Hottie Moment
"Al! Smashnya yang kuat! Loyo amat! Kurang istirahat lo ya!?" Teriak Coach Jevin pada Al.
Sekarang ini mereka sedang latihan di tempat biasa dan Al sedang latihan bersama Andoy, Gibran dan Rangga. Al mengangkat kedua tangannya dengan posisi telapak tangan kanan di atas telunjuk kiri.
"Rehat, Coach!" Pinta Al. Dia memang merasa lelah betul hari ini. Coach Jevin tidak salah, dia memang kurang istirahat lantaran dia harus mempersiapkan diri mengikuti Tes IELTS minggu depan. Dua hari yang lalu dia dapat kabar bahagia bahwa dia lulus seleksi administrasi untuk beasiswa S2nya di Denmark. Dan sudah dua hari belakangan ini pula dia tidur malam, dia bela-belain latihan writing yang konon kata orang itu bagian tersulit dari tes IELTS. Dia rela melepas dua job motret kawasan museum di Jakarta yang ditawarkan temannya. Semua demi lulusnya IELTS ini. Tapi dia tidak bisa melepas latihan bulutangkisnya.
Al duduk dan merentangkan kedua kakinya di pinggir lapangan. Dengan peluh keringat, dia nampak semakin ganteng dan membuat para atlet wanita yang sedang latihan di situ tak kuasa untuk sekedar melirik, mencuri pandang atas indahnya makhluk ciptaan Allah tersebut. Dia meneguk minuman di botolnya sampai habis kemudian menarik napas dalam-dalam kemudian menghembuskannya. Dia lakukan berkali-kali hingga napasnya kembali teratur.
"Benar kurang istirahat?" Tanya Coach Jevin menghampiri.
"Eh Coach, hmm.. ya.. bisa dibilang begitu,"
"Butuh rehat dulu sampai tes nggak? Kamu nggak usah latihan dulu lah,"
"Nggak, Coach. Nggak usah, aku latihan kan juga sekalian olahraga cari keringat. Badan juga segar lagi,"
"Ya tapi tubuh itu ada batasnya. Yang baik kan imbang antara olahraga dan istirahat yang cukup. Sudah, seminggu ini kamu nggak usah ikut latihan. Saya yang kasih, nggak usah nolak. Percuma kamu letoy begitu saya nggak mau punya atlet nantinya malah jadi sakit," ujar Coach Jevin.
Al, walau merasa tidak enak hati. Akhirnya menyetujui kebaikan pelatihnya itu. "Thanks, Coach. Sorry jadi merepotkan,"
"No problem, ya sudah kamu pulang aja, istirahat yang cukup,"
Al memberikan jempolnya.
"Istirahat luu makanya," timpal Gibran yang diamini Rangga.
"Mending kita having fun aja yuk hari ini? Gimana?? Telepon si Kim, kali aja dia jadi sembuh kalau diajak jalan-jalan," ajak Andoy. Kim hari ini memang tidak ikut latihan gara-gara tidak enak badan.
"Ayo! Tapi masih siang broh, belum ada club buka, kalau malam nanti kelamaan gue udah pengen hacep sekarang," ujar Rangga.
"Yeuu, yang awal dulu aja lah, kita karaokean abis itu nongkrong di cafe. Lo kan butuh refreshing otak lo juga, Al," jawab Andoy.
"Boleh aja, siang ini gw bisa ikut. Tapi kalau nanti malam gue nggak janji. Oh ya, sama satu lagi. Gue nggak mau ke acara clubbing kalau DJnya namanya DJ Tristan Juliano, males."
"Kenapa? Dia bagus juga ah,"
Al menggeleng. "Ya udah ah, gue mau mandi dulu, gue tungguin lo pada beres latihan abis itu kita cabut karaoke. Oke?"
"Oke" ucap Gibran.
Setelah sejam setengah menunggu, akhirnya 3 teman Al tersebut menyusul rapi jali untuk berangkat hang out.
"Rong, elo yang nyetir ya! Nih!" Al melempar kunci mobil pada Rangga.
"Okey,"
Mereka pun berjalan menuju mobil yang sedang diparkir sambil mengobrol-ngobrol ringan, begitu sampai mobil, mereka pun menaruh barang bawaan mereka di bagasi dan Rangga sudah masuk lebih dulu untuk menyalakan mesin, disusul Andoy dan Gibran sedangkan Al masih merapikan barang-barangnya di bagasi. Tiba-tiba ada yang menarik tubuh Al dengan keras dan...
BUGH!!
