You Knock Me Out

Laki-laki itu baru selesai jogging keliling komplek. Seluruh tubuh atletisnya dipenuhi keringat, rambut skin headnya pun terlihat basah.

"Pagi, Mas Al!" Sapa Pak Ginyo, satpam bertubuh subur di komplek pada Al.

"Pagi Pak Ginyo!" Al balik menyapa sambil mengelap muka dengan handuk.

"Tumben kok olahraga? Eh lho, itu mukake kenapa tho?" Pak Ginyo keheranan melihat luka di muka Al, terutama bagian hidung.

"Ah, saya kan memang biasanya olahraga, Bapak ini lupa ya? Kalau soal muka saya... ini kemarin habis jadi lelaki seutuhnya, " canda Al.

"Waduh.. pasti gara-gara cewek itu. Anuu lhoo..maksudnya tumben olahraga di komplek. Jarang-jarang lihat Mas Al jogging begini, pagi-pagi pula,"

"Pak Ginyo aja kalii yang nggak pernah lihat saya, saya biasa jogging kook," kilah Al.

"Lho wong saya ini piketnya dari subuh sampe siang lha ya saya tahu siapa yang biasa rajin jogging di komplek ini. Kalau Mas Al kan olahraganya sekalian latihan keluar rumah," Pak Ginyo kekeuh sumekeuh bertahan pada pendapat dia dengan suara sedikit kencang.

"Ssstt, Pak Ginyo ini nggak usah keras-keras. Masih sepi, kedengaran kalau Pak Ginyo lagi ngomong,"

"Lalu, kenapa tho tumben jogging pagi-pagi?" Tanya satpam itu masih penasaran.

"Nggak bisa tidur!" Jawab Al asal. "Udah ya Pak Ginyo, saya mau lari lagi. Selamat piket!" Al buru-buru mengakhiri pembicaraan tersebut. Bisa tidak ada ujungnya kalau ngobrol sama Pak Ginyo. Belum lagi rasa ingin tahunya yang super tinggi. Tidak mungkin kan Al cerita padanya alasan dia jogging sepagi ini. Meski muka Al masih penuh luka dan lebam, niat dia hari ini tidak luntur untuk jogging sekedar berkeliling komplek. Bulak balik melewati rumah tetangganya yang juga merupakan sahabat, rumah Kim. Bukan buat melihat bentuk rumah, bukan melihat tanaman yang ada di teras rumah Kim, bukan pula niat bertemu Kim. Dia berniat ingin mengawali pagi harinya dengan bertemu Prilly. Sejak kejadian semalam saat Al nekat mendekati bibir Prilly untuk menciumnya.

Entah kegilaan apa kemarin yang dia lakukan. Bisa dibilang godaan syetan. Tapi hati dia menuntun tubuhnya untuk bertindak seperti itu. Semalaman dia tidak bisa tidur memikirkan kejadian yang sebenarnya cukup memalukan, karena Prilly menolak halus niatnya. Semalaman pula dia memikirkan perasaan yang tetiba terasa hangat selama ada Prilly di dekatnya. Itu sudah terjadi sejak beberapa hari yang lalu. Sejak.. ah entah sejak kapan. Dan itulah alasan Al jogging pagi ini. Dia tidak punya nyali untuk sengaja bertemu dengan Prilly dan meluruskan semuanya. Dia tidak mau Prilly berpikir aneh-aneh padanya, sumpah dia bukanlah pria mesum. Dia hanya menjalankan perintah hatinya.

Maka dia berharap joggingnya pagi itu akan membawa pada ketidaksengajaan bertemu Prilly, Al berharap hal itu akan memudahkan dia untuk berbicara pada Prilly. Mudah-mudahan.

Sementara itu di lain tempat, Prilly yang sedang bersiap-siap berangkat mengajar disibukkan oleh telepon dari Kim.

