End Part
"Prilly, kamu cantik sekali sayang...," puji Ibu yang memegangi kedua bahu Prilly. "Nggak ada duanya calon mantu Ibu ini,"
"Ibu bisa aja... ini juga kan karena makeup, Bu," jawab Prilly.
Ibu merapikan kembali gaun broken white dengan bahan lace dan aksen renda itu. Gaun putih panjang menutupi seluruh tubuh mungil Prilly. Tubuh Prilly yang mungil dibantu lebih tinggi oleh sepatu setinggi 12 cm yang berwarna silver dengan aksen batu swarovski. Ibu lalu menyematkan kudung dengan warna senada di atas rambut Prilly yang distyle dengan gaya mess-up hair up-do. Riasan gaya ala Great Gatsby tahun 20an menghiasi wajah Prilly. Gincu merah membuat Prilly tampil lebih menawan.
"Sempurna," puji Ibu lagi. Tak kuasa menahan tangis, Ibu buru-buru mengambil tisu dan menghapus air yang jatuh dari kedua sudut matanya.
"Bu...,"
"Nggak apa-apa, Prilly sayang. Ini tangis haru. Tangis kebahagiaan. Wajar kok.. kamu gak usah khawatirin Ibu. Ibu baik-baik saja..,"
Dua minggu setelah Al melamar Prilly, seluruh anggota keluarga Al dan Om Fedi beserta istri langsung terbang menuju Denmark. Mereka memutuskan mengadakan pernikahan yang sangat sederhana namun sakral. Ditambah lagi situasi yang mengharuskan mereka mengadakan pernikahan tanpa resepsi karena Al dan Prilly sedang berada di luar Indonesia.
Kim masuk ke dalam kamar. Sesaat dia bengong mengagumi kecantikan adiknya.
"Cantik banget adikku iniii... Masya Allah.... ada bidadari nyasar, hehe," puji Kim. "Eh tapi maaf aku ganggu Tante..aku mau tanya apa Prilly sudah siap?" tanya Kim.
Prilly mengangguk. "Insya Allah siap, Kim. Walau deg-degan bukan main,"
Kim meremas tangan Prilly. "Tenang.. begitu sudah ijab kabul semua rasa deg-degannya hilang.. tapi..,"
"Tapi apaan?"
Kim mendekat ke telinga Prilly dan berbisik, "Malam pertamanya deg-degan lagi," canda Kim.
"Kim, ah!"
"Prilly sudah siap dari tadi.. Ibu hanya bantu merapikan yang kurang-kurang saja. Nah.. calon pengantin wanita sudah siap. Bagaimana dengan calon pengantin pria dan keadaan di luar sana?" Tanya Ibu.
"Sudah siap juga. Kalau begitu akad akan kita mulai. Yuk Tante, nanti kita jemput Prilly setelah Al beres mengucapkan ijab kabul ," tutur Kim. Dia mengelus pipi adiknya itu.
"Bismillah,"
Kim dan Ibu kembali ke tempat akan dilangsungkan akad nikah. Warna putih dan bunga-bunga menghiasi apartemen milik kenalan Bapak di KBRI Denmark. Beruntung, orang yang baik hati itu bersedia meminjamkan tempat tinggalnya untuk disulap menjadi tempat menikahnya Al dan Prilly. Secara gratis pula.
Bapak dan Om Fedi nampak gagah dengan balutan batik sutra berwarna merah dan peci hitam. Seluruh tamu undangan yang didominasi teman-teman kontingen bulutangkis sudah duduk manis bersiap mendengarkan ijab kabul yang akan segera dilontarkan dari bibir Al.
Penghulu yang akan menikahkan Al dan Prilly pun sudah duduk di tempat yang disediakan. Dari dalam sebuah kamar, Al keluar dengan sangat gagahnya. Memakai jas pengantin dipadu padankan dengan vest warna broken white dan peci dengan warna senada dan aksen payet, Al sangat membius para tamu. Dia terlalu ganteng untuk dilihat. Terutama oleh para wanita pastinya. Ditemani oleh Andoy dan Iqbaal, Al berjalan menuju meja ijab kabul dan menempati posisi duduk persis di depan Om Fedi. Om Fedi tersenyum.
"Sudah siap?"
"Insya Allah. Siap." Jawab Al tegas.
Sudah semalam suntuk Al menghafal teks ijab kabul. Dia juga sudah meneguk telor bebek mentah yang disiapkan Ibu yang konon bisa menambah stamina. Dan betul juga sih. Pikir Al. Dia tidak merasakan kantuk. Dia bahkan sangat bersemangat. Semangat itu didukung oleh sekelibat bayangan tentang malam pertama nanti dengan Prilly.
Al jadi senyum-senyum sendiri.
Tanpa basa basi. Akad nikah pun dimulai. Penghulu mulai mengambil alih acara dan memberikan petuah, sambutan dan doa-doa.
Tibalah pada acara inti.
Prilly yang berada di ruangan lain. Mengintip sedikit dari balik pintu. Pun begitu dia bisa melihat betapa gantengnya Al. Calon suaminya itu.
'Ya Allah.. guanteng bangeettt dia.. ya ampuun kok mendadak jadi ngebayangin dia ada di atas guee sih?? Aduuduuhh.. jadi gak sabaar' pikir Prilly seraya mengedip-ngedip centil.
"Bismillah..semoga lancar," bisik Prilly.
