Tergoda

Matahari pagi ini mengusik tidur lelapnya Al dari balik jendela. Tirai dibuka dengan lebar oleh seorang wanita yang dia sudah tahu siapa. Harum parfum khasnya sudah bisa ketebak siapa yang membangunkan Al sepagi ini.

Al berbalik badan dan menarik selimutnya lebih tinggi.

"Bangun!"

"Masih jam segini, Kiiimm. Masih ada waktu tiga jam lagi. Kasih gue waktu sejam lagi buat merem," Al berbicara dengan mata masih terpejam.

Sayangnya Kim tidak mau tahu. Dia menarik lagi selimut Al kemudian merapikannya.

"Kim!"

"Siapa suruh lo pulang pagi-pagi?? Udah tahu hari ini ada latihan, ada rapat tentang beasiswa. Sebagai orang yang merangkap jadi manager tim, udah menjadi tugas gue mengingatkan kalian. Ayo bangun! Andoy udah siap di bawah,"

"Come on Kim! Lo masih aja bahas gue pulang pagi-pagi. Udah doong marahnya, nanti gue beliin coklat ayam jago deh sekardus," Al merayu Kim.

"Buruan bangun!" Kim tidak menggubris Al.

Di sela perdebatan mereka, notifikasi dari hp milik Al berbunyi sebanyak 4 kali. Ada yang mengirim chat padanya. Al segera membacanya.

'Hi, Al'
'Selamat pagi...,'
'Kamu apa kabar? Kemarin Tobi cerita kalau dia ketemu kamu, long time no hear any news from you. Hari ini ada acara di gallery aku,'
'Hmm... kalau kamu ada waktu sempatin datang ya,'

Sent from : Tatjana

Mata Al terpaku tak berkedip usai membaca pesan tersebut. Hatinya jadi tidak karuan. Sudah seminggu lebih hubungan mereka tidak seintens dulu. Apalagi setelah dapat kabar tentang status Tatjana, semenjak itu Al belum menghubungi dia sama sekali. Tapi pesan-pesan dari Tatjana pagi hari ini tak dapat dipungkiri mempengaruhi hatinya, perasaannya dan awal harinya.

Kim menyadari hal itu, dia menghampiri Al dan diam-diam langsung merebut HP.

"Kim!" Al berseru seraya langsung lompat dari tempat tidur. "Sini balikin nggak?!"

Tubuh Kim yang semampai mampu menghindari gapaian tangan Al yang juga tidak kalah tinggi dari Kim.

"Nih!" Kim mengembalikan HP setelah selesai membacanya. Al merengut.

"Ya kan gue bilang juga apa? Dia nggak mau kehilangan fansnya! Heraan deh gue sama pemikirannya Tatjana?? Ngapain lagi sih dia? Kalau udah punya pacar ya udah urusin kek pacarnya itu! Kan nggak mungkin dia nggak cinta. Bencik gue lihatnya. Norak!!" Kim terbawa emosi.

"Ya udah sih..,"

"Lo mah selalu ya udah sih. Elu tuh ya naksir cewek boleh, jatuh cinta boleh tapi nggak jadi bloon kayak gini!"

"Pertanyaan gue, emang lo sendiri udah pernah jatuh cinta? Emang lo udah pernah pacaran?"

"Yeee nggak usah bawa-bawa pengalaman pacaran. Walaupun gue belum pernah pacaran tapi bukan berarti gue nggak pernah jatuh cinta, Al! Underestimate banget sih!"

Al tertawa. "Lagian sih.. gue males tau dinasehatin sama orang yang belum berpengalaman,"

Kim melempar bantal ke muka Al. "Sialan!"

"Hmm.. terus gimana ya ini? Gue musti jawab apa?" Tanya Al.

"Ketik aja. BHAY NEK!"

"Serius, Kim!"

"Yaa...gimana ya," Kim melipat kedua tangannya. "Elo sendiri gimana?"