"Pril, tolong doong gue ada barang yang kelupaan," ujar Kim, dia sudah berangkat dari jam 6 tadi menuju ke kedutaan besar Denmark di bilangan Kuningan.

"Ketinggalan apa? Lo balik lagi aja,"

"Nggak bisaaa, gue butuh cepaat jadi nanti biar tukang ojek aja yang ambil di rumah, ya?"

"Apa yang ketinggalan dan lo taro dimana?"

"Itu dia, ketinggalannya bukan di rumah kita,"

"Ha? Di mana dong? Nggak mau ah kalau jauh,"

"Nggaak kok, berarti kalau dekat lo mau ambil kan?"

"Dimana dulu?"

"Di rumah Al. Kemarin kan gue bawa bawa map tuh pas ke rumah dia. Nah itu map ketinggalan di ruang tamu. Gue udah bilang Al sih tolong simpenin pagi ini gue ambil. Tapi gue lupaaa ambil tadi buru-buru dijemput sama Coach Jevin. Tadi gue nelepon Al gak diangkat-angkat. Jadi tolong lo ke rumah dia ya please ambil itu map warna biru. Oke?"

"Hadeeeehhh, emang itu map penting banget ya?"

"Pentiiing lah. Itu salah satu berkas buat keperluan short course ke Denmark. Kalau itu nggak dibawa berabe,"

"Lo tuh kebiasaan deh, harusnya semalam lo balik lagi kek ke rumah Al. Lo ambil dan lo siapin buat pagi ini. Kalau udah kayak gini kan ribetin orang. Mana itu map isi penting. Bisa-bisanya lupa. Heran gue,"

"Udah ah gue lagi nggak mau diceramahiiin. Iyaa iya itu kesalahan gue. Ya dah pokoknya gitu ya lo tolong ambilin di rumah Al. Kemaren dia bilang sih dia simpan di kamar. Tapi pagi-pagi gini kan masih ada nyokap bokapnya. Lo tanya aja deh ya pokokny. Nanti tukang ojek ambil itu map. Oke?"

"Heeemm!"

"Gue ijinin kok lo ketemu lagi sama Al tanpa gue. Asal itu map lo ambil. Thank you darliiing. Daaahh!"
Telepon pun ditutup.

"Hah dasar Kim! Sembrono. Udah tahu dokumen penting. Hhh gimana dong ini?" Prilly mendumel sendiri di dalam kamar. Dia menjatuhkan badannya ke atas kasur. Serius bukannya tidak mau membantu Kim. Tapi seorang Prilly pun sedang galau atas kejadian kemarin dengan Al.

'Al hampir mencium gue!' Batin Prilly.

Bukannya senang, Prilly malah takut. Dia takut momen kemarin hanya sekedar ajang terbawa suasana aja lantaran dia sedang mengecek lukanya Al. Bagaimana kalau itu hanya sebuah spontanitas tak berarti dari Al? Bagaimana kalau kemarin mereka sampai berciuman padahal hubungan mereka tidak se-spesial itu? Bagaimana kalau cuma Prilly yang GR??

Errgghh.
"Ya Allah... ya memang Prilly suka sama Al tapi kemarin itu.. arrrggh! Kalau nanti ketemu Al gimana coba?? HUH. Pokoknya harus tahan banting, Pril! Harus!" Prilly masih berbicara sendiri seraya menggetok-getokan tangan ke jidatnya.

Ah ya sudahlah. Hadapi saja. Pikirnya. Prilly pun bangun dan bersiap menuju rumah Al untuk mengambil pesanan Kim.

"Begini nih kan kalau punya kakak pelupa. Yang kayak gini ini nih yang bikin gue males. Mudah-mudahan Al gak ada..., aamiin!" Prilly mengusap muka dengan tangannya. Dia lalu keluar rumah dan mengunci pintu. Dia berkaca kembali dari jendela rumah. Merapikan blouse warna hitam dengan aksen renda di bagian kerah, serta celana cullote warna hitam yang membalut kakinya hingga setengah betis.

