Her Part
Tirai jendela dibuka dengan penuh semangat oleh Ibu. Memancarkan sinar matahari pagi yang langsung menyilaukan mata Al yang sedang terpejam. Spontan Al berbalik arah tidur dan menarik kembali selimutnya.
"Udah jam tujuh belum juga bangun. Mau tidur sampai jam berapa anak lanang Ibu?"
Al tidak menjawab.
"Ada Prilly di bawah,"
Mendengar itu, Al langsung loncat dari tempat tidur dan lari ke kamar mandi tanpa menanyakan apa-apa lagi pada Ibu yang sedang menahan tawa sambil geleng-geleng kepala.
Sambil menunggu Al bersiap-siap. Ibu kembali ke bawah dan ikut sarapan bersama seluruh anggota keluarga yang lain.
"Mana Al?" tanya Bapak seraya menyendok nasi goreng.
"Lagi mandi," jawab Ibu.
"Terus, gimana kalian di sana? Udah ketemu sama Prilly?" tanya Ayah pada Iqbaal.
"Udah, kakak Al juga udah minta kak Prilly jadi pacarnya, tapi belum dijawab tuh," ujar Iqbaal.
"Lho? Kok bisa? Kenapa?"
"Kak Prilly belum yakin sama Al. Begitulah kurang lebih. Sisanya tanya aja sama kakak Al langsung,"
"Kirain jauh jauh ke sana udah gandeng Kak Prilly. Sama aja ternyata," Sierra terkekeh.
"Nggak boleh gitu sama kakak kamu. Nanti kamu juga akan merasakan yang namanya jatuh cinta. Tapi jangan berlebihan ya. Biar aja cowok yang ngejar-ngejar kamu," tutur Ibu.
"Tapi kalo cowok terus yang ngejar nggak akan ada seninya, Bu," sanggah Iqbaal.
"Justru ada seninya, kamu jadi lebih kreatif," kali ini Bapak membela Ibu.
Dari bawah terdengar suara langkah kaki yang tergopoh-gopoh sepertinya siap-siap turun ke bawah.
"Ngapain sih si Al kayak orang buru-buru. Emang dia ada janji, Bu?"
"Bukan.. Pak." Ibu tersenyum jahil. "Nanti kalian lihat aja sendiri begitu dia turun pasti dia udah klimis, rapi dan wangiiii,"
"Ibu ngerjain si Al ya?"
Ibu mengangguk semangat.
Al menuruni tangga dengan penuh semangat.
"Selamat pagi!" Sapa dia pada keluarganya.
"Pagiii," Sierra menjawab.
Al celingukan kanan kiri, depan belakang. Sementara keluarganya tetap fokus menikmati sarapan.
"Hmm..,"
"Nyari apa? Atau siapa?" tanya Bapak.
Al langsung sadar bahwa dia lagi dikerjain begitu lihat raut muka Ibu yang sedang menahan tawa.
"Oke. Ibu menang," ujar Al dengan muka bete. Dia kemudian menarik bangku makan dan ikut sarapan.
Semua anggota keluarga senyum-senyum. "Eiitts Bapak, Iqbaal, Sierra. Gak usah ikutan ketawa," ujar Al galak.
"Hahahah. Maafiin Ibu ya Al. Habisnya kamu susah banget sih dibangunin. Kalau bilang ada Prilly di bawah pasti kamu langsung bangun, dan ternyata berhasil kan?"
"Oalaaa Ibu bilang ada Prilly tho di sini?" Bapak kali ini ikut tertawa.
"Nggak lucu deh. Al bener-bener lagi nggak mau dibecandain soal Prilly. Sakitnya tuh disini dan disini," Al menunjuk dada dan kepalanya.
"Padahal kakak kurang ganteng apa coba? Apalagi Kak Prilly kayaknya udah lama juga deh suka sama Kak Al. Dari dulu dia kan seringnya nanyain kabar kakak Al dibanding Ibu, Bapak atau Kak Iqbaal," ujar Sierra santai.
"Masa?? Kok gak pernah bilang sama kakak Al? Coba kamu bilang dari dulu , kakak kamu ini nggak perlu punya banyak mantan kan?" Kata Bapak.
Al tersenyum GR mendengar pengakuan dari adiknya itu.
"Jangan menyerah, Al. Prilly cuma butuh waktu," Ibu mengerlingkan matanya. "Ngomong-ngomong, kamu hari ini ke lapangan kan? Pengumuman kamu lolos short course atau nggak, ya kan?"
