(Re-Publish) First Date

"Hari ini gue mau ajak kencan Prilly," ujar Al pada Andoy sambil mengeringkan rambutnya. Dia baru saja selesai mandi beres latihan bulutangkis di tempat biasa, masih berada di ruang ganti dengan bertelanjang dada.

"Kemaren bukannya udah pergi bareng?"

"Itu sih tes IELTS doang kali. Otak gue mateng abis ikut tes, Prilly juga kecapekan, akhirnya kita cuma makan aja di pecel lele dekat komplek,"

"Nggak ciuman lagi?"

"Kagak laah, lu sih mikirnya aneh-aneh,"

"Lha, kan gue cuma ngomong, terakhir kali kan lu ciuman sama dia," Andoy terkekeh.

"Ya tapi kan hubungan kita bukan kayak gitu doang, Ndooy.."

"Haha, sorry sorry udah nggak usah bete gitu.. Terus, lo mau ajak dia kemana?"

"Enaknya kemana ya, Ndoy? Hari ini... Gue sekalian mau meminta dia jadi pacar gue.. Gimana cara ngomongnya ya tapi? Deg-degan asli."

"Lo nanya apa ngeledek?? Gue aja belum punya pacar, lo nanya ama gue, kampret."

Al terkekeh. "Bukan gitu, Ndoy. Mantan gue yang terakhir kan masih anak sekolah, nembak dia dulu gampang, pake kata-kata romantis, kasih bunga, coklat, jadi deh. Tapi kalau Prilly ini beda, cara kayak gitu bisa dianggap alay ama dia. Gue butuh sesuatu yang tidak romantis tapi terkesan romantis,"

Andoy nampak kebingungan. "Kenapa bahasa lo ribet amat sih?"

"Intinya nggak yang lebay gitu maksud gue,"

"Apa ya? Lo coba nyatainnya pas lagi bungee jumping mungkin?" jawab Andoy asal sambil memasang sepatu.

Al menoyor kepala Andoy. "Kira-kira dong kalau kasih ide,"

"Ya apaan dong? Lagian gue heran, kenapa kemaren nggak langsung tembak aja coba?"

"Nggak pas momennya,"

"Apa ya? Gue juga bingung, lo bawa aja ke restoran dengan suasana malam yang romantis. Coba aja ke Cloud di The Plaza Thamrin, gimana?" Andoy nampak puas dengan idenya.

"Pinter! Nanti sore gue jemput si Prilly, gue bawa ke sana,"

"Lo mendingan reserved dulu,"

"Brilian!"

"Ckckck, emang ye jatuh cinta itu bikin bloon,"

"Tapi kata emak gue, jatuh cinta itu harusnya bikin pinter,"

"Ya elo pengecualian!"

"Sialan,"

"Eh, lo bukannya besok ada jadwal wawancara?"

"Iya emang," jawab Al seraya berpakaian.

"Nah, lo jangan pulang kemalaman, lo berdua kan besok musti well prepared, baik kan gue ngingetin lo?"

"Ndoy, walau lo suka ngerepotin, tapi lo benar-benar sahabat gue paling kece!"

Andoy melengos.

---

Petang ini, Al terlihat semakin tampan dengan kemeja panjang warna putih yang lengannya dia gulung sampai siku. Dipadu dengan celana jeans warna hitam dan ikat pinggang bermerek dengan lambang H. Tak lupa dia menyemprotkan parfum di sekeliling badannya.

"Mau kemana kamu?" Tanya Bapak yang tumben-tumbenan mampir ke kamar Al. Biasanya Bapak jarang naik ke lantai atas. Kalau pun naik hamya sekedar bersantai di balkon. Karena di lantai atas bisa dibilang hanya milik Al dan Iqbaal, cuma ada 2 kamar tidur, 1 kamar mandi dan dak untuk menjemur pakaian.

"Eh, Bapak."

"Rapi amat, wangi pula. Kamu beneran mandi kan bukan sekedar mandi parfum?"

"Mandi laah, Pak. Udah ganteng gini juga."

Bapak tertawa. Ia masuk ke dalam kamar Al. "Mau kencan?"

"Bisa dibilang begitu,"

"Sama Tatjana?"

Al mendengus. "Bapak ketinggalan jaman, Ibu aja tahu, masa Bapak nggak? Hehe."