Dia pun berjalan meninggalkan rumah dengan pasti tanpa lihat kanan kiri lagi menuju rumah Al.

TING TONG. TING TONG.

"Assalamualaikum!" ucap Prilly. Tidak ada jawaban.

Ia kembali menekan tombol bel. TING TONG. TING TONG. Kali ini Prilly tambahkan ketukan di pintu. "Assalamualaikuum!" serunya lagi.

Masih belum ada jawaban.

Prilly terpaksa mengintip melalui jendela. "Tantee??" Prilly mengetuk pintu. Menunggu ada yang menjawab. Semenit. Dua menit. Masih tidak ada yang menjawab. Dia pun berniat pulang. Tapi ucapan Kim yang terngiang di kupingnya mengurungkan niat tersebut.

"Dokumennya penting banget"

Prilly berkacak pinggang dan berpikir kemana orang-orang di rumah ini. Mobil punya Ibunya Al ada di parkiran. Tapi kok tidak ada yang menyahut kedatangan Prilly. Akhirnya dia mencoba sedikit keberuntungan dengan membuka pintu rumah Al.

CKLEK.

"Eh nggak dikunci?" Kepala Prilly masuk mengintip ke dalam dan celingukan. "Tante? Al? Iqbaal?" Panggil Prilly meyakinkan. Tidak ada jawaban.

"Hmm.. bahaya juga ini gak dikunci. Gue masuk aja deh.. Tante, om, Al, Sierra, Iqbaal.. dan para penghuni yang lain. Maaf maaf ya permisii.. Prilly mau masuuk..," ujarnya pelan. Prilly langsung menuju ke lantai atas kamar Al dengan hati deg-degan tidak karuan. Sesekali bayangan kejadian kemarin sekelibat hadir di pikirannya sampai-sampai dia harus memejamkan mata dulu agar si bayangan itu hilang.

"Norak ih, hus hus, ganggu konsentrasi orang aja," ujar Prilly.

Begitu sampai di depan kamar Al, dia melihat Al sedang tidur meringkuk di balik selimut dengan suara ngorok kecilnya. Prilly pun mindik-mindik masuk ke kamar Al dan celingukan mencari sebuah map yang Kim sebutkan tadi. Ah itu dia! Prilly menemukannya di atas meja kerja Al. Perlahan dia mengecek isi map tersebut untuk memastikan dia tidak salah ambil. Namun ada beberapa lembar kertas yang menarik perhatian. Kertas perjanjian dari sebuah hotel.

Dear Ms. Kimberly,

Berikut ini kami sampaikan paket wedding sesuai yang diminta,

Prilly membacanya dengan seksama. "Wedding? Bulan depan? Siapa yang mau menikah? Hmm...,"

Suara batuk Al terdengar hingga membuat Prilly setengah panik. Dia buru-buru merapikan kembali isi dokumen dan bergegas pergi. Tapi niatnya terhenti saat ia mendengar Al kembali terbatuk dan menarik selimutnya lebih tinggi hingga hanya setengah kepala yang terlihat.

'Kasian Al, kayaknya dia lagi sakit,' pikir Prilly. Penasaran Prilly pun malah menghampiri Al. Rasa peduli dia pada Al membawa Prilly merapikan selimut yang belum seluruhnya menutupi badan Al. Gadis itu membantu Al agar merasa lebih hangat. Sambil tersenyum bungah, Ia berdiri memperhatikan sosok Al meski hanya dari tampak belakang, meski hanya rambutnya saja yang kelihatan. Kapan lagi bisa memperhatikan Al sedekat ini tanpa harus ketahuan oleh siapa pun? Pikir Prilly. Berniat pamitan, Prilly mengusap tubuh Al kemudian rambutnya pelan-pelan.