"Iya," Al masih belum memberi tahu keluarganya bahwa dia sebenarnya akan berangkat ke Denmark minggu depan.
"Kakak Al kan...," Iqbaal nyaris memberi tahu kalau saja Al tidak menendang kakinya. Untung tidak ada yang ngeh melihat Iqbaal meringis kesakitan.
"Terus, pengumuman beasiswa kapan?" tanya Bapak.
"Minggu depan juga, Insya Allah,"
"Mudah-mudahan kamu lulus ya, Nak, Bapak berharap banyak sama kamu,"
"Aamiiinn," semua pun mengamini harapan Bapak.
--
Suasana lapangan mulai ramai. Para anak didik Coach Jevin sedang asyik mengobrol sambil menunggu prolog dari Coach Jevin dimulai. Bukan untuk latihan. Tapi Coach Jevin akan mengumumkan tentang progress short course. Meski yang ikut kualifikasi hanya 10 orang dan dari 10 orang itu hanya 5 orang yang lulus, Coach Jevin tetap sengaja mengumpulkan seluruh anak didiknya untuk mendengar pengumuman kelulusan Short Course Bulutangkis ke Denmark.
"Selamat pagi!!" sapa Coach Jevin.
"Pagi, Coach!!"
Coach Jevin terlihat ganteng dengan kaos polo shirt berwarna putih dan celana jeans warna biru dan tumben, rambutnya hari ini terlihat lebih klimis dari sebelumnya.
"Hari ini saya sengaja mengumpulkan kalian semua untuk bisa sama-sama mendengar pengumuman hasil peserta Short Course ke Denmark selama enam bulan nanti. Bukan saya ingin membuat iri yang lain, justru saya mengharapkan bahwa ini akan menjadi motivasi bagi yang tidak ikut agar bisa lebih semangat lagi berlatih. Kedua sportivitas, saya harap kalian semua ikut gembira untuk keberhasilan orang lain, ketiga tentunya ikhlas. Saya berharap seluruh anak didik saya bukan hanya tangkas dalam bermain bulutangkis. Tapi dia juga harus punya nilai emosional yang baik, paham!?
"Paham, Coach!"
"Baik, di tangan saya ini ada enam orang peserta yang lolos dan akan berangkat ke Denmark minggu depan. Seperti kita ketahui, sebelumnya ada sepuluh orang dari kalian yang mengikuti kualifikasi. Mereka adalah Rangga, Gibran, Bima, Andoy, Kiyora, Al Ghazali, Febina, Bani, Lena, dan Jason,"
Rangga mengangkat tangannya.
"Ya?"
"Enam, Coach? Bukannya awalnya Coach bilang lima orang?" tanya Rangga.
"Awalnya memang hanya lima orang, tapi dari pihak sana menambah satu di tiap kontingen," jawab Coach Jevin. "Well, walaupun cuma satu, tapi menambah harapan salah satu dari kalian kan?"
Rangga mengangguk-angguk. Sepuluh orang yang barusan disebutkan namanya masing-masing berdoa dalam hati semoga nama mereka disebut, termasuk Al yang walaupun sudah dapat bocoran kalau nama dia lolos, tetap saja deg-degan. Apapun bisa terjadi, bisa saja Coach Jevin menukar nama dia gara-gara niat dia yang mau beasiswa.
"Saya mengucapkan selamat kepada enam orang yang akan saya sebutkan namanya. Saya benar-benar bangga sama kalian. Tolong, bawa selalu nama baik klub kita dimana pun kalian berada. Bukan hanya ketika sedang tanding, atau berlatih tapi juga di luar itu,"
Kim menatap teman-temannya satu per satu dan melemparkan senyum memberi semangat.
"Pertama, Febina."
Gadis bernama Febina itu tak kuasa menahan haru dengan menelungkupkan muka pada kedua tangannya.
"Kedua, Bima. Ketiga, Andoy. Keempat, Kiyora. Kelima, Rangga. And last but not least... Al Ghazali." ujar Coach Jevin.
Al langsung menghembuskan napas lega. Teman-teman yang lain langsung memberikan selamat dan pelukan pada yang disebutkan namanya. Andoy dan Al saling berpelukan.
"Akhirnya, Bro..., perjuangan kita ada hasilnya...," ujar Andoy setengah terharu. Rangga menghampiri Andoy dan Al, dia langsung merangkul kedua temannya itu. Mereka sampai lupa, ada 1 nama teman dekat mereka yang tidak disebut oleh Coach Jevin, orangnya sedang duduk di ujung dan terpaku kecewa setelah mendengar pengumuman itu. Ketika dia pergi meninggalkan lapangan, barulah Al dan yang lainnya sadar.
