di atas kaki yang lain. Layaknya seorang raja, dia bertitah kembali, "Belum seminggu, 'kan? Berarti harus mau ajarin aku."
Kamu mendengkus. Benar juga. Masih ada tiga hari, [Name]. Yuk, bisa, yuk!
"Baiklah ...." Kamu pasrah juga. Menghampiri meja belajarmu dan menyeret satu kursi lagi agar dapat duduk di samping tubuh tinggi itu. Menerangkan beberapa nomor yang kurang dipahami Kei walaupun tidak secara rinci. Sesuai dugaan, anak itu menangkap penjelasanmu dengan cepat.
Sampai beberapa saat kemudian, tiada suara manusia terdengar. Namun, Kei masih setia duduk di meja belajarmu. Tangannya belum lelah menorehkan tinta pada lembaran kertas. Sepi. Kesunyiannya tanpa disadari membunuh kesadaranmu secara perlahan. Matamu terus mengabaikan kehendakmu—berusaha untuk tertutup. Kepala pun terantuk-antuk beberapa kali sampai akhirnya terdengar bunyi impak terjadi pada meja belajar. Tak dirasa, kamu telah terlelap.
Pagi harinya, kamu sudah terbangun di atas kasur. Pasti Kei yang memindahkanmu. Tak bisa dipungkiri, kadang orang itu baik juga. Cuman, sifat menyebalkan yang dominan membuatmu memendam beberapa kesal untuk si jangkung.
Kamu keluar dari kamar, berniat menuju kamar mandi untuk membasuh badan. Namun terhenti karena kebetulan bertemu dengan pria tinggi berkacamata yang juga baru keluar dari pintu sebelah kamarmu. Ya, Tsukishima Kei, siapa lagi kalau bukan dia. Lelaki itu bergeming sebentar memandangmu. Sebelum dia akhirnya buru-buru melangkah meninggalkanmu dengan lengan menutupi wajah.
Kenapa anak itu? pikirmu heran. Sedikit kesal pula karena dia pergi tanpa mengucap sepatah kata padamu. Seenggaknya bilang terima kasih, kek. Baik lagi menyapaku lebih dulu.
Sudah biasa memaklumkan segala hal tersebut. Menghela napas, kamu melanjutkan langkah menuju kamar mandi hanya untuk mendapati pintu yang terkunci dengan Kei di dalamnya. Akhirnya memutuskan untuk menuju dapur. Memang, rutinitas membantu ibu membuat sarapan tidak bisa dilewatkan olehmu.
✦― solvus; tbc ―✦
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top