Satu tonjokan keras menghantam hidung Al hingga Al tersungkur. Seketika kepala Al terasa sakit dan pusing bukan main, hidung terasa ngilu dan hangat, tetes demi tetes darah keluar dari hidung bangirnya.
"Berdiri lo!" tantang orang itu.
Gibran, Andoy dan Rangga langsung keluar dari mobil begitu mendengar suara ribut.
"Al!" seru Gibran. Mereka menghampiri Al.
"Lo nggak apa-apa??" tanya Andoy. Al mengangkat tangan kanannya dan menggeleng. Tangan kirinya memegangi hidungnya yang berdarah.
"Eh, minggir lo semua, ini urusan gue sama dia," Di belakang cowok itu, berdiri 4 orang teman-temannya.
"Heh! Apa masalah lo!?" Gibran berdiri menantang.
"Gue bilang minggir! Gue nggak ada urusan sama elu! Ini satu lawan satu!"
Al berdiri dan meminta Gibran untuk mundur. Dia juga meminta Andoy dan Rangga melakukan hal yang sama.
"Apa masalah lo, Tristan?" tanya Al.
"Gara-gara lo, anjing!" maki Tristan. "Tai semua! Elo dan Prilly kayak tai!"
"Eh, jaga mulut lo ye!" Al menghardik Tristan. Mereka kini saling berhadapan. "Nggak usah lo hina dia!"
"Ah! Tau apa lo soal Prilly!? Lo itu pengganggu! Perusak! Gara-gara elo Prilly nolak gue!"
Al tertawa sinis. "Terus? Sekarang lo nyalahin gue dan bersikap kayak banci dengan mukul gue!? Yang kayak anjing siapa!?"
BUGH. Tristan kembali menghajar Al kali ini di bagian perut. Al kembali tersungkur. Namun dia tetap melarang ketiga sahabatnya untuk membantu. Al malah tertawa.
"Hah, apa yang Prilly liat dari lo? Baru dipukul kayak gitu doang udah tumbang!"
Secepat kilat, Al balas menyerang dengan menghajar Tristan, memeganginya dengan kencang dan membantingnya ke tanah, mengunci tubuh Tristan dengan kaki dan badan Al, kemudian Al menggaplok Tristan yang terpojok berkali-kali.
BUGH! BUGH! Tristan mulai mengeluarkan darah. Lalu Tristan mendorong tubuh Al dan menendang bagian perut Al dengan lututnya.
Andoy berusaha menolong, tapi ditahan oleh temannya Tristan yang menarik keras tubuh Andoy, Andoy pun menonjok pipi orang itu. Dan selanjutnya perkelahian antara dua orang pun berujung menjadi perkelahian antara 2 kelompok.
Coach Jevin dan teman-teman bulutangkis Al yang masih di dalam lapangan langsung berlari ke arah parkiran begitu mendengar keributan, tak hanya mereka tapi juga petugas keamanan yang berjaga di situ.
"Al! Andoy! Gibran! Rangga! Cukup!" teriak Coach Jevin. "Kalian bantu lerai mereka semua!" pinta Coach Jevin pada anak-anak didiknya yang ikut melihat.
Coach Jevin menarik keras Al yang sedang berusaha menendang Tristan. Sedangkan Tristan ditarik oleh petugas keamanan.
"ANJIIINGG LO AL! LO NGGAK AKAN BISA MILIKI PRILLY SELAMA ADA GUE!" maki Tristan dengan muka bengep dan berdarah. Rambut mereka berdua sudah acak-acakan, begitupun dengan baju mereka yang kotor oleh tanah dan darah yang muncrat saat berkelahi.
"Prilly yang nggak pernah pantas jadi milik lo! Babi lo!" balas Al.
"Heh sudah!" tegur Coach Jevin masih dengan memegangi Al. "Pak! Bawa mereka ke dalam, kita selesaikan di dalam!" perintahnya pada 4 orang petugas keamanan yang sudah memegangi teman-teman Tristan.
---
Suasana di dalam lapangan indoor itu penuh ketegangan. Dua kubu tersebut duduk secara terpisah dengan penanganan masing-masing. Coach Jevin sampai harus memanggil petugas medis yang sedang bertugas di sekitar situ untuk membantu mengobati mereka. Tristan dan gengnya sebenarnya sudah mau cabut, tapi Coach melarang sampai ada orang yang bertanggung jawab atas mereka datang.