"Bapak tahu kok, tapi cuma ngetes aja. Kalau pria ganteng seperti titisan Richard Gere kayak Bapak ini feelingnya kuat kalau masalah cewek," canda Bapak membanggakan dirinya. Tapi Bapak tidak sepenuhnya bohong. Karena muka Bapak memang menyerempet mirip sama Richard Gere. Semakin tua malah semakin gagah dan ganteng.

"Bukannya besok kamu ada wawancara ya?"

"Iya,"

"Jangan pulang malam-malam kalau gitu, kasihan juga kan Prilly kalau kamu ajak pergi sampai malam,"

Al tersenyum. "Tenang, Pak. Cuma makan malam aja. Nah..karena pas banget kebetulan Bapak ke sini. Al boleh dong ya pinjem mobil Bapak? Bosan pinjam mobil Ibu terus..pengen yang agak gagahan gitu,"

"Nanti kalau Prillynya pakai rok dia susah naiknya lho, Al."

"Justru itu, kesempatan buat Al bantuin dia naik," jawab Al dengan mata nakal.

"Ckckck.. dasar. Ya sudah sana pakai aja, kunci mobil ada di tempat biasa."

"Aseeek! Terima kasih, Bapak..! Btw, gimana penampilan Al? Udah kece belum?"

"Sudah, sudah."

"Oke deh. Kalau gitu Al berangkat dulu," Al mengambil dompetnya dan berjalan keluar kamar.

"Eh Al," panggil Bapak.

"Dijagain Prilly-nya, awas kamu macam-macam. Sekali lagi jangan pulang malam-malam. Besok kamu ada wawancara. Demi masa depan lho, ingat"

"Siap," Al memberikan hormat pada Bapak. Dengan percaya diri dia turun ke bawah dan mengambil kunci mobil.

"Mau kemana?" Tanya Ibu.

"Ken..can." jawab Al singkat lalu berlalu meninggalkan Ibu yang keheranan.

"Kencan sama siapa? Al??" panggil Ibu. Tapi sayang Al langsung buru-buru pergi. Ibu menyusul di belakangnya. "Eh kamu kok gak jawab sih? Al??" Al mengeluarkan mobil dari dalam garasi.

Ibu berkacak pinggang tanda ngambek karena anak lanangnya itu tidak mau berbagi info dengannya.

Al membuka jendela kaca. "Ibu.. gak usah jealous gitu doong,"

"Ya habis ibu ditinggalin gitu aja sama cewek lain. Ibu udah masak pula. Sebel,"

"Bukan cewek lain kok, pergi sama Prilly. Nanti Al bawain martabak ya!"

Raut muka Ibu langsung berubah menjadi rela dan ikhlas kalau anaknya pergi sama wanita yang sudah dia kenal.

Tidak sampai 2 menit, mobil Al sudah sampai dan parkir depan rumah Kim dan Prilly. Dia mengecek kembali penampilannya dari kaca spion. Lalu turun dengan gagah. Sesaat dia pause lantaran mendadak dia deg-degan bukan main mau mengajak Prilly kencan.

Bagaimana kalau Prilly nggak mau coba? Karena dia tidak tahu kalau Al mau mengajak kencan malam ini. Ceritanya ini surprise. Tapi kalau surprisenya gagal gimana dong?

15 menit Al malah berdiri mematung di depan pintu rumah tetangganya itu.

"Geblek lo Al... beranii dong."

Al menarik napas panjang lalu menghembuskannya. "Bismillah,"

TOK TOK TOK.

"Sebentaaar!" jawab suara Prilly. "Siapa!?"

Prilly membuka pintu rumah setengah untuk mengecek siapa yang datang.

"Al?"

Senyuman lebar menyejukkan diberikan oleh Al pada Prilly.

"Kok kamu rapi amat? Ada janjian sama Kim kah? Soalnya tadi Kim juga pakai baju pesta gitu. Tapi dia udah jalan sama Coach Jevin. Kamu telat,"

"Ssstt, bisa nggak sih nggak cerewet?"

"Nggak," jawab Prilly cuek.

"Eegghh kamu itu," Al melihat Prilly dari atas sampai bawah. Prilly memakai sandal jepit paling hits seantero Indonesia alias swallow warna kuning. Rambutnya dicepol atas, kaos rumahan yang udah lusuh, celana pendek motif polkadot dan kacamata baca. Timpang banget dengan dia yang sudah rapi jali.