"Astagfirullah! Teman macam apa kita, sampai lupa si Gibran!" Andoy menepuk jidatnya.
"Waduh, iya! Gimana dong? Kita terlarut dalam euforia ini. Dia pasti lagi kecewa berat..," timpal Rangga.
"Hmm, kita samper aja kalau gitu," ujar Al.
"Jangan," Kim melarang. "Biarin Gibran sendirian dulu, dia pasti lagi kecewa banget tahu teman-teman dia lolos, dia nggak. Gue yakin dia lagi nggak mau didekati, apalagi kan gara-gara kemaren pergi sama Prilly, lo pada nggak saling bicara,"
"Eh sorry ye, gue mah masih kontak-kontakan sama dia," sanggah Rangga.
"Maksud gue, si Al dan Gibran. Nah kalau lo sekarang nyamperin di Gibran, bete kuadrat dia. Udah kalah dari lo masalah cewek, eh sekarang masalah bulutangkis. Nanti aja, ada saatnya dia udah tenang dan lo semua bisa ngobrol sih sama dia, sabar aja,"
"Betul juga sih, Kim. Kita kasih dia waktu aja dulu,"
"Tenang aja.. dia nggak akan pulang kok, palingan dia lagi duduk di luar, kalau dia udah ngerasa enakan, kayaknya dia yang akan nyamperin kalian,"
"Ya mudah-mudahan aja," jawab Al.
"Anyway, selamaat kaliaan... kita akan bersama-sama selama enam bulan di Denmaarrk!!" Kim bersemangat.
"Eits, kita bisa jadi cuma enam bulan, ini anak kalau lulus beasiswa juga, dua tahun di sana!" kata Andoy seraya menoyor kepala Al. Al hanya tersenyum gundah. Perasaannya masih tertuju pada sahabatnya yang lain, Gibran.
Sudah setengah jam, Gibran masih belum kembali ke dalam lapangan. Tapi dia juga tidak pulang, mobilnya masih anteng nangkring di parkiran. Hal ini membuat resah Al. Meski Kim bilang nanti saja kalau mau bicara dengan Gibran, namun Al semakin merasa tidak enak.
Diam-diam Al memisahkan diri dari teman-temannya yang sedang asyik membahas persiapan untuk minggu depan. Dia keluar dari lapangan indoor tersebut dan mulai mencari keberadaan Gibran.
'Dimana ya si Gibran? Kok gue cari-cari nggak ada di luar,' ujar Al dalam hati. Sambil berkacak pinggang, dia mikir. Ada satu tempat dimana anak-anak suka kumpul kalau lagi bosan. Al langsung menuju ke tempat itu. Setelah menaiki tangga 2 lantai, sampailah dia. Rooftop. Lantai paling atas yang lebih mirip lapangan bola. Hanya ada beberapa barang bekas yang disimpan di sana. Selebihnya adalah lahan kosong.
Al melihat Gibran sedang serius merokok sambil melihat pemandangan.
"Gibs,"
"Ngapain lo kesini?" tanya Gibran malas.
"Mau ngerokok juga,"
Gibran tertawa. "Ente kan nggak ngerokok lagi, Al. Nggak usah basa-basi,"
"Hmm..,"
"Ngomong-ngomong, gue belum ngucapin selamat ke elo. Selamat Al, lo menang banyak,"
"Menang banyak gimana maksudnya?"
"Ya lo lolos short course dan lo juga menangin hatinya Prilly,"
Al tertawa kecil. "Kata siapa gue menangin hati Prilly? Kalau gue beneran menangin hati dia, harusnya status gue udah pacaran sama dia, tapi nggak tuh,"
Gibran menoleh keheranan. "Lo sudah ke Singapore menyusul dia, udah ketemu dia, tapi lo masih belum punya status?"
"Nope, belum." jawab Al pasti.
"Kok bisa? Padahal...," Gibran tak melanjutkan omongannya.
"Padahal apa?"
"Yaa... selama gue di sana sama Prilly sih, gue melihat dia akan menerima lo, seratus persen. Cuma memang dia masih suka maju mundur, meyakinkan dirinya lagi. Begitu aja terus, tapi gue tahu banget kok, dia selalu mikirin elo. Kelihatan aja. Makanya gue mundur teratur. You deserved her," ujar Gibran.