Andoy dan Rangga berulang kali mengucap kata 'Aduh' saat lukanya dibersihkan oleh petugas medis. Mereka mengalami memar dan luka-luka di muka. Beruntung Gibran hanya sedikit lecet.
Sedangkan Al yang agak sedikit parah. Hidung, mata, pipi membiru, memar dan masih terasa pedih saat petugas medis memegang hidungnya. Begitu juga tangan dan kakinya yang mengalami lecet.
"Ini harus ke rumah sakit, kayaknya agak patah," ucap si petugas medis itu.
"WHAT!?" teriak Al sampai membuat si petugas medis merem melek karena kaget. "Brengsek si Tristan!"
"Kalian ini ada masalah apa sih sampai si Prilly di bawa-bawa!?" tanya Coach Jevin.
Andoy, Gibran dan Rangga kompak menggeleng tidak tahu dan melirik Al berbarengan.
"Mana saya tahu, Coach. Tiba-tiba aja dia datang terus nonjok saya, bilang dia ditolak sama si Prilly gara-gara saya,"
"Lah, kamu pacaran sama si Prilly?"
"Nggak,"
"Terus kenapa nyerempetnya ke kamu? Kamu lagi PDKT ke Prilly?"
Al menggeleng. "Naksir sama Prilly?" tanya Coach Jevin lagi.
Kali ini Al diam. Gelengannya berhenti.
"Ckckck, udah dua ribu lima belas, masih adaaaa aja berantem gara-gara cewek, kalau lu suka lu bilang, udah kan simple? Kalau dia kagak suka elu, itu derita lu, mundur!"
"Ya itu deritanya dia dong, masa jadi ke saya deritanya??" Al menunjuk Tristan lalu menunjuk ke mukanya yang bengep.
"Ke kita juga kali!" celetuk Rangga terkekeh.
"Tapi gue mau ngucapin makasih sama lo, Al. Kalau bukan karena elo, gue nggak merasakan berantem kayak tadi, udah lama!"
"Ini lagi!" Coach Jevin mendamprat Andoy dengan gulungan kertas yang sedari tadi dipegangnya. Andoy berusaha menangkis.
"Coach, kita nungguin apa lagi sih? Udah bisa pulang kan? Udah diobatin juga," tanya Gibran.
"Gue mau mastiin lo semua salaman ama itu orang, biar selesai hari ini nggak ada ronde berikutnya,"
"Ih, ogah banget," ujar Al.
"Gue lagi nunggu seseorang datang,"
"Ya elaaah, kita kan bukan anak kecil lagi, Coach. Ngapain sih nunggu keluarga kita?"
"Bukan keluarga kalian!" Coach Jevin berseru. "Sebentar, gue ke sana dulu," Coach Jevin berjalan menghampiri Tristan dan teman-temannya. Al dan teman-temannya memperhatikan dengan seksama, entah apa yang dibicarakan, sepertinya Tristan tidak suka, tapi tak lama akhirnya Tristan dan teman-temannya nampak setuju. Coach Jevin pun kembali pada Al dan gengnya diikuti oleh Tristan.
"Eh, mereka ke sini," ujar Rangga.
"Nah, sekarang tinggal tunggu dua orang lagi, katanya sih tadi sebentar lagi sampai," ujar Coach Jevin.
Suara sepatu yang dibawa lari oleh si pemakai terdengar dari lorong di luar, tak lama sosok 2 orang wanita muncul dari pintu masuk. Prilly dan Kim.
"Tuh mereka,"
"Shit," gumam Tristan langsung menunduk. Begitu juga dengan Al yang langsung menutup sebagian muka dengan tangannya begitu melihat Prilly datang.
"Aduuh, elo tuh ya Al, gue lagi pening kepala nggak enak badan dengar berita kayak gini, mendadak makin pusing kepala gue," ujar Kim seraya mencubit lengan Al.
"Aoow! Tapi elo kelihatan udah sembuh tuh, semangat datang ke sini,"
"Ya mau nggak mau lah,"
Prilly menatap Tristan kemudian Al. Gadis cantik itu melepas tas selempang miliknya yang sedari tadi menempel pada kemeja warna hitam berlengan pendek.
"Pril....," panggil Tristan.
"Kamu itu ya, ngapain lagi sih? Belum cukup jelas semua jawaban aku?"
"Ya tapi kan...,"
"Nggak ada kata tapi, Tristan. Kita sudah selesai dan itu bukan karena dia," jawab Prilly seraya melirik Al. Al menatap Prilly dalam-dalam. Memperhatikan mata coklat dengan bulu mata lentiknya, dia baru sadar betapa putih dan mulusnya Prilly selama ini.