"Apa sih kamu lihat-lihat aku begitu?"

"Gini deh langsung aja. Kamu lagi sibuk nggak?"

"Ngg...,"

Sebelum menjawab Al langsung memotong. "Anggap aja nggak sibuk ya. Lagipula kamu nggak usah punya acara apa-apa lagi selain sama aku. Sekarang, kamu mandi...," Al membalikkan badan Prilly untuk masuk ke rumah.

"Aku udah mandi tauu"

"Bagus, kalau gitu kamu sekarang masuk kamar. Kamu dandan yang cantik...,"

"Aku udah cantik dari lahir tapinya...," jawab Prilly manja sampai membuat sedetik tadi Al berpikir untuk mencubit pipinya.

"PRIL. AKU SERIUS,"

Prilly memasang tampang cengonya. "Terus?"

"Kamu dandan yang cantik, pakai baju formal favorit kamu yang bikin kamu nyaman. Kamu ambil perlengkapan buat pergi setelah itu kita berangkat. Kita kencan."

"Ha? Keen...can?"

"Iya. Kencan. Aku ngajakin kamu kencan malam ini,"

Prilly malah tertawa.

"Kok malah ketawa? Mendingan sana siap-siap,"

"Ya nggak aneh aja. Biasanya tuh ya Al, ngajak kencan tuh udah bilang sebelumnya. Lah ini?"

"Ceritanya aku ini kasih kejutan buat kamuuu, jeleeekk. Udah sana buruan. Mau apa gak?"

"Ooohh jadi ini rangkaian traktir gue yang macam nyicil panci itu?? Nggak makan di pinggir jalan kan tapiii?"

"Prilly sayang...," Al setengah memohon padanya untuk segera siap-siap.

Prilly tersenyum simpul dan menatap Al. "Oke..I'll be back for you, honey. Tunggu ya!" Prilly langsung berlari menuju kamar.

Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam. Sudah 45 menit Al menunggu. Padahal dia reserved tempat itu untuk jam setengah 8. Ini pasti telat. Sekiranya sampai di venue jam 8 atau setengah 9. Pikir Al.

"Priiilll? Udah belooomm sih?"

Terdengar suara pintu kamar dibuka. Al menengok dan tak mengedipkan matanya barang setengah detik pun. Prilly tampil mempesona, balutan jumpsuit warna hitam sepanjang lutut dengan aksen yang memperlihatkan bahunya serta aksesoris kalung warna gold membuat Prilly tampak anggun. Sepatu high heels warna hitam gold dengan tinggi 9 cm berhasil membuat wanita mungil itu tampak lebih menjulang dari biasanya.

Rambut Prilly dikuncir satu. Poni panjangnya sengaja dia tata ke samping.

"Aku udah siap! Yuk,"

Al menghampiri wanita mungil itu, masih dengan tidak memalingkan sedikitpun matanya.

"Al please kamu jangan ngeliatin aku kayak gitu ah,"

'Nggak kuat ini pertahanaann...,' lanjut Prilly dalam hati.

Mendadak Al melingkarkan kedua tangannya ke belakang kepala Prilly hingga membuat Prilly berjengit kaget menahan napas. Al membuka kunciran Prilly. Rambut panjang Prilly pun tergerai kembali.

"Bagusan digerai rambutnya," ucap Al membelai rambut Prilly.

Prilly hanya bisa menyunggingkan senyuman penuh rasa deg-degan pada bibir dengan tahi lalat di bawahnya.

"Shall we?"

--
Suasana romantis tersibak dari restoran Cloud, jejeran sofa melingkar yang dijadikan kursi makan membuat suasana leboh private. Tatanan lampu juga menambah kesan cozy and romantic semakin bertambah. Restoran yang terletak di rooftop salah satu gedung di kawasan Thamrin itu telah berhasil membuai Prilly dalam ketakjuban. Bukan hanya karena lokasinya saja, tapi niat dari seorang Al untuknya malam ini.

"Nggak usah norak gitu, belum pernah kesini emangnya?"

Prilly menggeleng. "Kalau ke sini belum, tapi kalau ke tempat lain dengan konsep yang hampir sama pernah. Tapi... i'm a girl next door type.. jadi kurang suka juga hang out keluar. Lebih senang masak di rumah," jawab Prilly.