"Andai bisa semudah itu, tapi ternyata hatinya Prilly susah banget ditebaknya,"
"Terus, rencana lo selanjutnya apa?"
"Belum ada, gue biarkan begini aja, toh ini memang maunya Prilly. Nggak tahu sampai kapan sih, tapi dia janji akan kasih jawaban. Enak nggak enak yang penting gue dapat jawaban itu pada akhirnya,"
Gibran manggut-manggut.
"Anyway, lo jangan berkecil hati Bro dengan pengumuman dari Coach barusan, gue selalu tahu bahwa lo pemain yang berbakat,"
"Thanks, tapi sayangnya gue bukan pemain yang beruntung. Gue agak kecewa sih, tapi bagaimana pun ini semua tentang kompetisi kan?"
Al tidak menjawab, dia merasa tidak enak hati.
"Gue juga sedih, karena semua teman-teman dekat gue berangkat, gue doang yang nggak. Makanya gue sekarang ada di sini dan merenung di mana letak kesalahan gue, apa yang kurang dan apa yang harus gue perbaiki ke depan. Nggak adil rasanya. Tapi... gue tetap harus bahagia buat lu semua, gue harus tetap sportif,"
"Harus dong, masa cuma gara-gara hal ini, terus lo jadi minder dan ngejauhin kita-kita?" seru Rangga dari arah tangga. Di belakangnya menyusul Andoy dan Kim.
Perlahan senyuman dari Gibran mengembang. Dia merasa lega teman-temannya datang untuk mensupport dia.
Andoy merangkul Gibran dan mengambil rokoknya, kemudian menghisapnya.
"Tega lo, ngerokok sendirian aja, gue nggak diajak!"
"Coach Jevin juga kaget lo gak lolos, Gibran. Mungkin abis ini dia mau ngomong sama elo. Nggak apa-apa kan?" tanya Kim.
"Ya silakan aja sih..., terima kasih semua, gue tadi lagi mikir aja, sekaligus gue merasa kalah total sama si Al,"
Kim tertawa puas. "Kalau lo mikir kalah soal Prilly, tenang ajaaa..., Al masih jauh buat dapatkan adik gue itu,"
"Sialan lo,"
"Oh ya, jangan lupa untuk ambil undangan di gue nanti sore. Undangan untuk acara penyerahan secara simbolis short course ini, oke?"
"Siap," jawab Al.
"Terus, kok lo masih di sini sih? Besok kan mau nikah, mendingan elo tuh nyalon sana, nge-spa, luluran, biar cakep nggak butek kayak sekarang," ledek Rangga.
"Ih enak aja, gue ini selalu cakep nggak perlu nyalon sekalipun, week!"
Kelima sahabat itu pun saling tergelak bersamaan. Tak peduli ada secuil kesedihan yang sedang mendera salah satu temannya. Buat mereka, yang penting bahagia sama-sama.
---
"Gimana penampilan gue?" tanya Kim pada Prilly.
Prilly sedang asyik menatap ke luar jendela. Kim menghampirinya. Lalu mengikuti arah pandangan mata adiknya itu. "Kalau lo mau ke rumah Al, bilang aja kali...,"
"Eh, nggak kok," Prilly baru sadar, Kim sudah ada di sebelahnya. "Gue lagi nikmatin udara sore hari aja,"
"Hmm, oke lah," Kim kembali berkaca memandangi dirinya dengan gaun muslim untuk pernikahannya besok. "Tadi gue tanya sama elo... gimana penampilan gue?"
Prilly tak berkedip melihat kakaknya itu. Dia baru mencoba gaun pengantinnya. Tanpa makeup. Tapi dia sudah terlihat begitu cantik dan mempesona. Dia yakin besok Kim akan mencuri perhatian semua orang yang datang ke pesta pernikahannya.
"Eh, gimana, Pril? Kok lo malah diam sih?"
"Bagus.. bagus banget, Kiim.. Sumpah lo cantik banget," Prilly menghampiri dan mengecek kembali setiap inci detail gaun pernikahan Kim yang berwarna krem dengan aksen gold tersebut. "Kalau mama masih ada, dia pasti bahagia banget lihat elo, Kim. Pasti mama sekarang lagi cerewet ngurusin penampilan kita dan persiapan untuk besok, dia pasti bangga lihat lo sekarang," Prilly berucap dengan nada satirm
Kim membelai pipi Prilly. "Pasti, bukan hanya mama, tapi juga Papa,"
"Oh, Kim..," Prilly langsung memeluk Kim. "Gue kangen mereka...,"
"Sama.. Pril.. tapi gue yakin, mereka selalu memperhatikan kita. Allah sayang sama mereka, Allah pasti sudah memberikan tempat yang baik untuk Mama dan Papa," Kim menitikkan air mata.