"Babe...," bujuk Tristan.
Gibran menutup muka dengan handuknya saat itu juga saat mendengar Tristan membujuk Prilly. Dia menahan tawa, tak terkecuali Al, Andoy, Rangga dan Kim yang nyaris melakukan hal serupa dengan Gibran. Mereka menyembunyikan senyuman iseng mereka dengan tangan atau dengan suara batuk.
"Aku minta kamu minta maaf ke Al," ucap Prilly.
"Hah? Babe, dia juga nonjok aku! Kamu nggak lihat aku udah kayak gini?"
"Please, Tristan. Habis ini kita pergi menyelesaikan masalah kita, berdua aja,"
Tristan mengumpat kecil hingga membuat Prilly melototinya. "Oke..oke," Tristan menghampiri Al yang sedang duduk, masih memegangi hidungnya.
"Sorry,"
"Apa?" tanya Al sengaja menyodorkan kupingnya.
"I said, I'm sorry,"
"Oke, gue maafin, tapi gue butuh dana buat berobat ke rumah sakit untuk hidung gue," Al menggoda Tristan. Tristan melengos mendengarnya.
"Aaalll...?" Prilly memohon sangat pada Al untuk tidak memperpanjang.
Al mengangkat kedua tangannya. "Just kidding, Bro. Gue juga minta maaf,"
Mereka pun bersalaman. Setelah itu, Prilly lalu menarik pelan lengan Tristan. "Yuk," ajak Prilly. Dia menggandeng lengan Tristan, berjalan meninggalkan Al dan yang lain. Prilly sempatkan menengok ke arah Al yang tidak mengalihkan pandangannya dari mereka berdua. Ada perasaan kecewa pada diri Al saat itu. Kecewa karena Prilly lebih memilih mengajak pergi Tristan ketimbang dirinya.
---
"AOCH! Aduh Bu, pelan-pelan dong....," Al mengaduh kesakitan saat Ibu mengobati kembali luka lebam di muka Al.
"Ya lagian kamu juga, norak amat sih pake acara berantem segala,"
"Lah, Al ini ditonjok duluan tanpa aba-aba, masa diam aja? Atau kabur gitu? Ya nggak laaah, Bu...," Al memeluk gulingnya. Dia sedang duduk bersender di atas kasurnya.
"Berantem kok masalah cewek, ada apa kamu sama Prilly, hmm? Perasaan baru kemaren sama Tatjana, kenapa sekarang ke Prilly? Kamu itu jangan mainin perasaan dia ya, Prilly itu sudah seperti keluarga kita sendiri, tau nggak?"
"Suer Bu, Al juga nggak tahu kenapa larinya ke Al. Si Tristan aja kali yang jealous, feel insecure sama Al,"
"Tapi kan dia nggak akan begitu kalau kamu nggak ada apa-apa sama Prilly, kamu ngegodain si Prilly, iya?"
"Nggak,"
"Ya terus kenapa si Tristan sampe emosi begitu?"
"Al itu dua kali ketemu sama Tristan pas lagi sama Prilly, udah gitu aja, si Tristan itu mantannya Prilly yang ngajak balikan. Kalau dari kata-kata dia tadi kayaknya Prilly nggak mau balikan. Ya mungkin dari situ kali dia mikir macam-macam,"
"Atau mungkin Prilly kali yang naksir kamu?" goda Ibu.
"Ah nggak mungkin,"
"Kalau beneran gimana?"
"Nah nah kan.. sekarang Ibu yang mikirnya macam-macam,"
"Tapi kok muka kamu bersemu merah gitu? Hayo...,"
"Ibu udah beres belum ngobatinnya?"
"Kebiasaan deh, mengalihkan pembicaraan," ujar Ibu yang lalu menekan luka Al di bagian pelipis.
"Aduuuh!"
TOKTOKTOK. Ada seseorang di luar pintu kamar Al.
"Masuk!" seru Ibu.
Pintu kamar dibuka perlahan. "Ah, Nak Piyiiii, ini dia sang pujaan hati datang,"
"Ibu, ah" seru Al sambil berbisik.
"Pujaan hati dua pria yang berantem tadi maksud Ibu..., hehe. Sama siapa sayang?"
"Sama Kim, tapi Kim di bawah, tadi kata Sierra, Al lagi istirahat.. aku mau nengokin,"
"Oohh iya boleh dooong ditengok, siapa tahu bisa langsung sembuh ya kaan?"