"Honestly.. nano nano. Antara senang tapi gue males, ngerti nggak sih?"

"Paham sih, gw kalau di posisi lo juga bakal merasa begitu, tapi mungkin ini waktu yang tepat, Al, buat lo bicara sama dia. Lo tanya soal status dia dan lo selesaikan semuanya,"

"Hmmm, sebenarnya waktu acara penghargaan minggu lalu, dia sempat bilang ke gue kalau ada yang mau dia omongin, tapi sampe sekarang belum terucap apa-apa dari dia. Sekalian aja kali ya gue tanya soal waktu itu?"

"Go ahead, then," Kim mengangkat kedua tangannya tanda dia menyerahkan semua kepada Al. "Tapi ingat, lo itu juga punya harga diri. Catet!"

"Iyeee,"

"Ya udah buruan mandi, gue dan Andoy tunggu di bawah. Oh ya, kalau lo beneran mau ketemu dia..., gue cuma ngingetin aja sih, abis latihan lho ya! Jangan mangkir atau cabut di tengah latihan. Awas lo!"

"Iyeee!"

Al menggigit-gigit bibirnya. Berpikir mau balas apa. Menyusun kalimatnya sih yang lebih tepat. Kedua jempol Al pun beraksi, Al mulai mengetik balasan untuk dikirimkan ke Tatjana.

'Hi, you!'
'Aku baik, Alhamdulillah. Iya kemarin malam ketemu Tobi, kita motret acara party semalam. Kamu apa kabar? Udah lama juga gak dengar kabar kamu kecuali dari Instagram,'

Err.. oke delete bagian instagram. Ketahuan banget gue masih sangat perhatian.

'Gak dengar kabar kamu,'
'Oh ya acara apa? Inshaa Allah kalau sempet aku dtg. Hari ini ada jdwal latihan di senayan. Tp aku kemungkinan besar datang,'
'Mau tagih janji kamu yg bilang ada yg mau diomongin ke aku waktu di acara property award..'
'Masih ingat kan?'

Sent.

Di seberang sana, notifikasi HP milik Tatjana berbunyi. Wanita itu menghentikan kegiatan sarapannya sebentar untuk membaca whatsapp balasan dari Al. Secuil rasa lega tersirat di wajahnya, dia tersenyum membaca balasan itu. Namun lalu mukanya kembali diliputi rasa bingung. Sejenak dia berpikir untuk menyusun kalimat balasan. Seraya menatap pemandangan kolam renang di luar jendela ruang keluarga rumahnya.

'Aku ingat kok, kan aku yang punya kepentingan sama kamu. Nanti sekalian kita obrolin ya...'
'Acaranya habis makan siang, sekedar cocktail party aja kok Al. See U when I see U, U! (:'

Al tersenyum. Tatjana kembali membalasnya. Entah wanita yang dia taksir itu akan bicara apa. Mungkin sebuah jawaban atas tanda tanya di kepala Al selama ini akan hubungan mereka. Atau hal lain yang lebih menarik? Tidak tahu. Tapi yang pasti Al kini sedang berpikir kata-kata dari Kim. Iya juga ya. Giliran gue nggak kontak dia..eh dia nyariin gue!

***

Lapangan bulu tangkis indoor itu sudah mulai ramai. Anak-anak didikan coach Jevin sudah mulai pemanasan. Ada yang jingkrak-jingkrak sendiri, ada yang melemaskan otot-otot tubuh dengan meregangkan kaki dan tangannya. Ada juga yang pemanasan dengan mulai bermain ringan.