"Selamat istirahat, Al. Semoga cepat sembuh, kamu..." bisik Prilly.

"Prilly?" tiba-tiba sebuah suara yang sangat Prilly kenal terdengar dari belakang Prilly. Oh My God! Prilly langsung mematung dan diam seribu bahasa.

'Kalau benar itu suara dia, terus yang di dalam selimut siapaaa dooong??' pikir Prilly mulai panik.

"Pril? Kamu lagi ngapain disitu?"

Badan Prilly masih kaku, tidak berani bergerak. 'Aduh, mati gueee,' Prilly memejamkan matanya, berpikir dia musti jawab apa pada sosok pria di belakang dia.

"Prill!" kali ini suaranya setengah berseru lantaran yang sedari tadi dipanggil tidak menjawab. Prilly terhentak dan langsung berdiri tegap. Napasnya mulai tersekat, jantungnya berasa memompa darah lebih banyak dari biasanya. Prilly berbalik badan sambil mendekap dokumen yang barusan dia ambil kemudian tersenyum maksa pada pria itu.

"Hay, Al," sapa Prilly seraya melambaikan tangannya cepat pada Al yang tampak berkeringat dengan handuk di leher.

'Duilee ngapain gue lambaikan tangan coba? Emang semacam lambaikan tangan ke kamera sih, nyerah deh gue kasih alasan apa' Prilly membatin.

"Lo lagi ngapain barusan? Ngintip orang tidur?"

"Nggak kok, nggak ngapa-ngapain, cuma lagi cari dokumennya Kim, maaf gue lancang masuk ke kamar lo, Al. Kim tadi telepon minta tolong ambilin dokumen yang ketinggalan di rumah lo. Katanya udah lo simpan di kamar. Tadi sudah ngetok pintu tapi nggak ada yang jawab. Kim juga tadi neleponin lo tapi nggak diangkat-angkat. Pas gue coba buka pintu rumah ternyata nggak dikunci, sorry...,"

"Oh.. iya sih, Kim bilang ketinggalan dokumen. Katanya mau ke rumah, tapi gue nggak tahu mau kapan. Gue abis jogging dan gak bawa HP, tuh HP gue di atas meja kerja. Bapak udah berangkat kerja dan Ibu memang lagi keluar sebentar. Sierra sekolah, pintu rumah sengaja gak gue kunci karena cuma jogging keliling komplek aja," ujar Al menjelaskan. Prilly hanya manggut-manggut mendengarnya. "Terus, dokumennya Kim udah ketemu?"

"Nih, udah ketemu kok," Prilly menunjukkan sebuah map berwarna biru tersebut. "Hmm.. Kalau gitu gue balik dulu ya, Al." ujar Prilly yang langsung berjalan keluar pintu kamar, tapi..

TAP.

"Tunggu," Tangan Al menghalangi jalan Prilly. Al memalangkan tangannya ke sisi pintu yang lain dan menahan Prilly keluar.

"Eh kok?" Prilly keheranan sekaligus cemas. Cemas Al akan mengucapkan sebuah pertanyaan yang Prilly sangat tidak ingin dengar saat itu juga.

"Gue penasaran," ucap Al serius dengan suara ngebassnya yang menurut Prilly semakin bikin kepengen pipis. Takut. Al menoleh pada Prilly dan menatap dia dalam-dalam sampai-sampai membuat Prilly kikuk sendiri dan berusaha sebisa mungkin menghindari tatapan mata itu.

"Perasaan tadi map itu udah gue siapin di atas meja kerja deh,"

'Nah nah kan...,' Prilly menelan ludah.

"Sebenarnya tadi lo lagi ngapain di samping tempat tidur?" tanya Al.

JEGEER. BENAR KAAN??? Pertanyaan keramat itu keluar juga dari mulut Al. Ih sebal, harusnya tadi secepat kilat gue pergi aja dari kamar ini. Pikir Prilly.