"Yaa..yaa..yaa..," ujar Al.
"Ibu tinggal dulu ya...," Dengan tatapan iseng, Ibu berjalan keluar kamar.
"Nggak usah ditutup, Bu!"
Terlambat. Ibu sudah menutup pintu kamar Al rapat-rapat.
"Hhh...," keluh Al.
"Hay..," sapa Prilly. "Gimana keadaan lo?"
"Lo bisa lihat sendiri," jawab Al datar.
Prilly lalu duduk di atas kasur tepat di depan Al. "Apanya yang sakit?"
"Sini," Al menunjuk dadanya.
"Norak,"
"Emang bener kok,"
"Yang ditonjok kan muka elo, kenapa jadi di situ yang sakit? Kan norak namanya,"
"Justru itu, yang awal ditonjok gue, yang lukanya paling parah gue, yang lebam, memar sampai hidung patah begini itu gue, eeh yang diperhatiin duluan malah si Tristan, lo nengokinnya baru sekarang, hhhhh," keluh Al sambil membuang muka.
Prilly tertawa. "Kayak anak kecil ah,"
"Eh, gue lagi serius tau," ucap Al. Prilly manggut-manggut mendengar ucapan Al. Masih sambil tersenyum. "Nggak usah senyam-senyum. Bete nih gue,"
"Ya teruus... gue musti ngapain doang biar lo nggak bete?"
"Gue mau lo jawab jujur, lo bilang apa ke Tristan waktu malam lo menjawab ajakan dia balikan?"
"Kenapa emang mau tau banget?"
"Ya iyalah, kan keroknya elo. Kok tiba-tiba dia datang langsung nonjok gue dan maki-maki bilang semua ini gara-gara gue? Elo nolak dia karena gue?"
"Nggak usah GR ya, dia kan memang terakhir kali lihat gue lagi sama lo, ya si Tristan itu emang begitu, nggak pernah mikir panjang, apa yang ada di pikiran dia aja itu yang paling benar, nggak mau lagi dengar pendapat orang,"
"Kok bisa sih lo pacaran sama dia?"
"Gimana ya? Panjang ceritanya,"
"Gue mau dengar kok,"
"Intinya siih, gue itu sering banget dijodoh-jodohkan sama dia dulu waktu SMA, karena orang-orang menganggap kita pasangan yang paling serasi dan ideal. Padahal cuma gara-gara pernah satu panggung teater sama dia. Kata orang chemistry kita berdua dapat banget. Dia juga baik kok, ganteng juga kaan? Dan dari situ kita dekat, sahabatan, tapi lama-lama dia mengutarakan keinginan jadi pacar gue. Ya karena gue juga suka.. ya udah gue terima. Tapi seiring berjalannya waktu kan nggak selamanya chemistry itu berjalan lancar, orang yang menikah aja bisa cerai kan? Eh tapi bukan berarti menikah untuk cerai lho, amit-amit," jelas Prilly sambil mengetokkan tangannya ke kasur Al 3x.
"Aduh sakit, tau! Itu lutut gue yang elo ketook!"
"Eh maaf maaf...," Prilly mengelus-elus lutut Al.
"Terus, lo balikan nggak jadinya?"
"Nggak lah,"
Diam-diam, Al bersyukur dalam hatinya.
"Terus, balik lagi ke yang tadi, gue musti bagaimana biar lo nggak bete?" tanya Prilly.
"Gue mau lo masakkin gue bubur manado, lo kan pernah bikin tuh buat Sierra, gue mau dibikinin juga, nggak lama kan?"
"Hrr..., manjaaa. Ya udah gue balik dulu ke rumah,"
"Bikin disini aja, bahan-bahan masakan nyokap lumayan lengkap kok. Tadi sebenarnya nyokap mau bikinin gue bubur, nah mumpung belum dibikin, elo aja yang bikin ya?" Al tersenyum.
"Okelah, juragan! Terus apa lagi?"
"Besok temenin gue ke rumah sakit, periksa hidung,"
"Emang beneran patah? Tapi gue nggak janji ya, besok gue full ngajar,"
"Kata tim medis sih begitu tadi,"
"Mana coba lihat?" Prilly mendekati muka Al dan mengamati luka di hidungnya. Entah kenapa mendadak Al sulit bernapas saat wajahnya dan wajah Prilly hanya berjarak beberapa cm saja. Dia deg-degan bukan main.