Sedangkan Al, Andoy dan Kim memilih pemanasan dengan berlari-lari di tempat. Klub bulutangkis tempat bernaungnya Al berisikan 25 orang pemain dengan 1 pelatih utama, 3 pelatih pendamping. Coach Jevin adalah pelatih utama sekaligus pemilik klub tersebut. Sebagai mantan atlet bulutangkis dan juga pengusaha sukses, dialah yang mensponsori segala kebutuhan klub. Dua bulan yang lalu dia mendaftarkan 10 atlet terbaiknya termasuk Al untuk mengikuti beasiswa short course selama 6 bulan di Denmark untuk dilatih lebih professional. Sepuluh orang itu sudah mengikuti babak penyisihan dengan metode pertandingan dari seluruh kandidat yang berasal dari 10 klub bulutangkis di Indonesia. Selain pertandingan, mereka juga mengikuti tes IELTS, psikotes dan wawancara. Dari 10 atletnya hanya akan ada 5 orang yang terpilih untuk dikirim ke Denmark.

Al sendiri termasuk anak didikan kesayangan coach Jevin, bukan karena faktor keluarga, tapi memang Al merupakan anak didikan yang paling lama dilatih olehnya. Al, Andoy dan Kim sudah tergabung dalam klub bulutangkis milik coach Jevin sejak mereka SD. Al juga yang termasuk sering mengikuti pertandingan dan beberapa kali menang, seperti Piala Bimantara, Piala Suhandinata dan Kejuaraan Bulutangkis yang disponsori oleh salah satu produk rokok. Terakhir Al hanya mampu masuk di babak perdelapan final Kejuaraan Junior Asia U-17. Setelah itu dia vakum untuk fokus menyelesaikan kuliah S1.

Teriakan Coach Jevin membuat seluruh atlet menghentikan kegiatannya dan berkumpul di tengah lapangan. "Pagi!!" serunya.

"Pagi!!!" jawab para anak didikannya tak kalah semangat.

"Hari ini kita latihan seperti biasa, hanya ada tambahan informasi mengenai program beasiswa short course kita ke Denmark, sekali lagi saya ingatkan hanya ada lima orang yang akan berangkat, kecuali Kim yang memang sudah pasti berangkat karena dia asisten saya dan saya minta dia untuk ikut,"

Mendengar itu, Al dan Andoy iseng menjambak rambut Kim dari belakang sambil terkekeh-kekeh.

"Ih apaan sih kalian ini?" seru Kim sambil berbisik.

"Pengumuman siapa saja yang lolos akan keluar minggu depan, percayalah saya ingin kalian semua berangkat karena kalian adalah anak-anak terbaik saya, tapi mohon mengerti bahwa dalam kompetisi ini saya ingin kalian semua legowo dan menjadikan ini pecutan bagi kalian agar bisa berlatih lebih baik lagi, OKE!!??"

"YES, COACH!!" teriakan serempak Al dan teman-temannya membahana di lapangan bulutangkis tersebut.

"Selamat berlatih!"

Mereka semua pun bubar dan mulai latihan seperti biasa. "Al," panggil Coach Jevin. Al menoleh.

"Ya Coach?"

"Gimana permohonan S2 kamu?"

"Sama kayak short course ini, belum ada kabar, katanya sekitar satu atau dua minggu lagi," jawab Al.

"Kalau kamu keterima S2, dan kamu stay disana.. apa nanti tidak akan seperti sebelumnya? Vakum bulutangkis karena kuliah?"

"Inshaa Allah nggak, Coach! Bulutangkis itu passion saya, hobi saya, sampai tua pun saya nggak akan berhenti bermain,"

Coach Jevin manggut-manggut. Sesungguhnya dia hanya mengetes kemantapan hati seorang Al. "Tapi kalau kamu keterima dua-duanya, beasiswa S2 dan pelatihan bulutangkis ini, bagaimana? Otomatis kamu tidak akan pulang ke Indonesia kan?"

Kali ini Al diam seribu bahasa. Tidak menjawab. "Kok diam?" tanya Coach Jevin.