"Ya.. ya..ambil map ini lah,"

"Hmmm... gitu ya,"

"Al, tangannya bisa disingkirin nggak? Gue mau balik," tanya Prilly. Al tidak menjawab. Prilly pun maju dan berusaha menghindar dengan menunduk melewati ruang di bawah tangannya Al. Tapi Al kembali menahannya.

Prilly melirik tajam Al. "Ada apa lagi?"

"Nggak apa-apa, cuma lagi berpikir aja,"

"Mikir apaan?"

"Nggak sangka juga ya, ternyata lo perhatian sama gue," ujar Al menyunggingkan senyum manis di bibirnya.

SKAK MAT. Prilly berusaha mengontrol mimik mukanya saat itu di depan Al. "Perhatian? Ini lagi ngomongin apa ya?" Walau Prilly sudah mengira sedang membahas apa, tapi Prilly tetap memancing inti pembicaraan mereka sambil setengah berharap semoga ini bukan tentang ucapan Selamat Tidur, Al yang tadi dia lakukan.

"Yang barusan lo lakukan pas gue datang,"

'Damn!'

"Hmm?" tanya Prilly memicingkan mata.

"Iya, yang barusan,"

"Ah biasa aja, gue kan memang orangnya perhatian. Gue perhatian sama semua orang kok, Al," jawaban itu akhirnya keluar dari mulut Prilly.

"Termasuk sama Iqbaal?" tanya Al seraya menunjuk tempat tidur dengan matanya.

Prilly menoleh ke belakang dengan cepat. Iqbaal yang sedang tidur namun merasa dipanggil pun bergerak dari tidurnya dan membuka selimut. "Ada yang manggil gue ya?" tanyanya setengah tersadar.

"I..iya termasuk sama Iqbaal,"

"Jadi bukan nama Al ya yang barusan gue dengar?"

"Iqbaal. Lo barusan dengar nama Iqbaal. Sekarang, kalau lo nggak keberatan bisa tolong singkirin tangan lo yang menghalangi jalan gue nggak? Urusan gue udah beres disini,"

Al mengerenyitkan kening dan kembali memberikan tatapan tajam dari mata indahnya. Wajah Prilly yang cantik itu sungguh menggoda iman. Prilly balik menatap Al.

"Gak usah ngelihatin gue kayak gitu,"

"Kenapa? Takut pertahanannya jebol?" Goda Al.

"Hhhh, noraaakkk, udah ah, minggir! Nanti Kim nungguin. Sampai jumpa Iqbaal, cepat sembuh ya!" Prilly akhirnya mendorong tangan Al dan buru-buru pergi secepat mungkin. Meninggalkan Iqbaal yang sudah duduk sambil mengucek-ucek mata dan Al, yang kembali kali ini tanpa ia sadari, menyunggingkan sebuah senyuman dari secuil rasa bahagia.

"Ada apa sih? Tadi Kak Prilly ya?" tanya Iqbaal sambil menguap.

Selagi berjalan pulang ke rumah, tak henti-hentinya sepanjang perjalanan Prilly mengumpat dirinya sendiri. "Prriiill Priill... dasar begoo, oon, bisa-bisanya ke-gep sama orangnya langsung!" ujarnya sambil menjitak-jitak jidatnya. "Ebuseet, bagaimana nanti ya kalau ketemu dia lagi? Kejadian kemarin dan hari ini super banget deh ah? Hhhh...," Prilly meratapi kecerobohannya tadi.

"Ya Allaahh,, harus bisa biasaa..harus! harruus!!" ucap Prilly bicara sendiri di depan halaman rumahnya.

Pintu rumah pun dibuka. "Apaan yang harus? Lagi ngapain sih lo?" tanya Kim yang ternyata berada di rumah.

"Nah ini dia biang keroknya! Kok lo disini?? Katanya tukang ojek yang jemput??" Prilly berbalik badan dan menghampiri Kim.