"Nggak kenapa-kenapa ah," ucap Prilly. Mata mereka kini beradu pandang. Prilly bisa merasakan napas Al tepat di hidungnya. Kupu-kupu berasa beterbangan menggelitik perutnya. Dua manusia itu terpaku saling menatap. Sebuah dorongan kecil nan nakal membuat Al memberanikan diri maju sedikit demi sedikit hingga bibir mereka nyaris bersentuhan.
"Gue harus buat bubur dulu," bisik Prilly. Dia mundur perlahan, berdiri, dan berjalan keluar kamar. Meninggalkan Al yang merasa membutuhkan napas buatan saat itu juga. Dia menghembuskan napasnya kencang-kencang. Berpikir apa yang baru saja dia lakukan pada Prilly? Apa itu namanya?
"Gue barusan ngapain ya?" gumam Al dengan senyuman lebar di bibirnya.
---
"Manja amat anak itu, minta dibikinin bubur Manado segala," ucap Kim sedang memperhatikan adiknya membersihkan beras dan menyiapkan bahan lainnya. Ibu membantu membersihkan bayam di sampingnya.
"Kim, tumben nggak mau ikut masak?" tanya Ibu.
"Eh," Kim menjawab singkat.
Prilly dan Kim saling menatap panik. "Aduuh," bisik Kim. Prilly memberi kode agar Kim memberi alasan secepat mungkin. Dia baru sadar, mereka baru saja melakukan kebiasaan mereka di rumah, Prilly memasak. Kim mencicipi.
Kim memulai batuk-batuk kecil. "Uhuk..uhuk.. iya nih, Tante. Aku kan sebenarnya nggak enak badan hari ini, makanya tadi juga nggak latihan kan..., aku lagi kurang fit, termasuk ikut masak," Kim pura-pura lemah. "Aku nunggu di ruang tengah aja ya sama Sierra,"
"Iya, Tan, kalau lagi sakit begitu, Kim biasanya nggak bisa masak, kecut semua masakan dia," jawab Prilly sambil nyengir.
"Oh begitu," Ibu membalas senyuman penuh arti. Ibu mengamati Prilly yang sedang memotong wortel.
"Tante kok ngeliatin aku kayak gitu sih?"
"Nggak apa-apa, Tante baru kali ini lihat kamu masak, jadi senang aja lihatnya. Beruntung yang nanti jadi suami kamu. Sudah cantik, pintar, bisa masak...,"
"Tante bisa aja,"
"Kalau Kim biasa masak apa?"
"Errh.. Kim ya? Kim biasanya steak-steak gitu, Tante,"
'Padahal seringnya bikin gosong...,' batin Prilly.
"Oh gitu... kalau bakar steak biasanya pakai mentega atau margarin kan ya. Padahal Kim sendiri tidak bisa membedakan mana margarin dan yang mana mentega," ujar Ibu santai. Tapi ucapan Ibu barusan tidak membuat santai Prilly.
Prilly menelan ludah, dia tersenyum penuh kepanikan pada Ibu. Ibu membalas senyuman Prilly dengan tenang dan penuh kehangatan.
"Tante sudah tahu, siapa yang selama ini memasak untuk keluarga kami. Eh.., untuk Al," bisik Ibu.
Prilly terdiam seribu bahasa. Dia tak bisa lagi berkutik. "Prilly...," lidahnya kaku untuk berucap.
"Sudah..., kamu nggak usah membalas pernyataan Tante barusan. Kebetulan saja waktu itu di supermarket, Tante nggak sengaja dengar percakapan kalian...,"
"Tante.. please jangan kasih tahu siapa-siapa...., apalagi Al.. please... aku..,"
Ibu membelai pipi Prilly. "Rahasia kamu aman sama Tante, Prilly. Siapapun jodoh Al nanti, Tante cuma mau bilang sama kamu... Terima kasih.. Terima kasih sudah menyayangi Al seperti ini, sayang...," Ibu mengecup kening Prilly. Air mata hangat muncul perlahan dari sudut mata Prilly.
"Ya sudah, yuk kita masak lagi,"
'Oh my God, Ibunya Al sudah tahu..., gimana dong?' ucap Prilly dalam hati.
Dia lalu mendadak terbayang muka Al barusan. Muka Al yang hanya berapa cm berada tepat di depannya. Mata berwarna coklat nan teduh yang tiba-tiba menghadirkan kehangatan tiada terkira walau sebentar saja.
'Al-ku sayang...,'
***
Kroommpyaaangg
Selamat membacaa...
Author mau dinas dulu selama 3 hari ya.. kalau sempet nanti ditulis dikit dikit deh.. lol
Ciao!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top