"Coach benar, tapi itu tidak akan menghentikan saya untuk tetap bermain, saya sudah punya rencana akan tetap bermain disana, mengumpulkan mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang stay disana untuk bermain bulutangkis, menjadi pelatihnya. Memang short course ini diberikan untuk calon bibit atlet Indonesia, tapi meski saya tidak berada di Indonesia, saya sudah menjadi atlet Indonesia dan akan membawanya terus kemana pun saya pergi, Coach," Al mencoba meyakinkan Coach Jevin. Dia sedikit curiga dengan pertanyaan-pertanyaan pelatihnya itu

"Coach," lanjut Al lagi. "Mungkin Coach ragu dengan konsistensi saya di bulutangkis, tapi saya tidak harus menjelaskan lebih panjang lagi, Coach sendiri yang lebih tahu, bisa melihat siapa saya dan bagaimana saya di sini,"

Coach Jevin merangkul Al. "Iya, sudah.., bukannya saya tidak percaya kamu, saya hanya ingin kamu maju dan berhasil. Bukan hanya di dunia kesukaan kamu, baik itu bulutangkis maupun fotografi, tapi saya juga ingin lihat kamu berhasil juga di pendidikan. Saya tidak boleh egois, saya mengerti, Al," ujarnya menepuk-nepuk pundak Al. Al manggut-manggut.

"Ya sudah, kamu latihan sana, gabung dengan teman-teman,"

"Siap, Coach,"

"Coach," panggil Andoy. "Ada yang nyariin tuh," Andoy menunjuk dengan ibu jarinya ke arah belakang.

"Siapa?" Coach Jevin memicingkan matanya. "Ah, Prilly sudah datang! Pril!" Coach Jevin menghampiri sambil melambaikan tangannya.

Mendengar nama Prilly, Al spontan menengok. Ternyata benaran Prilly yang datang, dengan pakaian warna kuning dan rok berwarna putih selutut serta rambut yang digerai, Prilly tampak sangat memukau mata Al. Bukan hanya Al, tapi juga pria-pria yang ada di lapangan itu.

"Haay Coach!" sapa Prilly dengan seruan yang merdu.

"Heh!" Kim memalingkan kepala Al yang sedang asyik melihat Prilly dengan tangannya. "Ngapain lo?"

"Ah, nggak ngapa-ngapain, cuma lagi ngelihat itu tuh, Coach Jevin sama adek lo,"

"Daripada ngurusin itu, mending sekarang kita latihan, ganda, lo sama Andoy, gue sama Bisma,"

Al mengambil raketnya. "Ngomong-ngomong, ngapain Prilly ke sini, Kim? Pakai acara mau ketemu Coach Jevin lagi," ujar Al yang tanpa disadari bernada nyinyir.

Kim melengos judes. "Mau tahu banget?"

"Yaa.. nggak juga sih cuma tumben aja gitu...," Al langsung berlaga sok biasa.

"Dia pesan cupcake buatan Prilly buat ulang tahun anaknya," jawab Kim.

"Buatan lo berdua maksudnya?"

"Eh, iya maksud gue buatan kita berdua, ya begitu maksudnya," Kim buru-buru meralat jawabannya. 'Ih hampir aja ketahuan kalau gue nggak suka masak,' ucap Kim dalam hati.

"Kenapa bukan lo aja yang bawa barusan? Pake si Prilly yang bawain segala ke sini? Modus banget sih,"

"Yee kenapa elo yang sewot, biarin aja sih. Lagipula legal kok kalau Coach Jevin ganjen sama adek gue, tuh lihat adek gue cantik menarik, nggak jauh beda lah sama gue,"

"Emang lo mau punya adek ipar duda anak satu? Yaa walau dia pelatih kita udah lama kenal tapi kan sayang aja kalau Prilly dideketin Coach Jevin,"

"Emangnya adek gue harusnya dideketin siapa?" tanya Kim menyelidik.

"Ya yang masih bujangan kek gitu,"

"Elo maksudnya??"

"Ah, udah deh Kim, masih aja lo bahas soal gue dan Prilly. Lo minta apa sih? Steak? Pizza? Kambing guling? apa daging biawak??"