Prilly melepas pelukan mereka. "Udah, kita jangan nangis-nangisan begini ah, Mama dan Papa kan pastinya mau lihat kita bahagia, ketawa-ketawa, ya nggak?" Kim menghapus air mata Prilly. Prilly mengangguk kecil.
"Iya, Kim."
"Btw, lo udah nyobain baju lo belum?"
"Udah, muat kok," jawab Prilly. "Kim,"
"Ya?"
"Gimana perasaan lo mau nikah?" Prilly bertanya seraya menghempaskan pantatnya di kasur milik Kim.
"Deg-degan lah pasti. Apalagi gue mau nikah sama orang yang gue udah lama kenal. Lo bayangin aja dari jaman SD gue udah dilatih dia, beda umur sembilan tahun. Yang pasti, Pril. Gue nggak pernah membayangkan atau kepikiran sekalipun gue akan menikah dengan duda. Serius deh,"
Adik Kim itu tersenyum dan masih setia mendengar cerita kakaknya.
"Walau gue belum pernah pacaran, tipe cowok yang selalu gue idam-idamkan itu jauuh banget dari Coach Jevin. Gue pengen yang bujangan. Coach Jevin sih emang bujangan, tapi dia punya buntut. Alias bekas bujangan," tutur Kim diiringi cengiran.
Kim mengangkat gaunnya dan duduk di samping Prilly. "Bahkan gue nggak pernah membayangkan kalau gue akan jadi ibu tiri buat anaknya Coach Jevin. Apa gue bakal diterima dia? Apalagi kan umur anaknya Coach Jevin sudah lumayan besar, sudah mengerti kehadiran orang lain di dalam keluarga dia. Memang.. Alhamdulillah semua berjalan lancar. Tapi sekali lagi, ini bukan bayangan gue atas tipe cowok impian gue. Gue suka sama cowok yang bisa main musik. Coach Jevin? Boro-boro main musik, dengarin musik aja dia jarang-jarang. Gue suka cowok yang fleksibel dan romantis, calon suami gue mah ampun deh, kaku orangnya. Cuek pula. Dari segi fisik, Coach Jevin memang ganteng, tapi gue gak suka ganteng kayak gitu, gue suka kulit agak putih, dia kan sawo setengah mateng. Pokoknya.. gitu deh..., ngerti kan lo?"
Pikiran Prilly lalu melayang membayangkan Al. Ia mengerucutkan bibirnya. "Paham, Kim...,"
"Nah, intinya... ketika lo sudah merasa klik, nyaman, dan yakin akan sebuah perasaan pada seseorang, pada hubungan. Seluruh pemikiran elo soal tipe pasangan, mendadak runtuh, luluh lantak dan nggak berarti lagi. Itu yang Al rasakan sama lo, Pril. Mau tipe dia kayak Kendall Jenner, mau tipe dia yang seksi macam Julia Perrez, kalau perasaannya cuma buat elo, ya mereka itu kalaah,"
"Iya...,"
"Jadi, gue harap lo berpikir ulang masalah lo dan Al. Apa lo yakin akan menyia-nyiakan seorang Al untuk lo lewatkan? Kesempatan nggak akan datang dua kali lho, dan bukan nggak mungkin kalau Al akan berubah haluan. Bukan berarti dia nggak setia sih, tapi gue aja kalo digantungin kelamaan, males juga kan? mendingan gue sama yang laen, itu sih kalo gue. Mudah-mudahan Al nggak begitu. Nggak sih kayaknya," ujar Kim panjang lebar. "Dari tadi gue ngomong, lo kok nggak banyak sanggahan? Tumben,"
Prilly mendengus. "Nggak tahu, gue sekarang pasrahan. Gue nggak tahu juga deh, gue nggak ngerti sama diri gue sendiri,"
"Terus, beasiswa lo gimana? Tadi gimana wawancaranya?"
"So far so good, cuma..., hmm...,"
"Apa?"
"Gue ganti destinasi beasiswa,"
"Lho? Kemana??"