"Oke kalau gitu kencan kita yang selanjutnya di rumah kamu. Kamu yang masak. Gimana?" Tanya

"Kencan selanjutnya?" Prilly tersipu malu mendengar ucapan itu.

Al menggandeng tangan Prilly dengan mesra dan mengajaknya ke sudut restoran dimana meja telah disiapkan untuk mereka. Tidak ada candle light dinner. Hanya ada sebuket bunga mawar putih di atas meja.

Mereka pun duduk.

"Ini kenapa ada bunga disini ya?"

"Itu buat kamu. Gimana ya aku sebenarnya ragu mau kasih kamu bunga.. takut nggak suka. Tapi.. setahu aku sih.. bunga tidak pernah gagal bikin wanita senang kan?"

"Thank you, Al...,"

"Kamu mau pesan apa?"

Mereka pun memesan 3 jenis makanan dari appetizer, main course sampai dessert. Prilly menarik napas panjang mencoba menikmati semilir angin dari luar yang sampai ke meja mereka.

"Kadang-kadang aku suka kagum sama orang yang punya ide brilian seperti ini. Menciptakan tempat nyaman di tengah hiruk pikuknya Jakarta, ya nggak sih Al?"

"Iya.. makanya aku suka kesini juga sama anak-anak. Cuma sekedar ngobrol ngalor ngidul, ngilangin penat aja,"

"Al, aku..," Prilly menatap Al.

"Aku mau minta maaf sama kamu soal kejadian di studio waktu itu. Maaf aku udah nampar kamu, aku.. aku benar-benar jadi malu sendiri karena reaksi aku berlebihan.. mudah-mudahan kamu maafin aku dan mengerti perasaan aku.. setelah..setelah..," Prilly menggigit-gigit bibir bawahnya ragu mau bicara.

"Setelah aku cium kamu?"

Prilly mengangguk. "Aku pikir kita.. hmm..kamu.. errhh, maksudnya kita melakukan hal itu bukan hanya sekedar lewat doang kan? Aku nggak salah kan kalau berpikir begitu?"

"Pril.. harusnya aku yang minta maaf udah lancang mencium kamu. Aku gak sopan,"

"Aku nggak marah soal itu,"

Mereka berdua jadi malu dan kikuk sendiri saat membahas tentang ciuman itu.

"Aku cuma mau kamu nggak berantem lagi aja sama Kim..tapi jadi kebablasan deh,"

Prilly mencibir.

"Kalian itu kalau lagi berantem ya dari dulu sampe sekarang selalu bikin aku senyum-senyum sendiri. Sebenarnya waktu kamu masuk kamar dan kunci pintu, aku sih nggak heran. Dari dulu kamu begitu,"

"Masa sih? Nggak ah!"

"Beneran dari dulu kamu begitu. Waktu mama kalian masih ada, kamu malah keluar lewat jendela terus ngadu deh.."

'Ya ampun ini cowok ternyata ingat! Ampuun malu banget gue..'

"Lucu ya, akhir-akhir ini aku merasa aku jadi ingat semua kebiasaan kamu dulu yang ternyata masih kebawa sampai sekarang. Termasuk pakai kaos yang tadi kamu pakai pas di rumah. Coba deh, itu kaos dari jaman kapan sampe sekarang masih aja muat tapi udah lusuh gitu. Kumel!"

"Itu kaos kesayangan aku, Aall!" Prilly tertawa sambil menutup matanya. "OMG, kok lo ngeh sih??"

Tiba-tiba dering hp berbunyi dari dalam tas Prilly. Prilly mengeceknya. Ternyata salah satu muridnya di tempat les. "Muridku. Boleh aku angkat gak?"

"Ngapain dia?"

"Nggak tahu,"

"Penting?" tanya Al. Prilly angkat bahu.

"Aku angkat boleh?"

"Ya udah," jawab Al singkat.

"Halo?" jawab Prilly. Dia mendengarkan dengan seksama. Al memicingkan matanya.

"Ya udah kamu tenang dulu, kamu bisa telepon Mba sekitar lima menit lagi nggak? ... oke,"

"Kenapa dia?" Tanya Al begitu Prilly memutuskan sambungan telepon.

"Hm.. dia lagi ada masalah keluarga. Mau curhat."

"Cowok?"