Kim tertawa puas. "Ya lagian elo kok sewot banget, lagipula mendingan iparan sama Coach Jevin yang ditinggal mati istri, nggak ada yang gangguin lagi, daripada elo perasaan masih digantung-gantung!" ledek Kim sambil berjalan ke seberang net, bersiap latihan.

"I'm ready!" teriak Andoy yang sudah memasang kuda-kuda dengan raket digenggam di tangannya. Sedangkan Al yang berdiri di samping Andoy malah lagi mikir, entah kenapa tiba-tiba dia sebal melihat Prilly bersama dengan Coach Jevin. Apalagi melihat Prilly yang sedang tertawa kecil dengan Coach.

"Kayaknya ngobrolnya seru bener, hhh, dasar duda genit!" gumam Al. PLOKK!! Sebuah kok sukses mendarat dengan keras tepat di jidat Al.

"AOCH!!" teriak Al.

"SMASH!" seru Kim puas.

"KIM!! Lo tuh bener-bener ye! " protes Al yang membuat Prilly dan Coach Jevin mengalihkan perhatian padanya.

"Eyes on me, Al! fokus! fokus!" seru Kim sambil memberikan jari telunjuk dan jari tengahnya ke Al lalu ke matanya secara bergantian.

Andoy tertawa terbahak-bahak melihatnya. "SMASHnya Kim sukses!"

Sedangkan Prilly tertawa geli melihat kejadian itu.

###

"Lo jadi ke tempatnya Tatjana?" tanya Andoy.

"Jadi, ini gue mau langsung cabut ke sana," Al menjawab sambil mengikat tali sepatunya. Mereka sedang bersiap-siap pulang. Lapangan pun sudah mulai sepi, hanya ada beberapa orang yang masih latihan, sebagian masih mandi, dan sebagian sudah pulang.

"Bro, kalau udah beres, saran gue nggak usah dekatin dia lagi lah, lo mendingan cari cewek baru. Gue tahu lo suka banget sama dia, sukaaa banget. Tapi percuma Al kalau dia nggak suka sama elo, itu namanya maksa. Bukan pasangannya tapi kok maksain, nggak lah,"

Al tersenyum simpul. "Iya, Ndoy, gue simpan saran lo,"

"Jangan lo simpan doang," ujar Andoy. "Kadang-kadang aneh ya Bro, gue sendiri kan pernah ngalamin hal yang sama kayak lo sekarang,"

"Aneh gimana?"

"Aneh aja. Kadang... kita jatuh cinta sama orang yang nggak bisa kita miliki," celetuk Andoy.

Mereka berdua terdiam sesaat.

"Anjrit berat bener bahasa gue, baru sadar gue! hahahah," ucap Andoy.

Kedua sahabat itu pun tertawa lepas. "Tapi emang benar juga sih, nggak tahu lah, misteri cinta!"

Pandangan Al lalu teralihkan pada seorang wanita berbaju kuning yang sedang berjalan menuju parkiran motor. "Eh, itu Prilly. Gue mau kesana dulu ya, Ndoy,"

"Mau ngapain?"

"Gue belum sempat bilang terima kasih ke dia, kemarin dia baru gue ajak jalan seharian buat nemenin kegiatan gue, sampai bikin si Kim marah,"

"Oh itu, iya si Kim cerita,"

"Waduuh, cerita apaan dia?"

"Ya cerita elo bawa adeknya sampai pagi," jawab Andoy terkekeh.

Al berdiri dan merapikan pakaiannya. Hari ini dia memakai jeans berwarna hitam dengan kaos putih. Dia pun memasang kacamata hitamnya dan mulai berjalan ke arah Prilly. Tapi...

"Mau ngapain lo?" tanya Kim yang mendadak keluar dari dalam lapangan hingga membuat Al berhenti. Kim langsung menghalangi jalan Al.