"Biang kerok apaan sih?"

"Gara-gara elo nyuruh gue ke rumah si Al buat ambil nih barang," Prilly menghempaskan map tersebut ke badan Kim. "Gue jadi ketahuan...," Prilly berhenti bicara, sesaat dia berpikir untuk tidak memberi tahu kakaknya tersebut tentang apa yang barusan terjadi di kamar Al. "Ah ya sudahlah,"

"Ketawan apaan sih? Ih kentang banget sih lo cerita!"

"Intinya cukup memalukan, udah gue males cerita. Mendingan elo yang cerita. Katanya tadi lo nggak bisa balik lagi dan tukang ojek yang ambil ini dokumen. Kok lo malah ada di sini?? Tahu gitu kan harusnya elo aja tadi yang ambil sendiri itu berkas," ujar Prilly sambil mengambil minum di dapur dan menegak habis satu gelas air penuh. Kim yang mendengarnya masih belum paham.

"Yaa maaf siiih, gue juga nggak tau kalau jalanan nggak semacet yang gue bayangkan. Jadi gue muter balik. Terus yang kedua ternyata Coach Jevin ada keperluan mendadak yang dia harus datangi. Jadi nggak jadi deh. Besok lagi kita ke sana. Ya udah lah lo nggak usah cerita, tapi apapun itu anggap aja itu bonus dari gue buat elo biar bisa ketemu Al. Anyway, terima kasih adikku sayang sudah mengambilkan berkas penting ini,"

"Berkas apaan sih?" Tanya Prilly lagi.

"Kan tadi udah gue bilang,ini berkas buat keperluan beasiswa bulu tangkis kita di Denmark, gue harus selesaikan malam ini juga," jawab Kim sambil cengangas-cengenges.

"Cuma itu aja? Nggak ada yang lain?"

"Nggak kok," Kim tersenyum meyakinkan Prilly.

Di lain tempat,

Pria bermata indah itu sedang menerawang ke luar jendela, memain-mainkan pulpennya sambil menatap langit yang kadang kelihatan biru muda kadang biru tua, bahkan sedikit abu-abu di mata Al. Bukan karena dia ngantuk karena habis olahraga, tapi berasa jadi abu-abu lantaran lama-lama matanya jadi jereng dan siwer. Pandangan di depan mata dia beradu dengan bayangan kejadian barusan saat melihat Prilly merapikan selimut Al dan berkata 'Selamat istirahat, Al. Semoga cepat sembuh,'

Ucapan Prilly begitu tulus dan lembut. Perasaan benar deh tadi dengarnya Al, bukan Iqbaal. Pikir Al. Dia tidak menyangka saja bahwa Prilly yang selama ini terlihat cuek-cuek saja saban bertemu dia, layaknya teman saja, ternyata bisa seperhatian itu pada dirinya. Padahal sih Al juga sadar semenjak seharian pergi dengan Prilly, semua tidak lagi sama. Tapi tadi Al mendapat bukti akurat bahwa Prilly sepertinya mempunyai perasaan padanya. Bahwa dia tidak akan bertepuk sebelah tangan.

"Prilly...," tanpa sadar Al mengucapkan nama adik temannya tersebut sambil tersenyum sambil tersenyum lebar. "Eh?? Apaan sih gue? Nggak nggak nggak, kan belum tentu juga," Al tersadar dan menggeleng cepat.

Sedangkan pada saat bersamaan, Prilly yang sedang bersiap berangkat mengajar berkata pada Kim, "Apaan??" tanya Prilly.

"Apaan yang apaan?" Kim balik bertanya.

"Lo barusan manggil gue?"

"Kagak,"

"Serius? Perasaan tadi ada yang manggil gue ah,"

"Setan kali!"

"Reseek ah!"

***

Segini dulu yaa besok lanjut lagi. Selamat membaca semoga terhibuur *ketjup satu2*

Ciaao!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top