"Iya, masalah dia udah lama sih tapi hari ini katanya puncaknya. Aku suruh dia telepon lagi nanti. Aku mau minta izin angkat telepon dia, boleh nggaaaak?" Bujuk Prilly.

"Hhh, tapi kan kita judulnya lagi kencan, Neng. Bisa nggak kamu bilang ke dia kalau kamu lagi sibuk gak bisa diganggu? Yakin tuh masalah keluarga? Bukan modus doang buat centil-centilan sama kamu??"

"Ya Allah, Aall.. gini.. aku minta pengertian sedikit, aku ini bukan sekedar ngajar tapi aku posisikan diriku biar bersahabat dengan murid-muridku."

"Tapi kamu kan bukan guru BP, Prilly..."

"Please? Sebentaar aja? Aku keluar dulu sebentar ya cari tempat agak sepi,"

"Ya udah deh," jawab Al malas. Prilly memberikan senyum pada Al sebelum pergi melipir ke tempat yang agak sepi untuk menerima telepon.

"Hrr.. gimana bisa fokus minta dia jadi pendamping gue coba kalau kayak gini caranya? Siake tuh murid ganggu aja,"

Al menatap sekelilingnya. Hanya ada beberapa pasangan yang ada di situ. Suasana tidak terlalu ramai malam ini. Mungkin karena bukan weekend. Al menunduk untuk mengecek handphonenya. Ada 4 missed calls. Tatjana.

"Al," panggil seorang wanita yang suaranya dia kenal. Dengan sigap Al langsung menengok ke sumber suara.

"Hay,"

"Hay, Tatjana. Kamu sama siapa? Aku baru cek hp kamu neleponin ternyata," Al berdiri.

"Iya daritadi aku telepon kamu, tapi gak diangkat. Aku sendirian kesini. Aku sengaja datang buat nemuin kamu, tadi aku tanya Andoy dia bilang kamu di Cloud,"

"Sorry, hp aku silent. Jadi gak tahu. Ada apa, Ta? Kok kayaknya ada hal penting banget,"

"Aku ganggu acara kamu ngga?"

"Gimana ya.. aku...,"

"Sebentaaar aja Al. Aku dari kemarin kepikiran hal ini, aku baru berani bertindak sekarang. Mumpung aku lagi gak sibuk dan semua niat ini sudah terkumpul, aku kesini. Boleh kan kita bicara?"

"Tapi..,"

"Please?"

"Hmm, oke deh, kita ke balkon luar aja yuk?" Al akhirnya mengiyakan. Mereka pun keluar ke bagian luar restoran. Dimana bisa melihat suasana luar Jakarta dari lantai atas. Lampu jalan, mobil semua beradu jadi satu. Gedung-gedung tinggi terlihat dari sana. Al bersandar pada meja bar yang menghadap ke langit Jakarta.

"Ada apa, Ta?"

"Al.. aku mungkin terlalu telat untuk mengatakan ini.. Aku juga merasa punya hutang penjelasan ke kamu. Tapi.. aku mau kamu tahu bahwa aku minta maaf atas semua perlakuan aku ke kamu. Aku minta maaf, Al. Selama kita dekat semua perasaan itu nyata..benar.. hanya saja aku terlalu naif, terlalu munafik untuk mengakui bahwa aku sudah punya pacar.. aku..,"

"Ta, stop. Aku udah melupakan hal itu,"

"My boyfriend, Juna. Tidak ada alasan buat aku untuk gak setia sama dia. Tapi saat bertemu dan menghabiskan waktu bersama kamu, aku merasakan ada yang salah, ada rasa yang seharusnya tidak pernah mampir dalam diri aku. But i just feel so comfort saat dekat kamu, i feel like at my age that.. this is supposed to be happened for me, dan tiba-tiba aku merasa tidak pantas untuk kamu cintai...,"

"Tobi sudah jelaskan semua tentang hubungan kamu dan Juna. Dan kenapa kamu.. dan aku.. ya.. begitulah,"

"Aku minta maaf, Al. Aku memang brengsek..," Tatjana menghapus air mata yang turun dari sudut matanya.

Al menghela napas. "Ada satu pertanyaan, Ta. Apa karena aku bukan tipe kamu? Kalau memang bukan kenapa kemarin-kemarin kamu mau aku ajakkin jalan?"

Tatjana tidak menjawab. Al tetap menunggu.