"Errhh, itu.. nggak ngapa-ngapain kok,"

"Mau nyamperin Prilly?"

"Buset deh Kim, sumpah lo galak banget sih, nggak usah over protective gitu kali. Percaya sama gue, gue cuma mau bilang terima kasih ke Prilly aja kok, kemarin dia kan ketiduran. Gue nggak sempat bilang apa-apa ke dia,"

"Ya udah, gue yang sampein ke dia nanti," jawab Kim tegas.

Al mengerenyitkan kening. "Serius lo Kim? Bahkan untuk ngobrol aja dengan Prilly aja gue nggak boleh?"

Lalu Prilly pun datang dengan motornya untuk menjemput Kim, menghentikan perdebatan Kim dan Al sementara. Tak berani menyapa Al duluan, Prilly melirik terlebih dulu pada Kim, barulah dia berani menyapa.

"Hai...., Al..," sapa Prilly ragu-ragu.

"Hai Pril, gue mau...,"

"Eh, nanti lo telat lho janjian sama Tatjana. Gue balik duluan ya. Ayo Pril," Kim memotong omongan Al. Dia langsung memasang helmnya dan naik di belakang Prilly.

"Hmm.. Kalau gitu, kita duluan ya, Al," ucap Prilly.

"Oke deh, hati-hati," Al menyerah.

Mereka pun melaju meninggalkan Al sendirian. Ups tidak sendirian deng, ada Andoy yang datang menghampiri Al.

"Parah banget deh si Kimberly, dia beneran marah ya sama gue? Padahal kan gue nggak ngapa-ngapain Prilly juga, masa gue nggak boleh ngomong secara langsung sama adeknya?" keluh Al.

"Al, ini udah dua ribu lima belas, lo telepon dong si Prilly, ajak ketemuan, atau apa kek video call atau apa gitu. Atau pake burung merpati sekalian," canda Andoy.

"Ah resek, ya udah gue cabut duluan, Ndoy. Nanti malam gue telepon lo deh buat cerita hasil ketemuan hari ini,"

"Oke,"

Di motor, Prilly pun menumpahkan kekesalannya pada Kim, kakak semata wayangnya itu. "Kim! Lo tahu nggak sih kalau lo bersikap kayak begitu, itu malah kelihatan banget kalau gue ada apa-apanya sama si Al! Bersikap biasa aja kali nggak usah sampai segitunya, kan yang penting dia nggak deketin gue, bukan berarti nggak boleh ngobrol juga sama gue kan!?"

"Iya sih emang! Tapi gue pengen dia tuh lebih mikir buat menyelesaikan masalahnya satu per satu! Pokoknya selama masalah dia belum selesai sama si Tatjana lo nggak boleh ada di dalamnya. Titik! Terus ya, elo tuh jawab kek pertanyaannya si Tristan, gue mulai empet ditanyain mulu sama dia soal elo!"

"Tristan!? Tristan hubungin elo!?"

"Iya! Dia bujuk gue biar gue disuruh biacara ke elo, untuk mempertimbangkan elo balikan sama dia!"

"Terus lo jawab apa?" tanya Prilly masih sambil menyetir motornya.

"Gue bilang itu masalah kalian berdua jadi selesaikan berdua jangan bawa-bawa gue!"

"Nah bagus!"

"Tapi cepetan juga deh lo urusin! Lama-lama ganteng-ganteng gengges doi!"

Siang hari ini berasa senja bagi Prilly. Iya! Senja! Senja yang selalu membuat perasaan Prilly campur aduk tidak karuan.

***

Haloo semuaa...

Maaf baru on lagi *nggak ada yang nyari juga sih ya* :))

Akhir-akhir ini kebanyakan ide malah kadang-kadang lost ide, jadi please share your thought here, biar bikin semangat nulisnya! Semogaaa semogaa jempol ini tak bosan menari-nari di atas keyboard, hehe,

Enjoy Read, then! ciao!


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top