"Pokoknya bukan di Denmark, nanti kalau gue lulus, gue pasti kasih tau lo,"
"Kenapa lagi sih? Udah bagus kan di Denmark, bisa barengan gue,"
"Ya lo juga kan nggak akan sampai dua tahun di sana, ya kan?"
"Ya terus kenapa lo pindah?"
"Nggak papa, gue nggak mau dekat-dekat aja sama Al,"
"Hhhh... ya udah deh terserah lo aja, tapi besok lo nggak boleh menghindar lho, pokoknya jangan ada drama di pesta pernikahan gue, janji?"
"Gue janji, Kim."
"Ya udah, kalau gitu sekarang bantu gue lepas baju ini dong,"
---
Sore ini, Al yang seharusnya datang ke rumah Kim untuk mengambil undangan, malah sedang berada di kantor tempat dia mendaftar beasiswa. Dia sedang kroscek keperluan beasiswa dia lagi. Apa masih ada yang kurang, selain itu dia juga mencari info tentang pengumuman kelulusan, siapa tahu kan dia dapat info lebih awal, jadi dia bisa menyesuaikan jadwal berangkat dia bersamaan dengan keberangkatan short course.
"Hello, Mister Al, how are you?" sapa seorang wanita bule yang bekerja di sana, dia sudah sangat familiar dengan wajah Al, sehingga selalu menyapa Al setiap Al datang.
"Oh, hai Miss Angie, i'm fine, how about you?"
"I'm good. So what brings you here?"
"Aaaa...., well.. actually i'm just re-checking my documents," jawab Al.
"Let me see, i don't see any shortage of your documents, it's all complete. So you should just wait and see," ujarnya.
"When will it be announced?"
"Perhaps by tomorrow, or the day after. As far as I know, it's on our schedule. Just be patient, i'm sure you will make it, hopefully..."
"Thanks," jawab Al tapi masih dengan muka penasaran.
Miss Angie menangkap rasa penasaran itu. "Anything else i can help you, Al?"
"Well, actually, there is. But i doubt you can help me,"
"Try me,"
"Ahmm..., there is a girl, she's one of the scholarship's candidate here. Her name is Prilly Consina. I'm wondering about her progress here?"
"Oh, Miss Prilly, that sweetheart. I know her. Is she your girlfriend?"
"No. I mean not yet,"
"Ooow, you got a crush on her,"
"Well.. you can say that," jawab Al sedikit gugup.
"She has a good progress, that's all i can say,"
Al memberikan pandangan menilik lebih dalam.
"What else, Al?"
"That's all?"
"It's private!"
"Miss..., have you ever love somebody that makes you feel so bad and hurt all the time? You love that person so deeply that makes you don't wanna lose him? That's what i feel for her. I won't let her go. I need to know, whether she will go to Denmark, or another country, or she is still staying in Indonesia. I would like to know? Please?" rayu Al.
Miss Angie menatap Al dalam-dalam. Al yang setengah memohon akhirnya membuat Miss Angie luluh.
"Fine. You know what? You have beautiful eyes, i can't stand of it."
Al memberikan satu kedipan dan tersenyum
"And don't give me that lovely smile,"
"Sorry,"
"Well... Prilly has changed her destination,"
"What? Where?"
"Sweden. She is applying to Sweden,"
Al terlihat sangat kecewa. "Did she tell you why?"
"No, she said that she want to change the ambience, that's all. Now will you excuse me? I kinda busy, i shall leave by now,"
"Oh, okay, Miss Angie. Thank you for your kindness,"
"You are very welcome. Not to mention, good luck for your education and also your love story," ujar Miss Angie meninggalkan Al dengan kebingungan dan perasaan kecewa. Kenapa Prilly harus mengubah tujuan beasiswa dia ke Swedia? Apa dia benar-benar sudah tidak mau lagi bertemu dengannya??
***
Heloow semua..
Akhirnya update lagi..!!
Oh ya mau info cerita ini sesaat lagi akan selesai. Lagi finishing aja untuk dipublish.
Sudah ada ide cerita lain di kepala. Tapi mungkiiinn castnya bukan Al dan Prilly. Tapi gak tau juga deng..masih galau haha.
Lagi kepikiran pakai Iqbaal lagi dan u know what Arbani nampak cute utk jadi cast di cerita selanjutnya *lol
Oh yaa buat temen2 grup di line. Maaf banget line suka eroorr. Minta diupdate tp gak cukup memory. Ciyaan yaaa :))
Well happy reading semuaa. Any vote and comments always welcome!
Enjooyy! Ciaaoo!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top