Al membuang kedua tangannya. "Oke. Oke kalau begitu. Aku nggak akan banyak tanya lagi sama kamu. Itu hak kamu. Tapi aku kecewa, kita sudah beberapa kali jalan bareng. Yang terakhir? Bahkan yang terakhir kamu ikut sama-sama dengan Ibu dan Bapak aku, kamu ikut berfoto waktu acara penganugerahan. Apa maksudnya itu? Bagaimana aku nggak berpikir untuk terus mendekati kamu dengan feedback kamu yang terakhir?"

"Aku minta maaf," suara Tatjana bergetar.

"Jadi, setelah hubungan kita mulai terberitakan oleh media, tersebar di media sosial.. sudah?" Al tiba-tiba teringat lagi perasaan kecewa saat itu.

"Aku rasa..aku melakukan suatu kesalahan. Tidak setia pada Juna. Aku mau kamu tahu. Apa yang sudah aku lalui sama kamu, itu aku. Perasaan aku, Al. Hanya saja.. aku memutuskan untuk berhenti."

"Sampai menghapus semua foto kita yang sebenarnya itu hanya untuk kepentingan pekerjaan? Kerja sama kita? It's just a picture, Ta! Segitu gak sukanya kah kamu melihat orang ngetag foto kita berdua untuk kepentingan promosi? Bukankah secara profesional kamu seharusnya bangga kita berdua sudah berhasil mensukseskan bisnis tersebut??"

"It's not only about picture, Al! Ada perasaan yang harus aku jaga. Dan aku komit pada hal itu. Aku juga harus menjaga image aku,"

"Terus gimana dengan perasaan aku?
Well im sorry then! I'm sorry for falling for you. Aku minta maaf karena aku gagal mengontrol perasaan aku ke kamu. Aku minta maaf karena suda mengacau. Aku minta maaf pernah hadir dalam hidup kamu, menjadi partner kerja kamu. Aku minta maaf. Aku minta maaf karena aku sendiri tidak bisa mengubah hal itu. Cause its not even my plan. Itu rencana Tuhan dan aku nggak bisa menyalahkan Dia yang sudah memberikan perasaan ini ke aku." Ujar Al.

Tata menangis mendengar rentetan kata dari Al.

"Satu hal lagi. Aku justru berterima kasih pada Tuhan dan kamu. Terima kasih sudah menjadi bagian dari kesuksesan yang sekarang aku raih. Tanpa kamu, aku gak akan pernah tahu bagaimana cara promo bisnis yang benar dari orang yang lebih berpengalaman..,"

Tata masih terisak. Tak mampu lagi bicara. Hatinya teramat sakit mendengar rentetan kalimat Al yang tadi. Yang betul adanya.

"Aku memang egois. Sangat egois, Al..."

"Huff..,"

Mereka saling terdiam beberapa saat.

"Aku rasa kalau sudah tidak ada yang dibahas... then this is it. Our last goodbye," Al tersenyum.

"Kita memang tidak jodoh. Dan aku sudah nggak mau memikirkan hal itu lagi,"

"Terima kasih, Al."

"Buat?"

"Karena kamu sudah begitu baik sama aku...,"

"Aku baik ke semua orang," jawab Al lugas. Dia lalu menyodorkan tangannya untuk bersalaman dengan Tatjana.

"Take care, Al." Tatjana menyambut salaman itu. Lalu menambahkan satu buah kecupan di pipi Al.

Tanpa mereka sadari. Dari jauh ada yang memperhatikan adegan itu. Hati Prilly panas bukan main. Bisa-bisanya ada sosok Tatjana di kencan mereka?? Mau ngapain lagi mereka? Prilly teriak dalam hati.

Prilly langsung berbalik badan dan segera mengambil tasnya dan lebih memilih pergi meninggalkan Al.

***

Haay nah jari udah keriting nulis ini mari silakan dibaca penyebab kenapa si cantik Prilly bisa nangis sesegukan.

Share ur thought n vote ya


Oh iya ini kembali di re-publish karena sepertinya semalam pas posting si wp lagi ngambek jadi ada yang gak dpt notif chapter baru.


Doain malam ini publish lagi ya biar ramee. Ingeett gak ada pembaca gak rameeekk! :D

Enjoy read semuaaaa.. *ketjup atu2*

Ciaaoo!


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top