"Al Ghazali, saya nikahkan kamu dengan putri saya bernama Prilly Consina binti almarhum Zenaldi Muhammad, dengan mas kawin logam mulia sebesar 30 gram, dibayar tunai." ucap Om Fedi.
"Saya terima nikahnya Prilly Consina binti almarhum Zenaldi Muhammad dengan mas kawin sebesar tersebut, dibayar tunai!" Ucapan pasti, tegas, yakin dan tenang tersebut mengalum menggema di seluruh ruangan.
"Bagaimana saksi? Sah?" tanya penghulu.
"Alhamdulillah sah,"
Seluruh hadirin yang berada di sana berucap hamdallah dan penghulu pun menuntun berdoa bersama.
Dengan ceria, Kim masuk ke kamar tempat Prilly berada. Dia mendapati Prilly lagi mengipasi muka dengan tangannya.
"Pril, kenapa lo?"
"Kiim..Mau nangiiiisssss!! Gue terharuuu.. terharu dengar ijab kabul barusan.., Al begitu.. begitu.."
Kim tertawa melihat adiknya. "Iya, Pril. Al bagus banget tadi ngucap ijab kabulnya. Gue aja merinding dengarnya. Nggak sangka keluar dari mulut Al."
"Kim.. dia ganteng banget..,"
"Istrinya juga cantik. Makanya si ganteng harus di temani sekarang. Yuk, kita keluar. Semua udah menunggu pengantin wanita," ajak Kim.
"Kim?"
"Kenapa lagi?"
"Makeup gue gimana? Nggak luntur kan?"
"Nggaaak.. sempurna pokoknya. Yuk,"
Prilly mengatur napasnya. Sambil menggandeng tangan Kim, dia keluar dengan anggun. Ibarat kontes Miss Universe, semua mata tertuju pada Prilly. Dengan tatapan malu, dia tersenyum pada seluruh tamu yang hadir.
Tenggorokan Al terasa tercekat saat melihat wanita yang sudah menjadi istrinya itu. Sampai-sampai Al merasa perlu melonggarkan dasinya karena terasa sesak.
"Ini pengantin wanitanya, Al. Silakan. She's all yours."
Al masih tak berkedip melihat Prilly. Prilly menyunggingkan senyuman penuh cinta. Untuk sesaat mereka saling mengagumi tanpa tsadar kalau acara belum sepenuhnya selesai. Om Fedi berdehem kencang.
"Lanjutkan lagi nanti di kamar," canda Om Fedi.
Para hadirin tertawa.
"Sekarang udah halal buat diapa-apain. Nah bisa dimulai dengan menggandeng tangan pengantin wanita untuk diajak duduk bersampingan," ujar penghulu.
"Oh..i..iya," jawab Al. Dia menawarkan tangannya pada Prilly untuk digandeng. Mereka berdua pun duduk bersama di depan penghulu. Al lalu diminta untuk membacakan kewajiban sebagai seorang suami. Setelah itu mereka berdua menandatangani dokumen pernikahan.
"Ada cincin kawin? Silakan disematkan," pinta penghulu. Andoy lalu memberikan cincin kawin pada sepasang suami istri itu.
Al menyematkan cincin di jari manis kanan Prilly. "Aku nggak bohong kan cincinnya aku ganti sama yang lebih bagus?" tanya Al.
Prilly memberikan tawa kecilnya. Prilly masih setengah tak percaya dia sudah menjadi istri dari Al.
"Nah silakan diabadikan oleh fotografer,"
Kedua insan itu berpose menunjukkan buku nikah dan cincin mereka. Hal yang biasa dilakukan usai akad nikah.
"Mas Al, gimana perasaannya sekarang?" tanya penghulu.
"Lega, Pak." Jawab Al.
"Ini siapa di sebelah Mas Al?"
"Prilly, Pak."
"Siapanya Mas Al?"
"Pacar, Pak," jawab Al.
"Lho, barusan yang ijab kabul siapa?" Canda penghulu.
Semua tamu tertawa. "Oh iya, ya ampun. Ini istri saya, Pak." Jawab Al lagi kali ini menepuk jidatnya. "Jadi, saya udah sah ngapa-ngapain dia kan ya, Pak?" lanjut Al bertanya.
"Ya silakan aja. Tapi yang baik-baik dan gak disini," Penghulu itu terkekeh. Dia lalu berpamitan pulang pada seluruh keluarga Al dan Prilly.
Acara pun kembali dilanjutkan dengan sungkeman. Suasana haru begitu terasa. Apalagi ketika Prilly memeluk Om Fedi yang parasnya paling mirip almarhumah Mama.
Setelah sungkeman, kedua pengantin itu lalu membaur dengan para tamu. Tidak ada pelaminan yang mengharuskan Al dan Prilly berdiri. Acara ini benar-benar dibuat sederhana dan penuh kekeluargaan.
"Cieee yang saah.. selamat ya!" Rangga merangkul Al.
"Thanks, Guys. Gue sendiri nggak nyangka nikah di usia dua lima. Gw pikir gue bakal nikah di atas umur tiga puluh tahun!"
"Si Andoy kali ntar umur segitu," ledek Bima.
"Amit-amit! Gue maunya tahun depan.. minimal tahun depan dapat cewek kek gitu.. Ayo semua bilang amin!"
"Amiiinn,"
"Nanti gue tanyain istri gue kalau gitu, siapa tahu ada stock buat lo di Swedia," kata Al menyeringai. Mendadak mata Al tertuju pada istrinya yang sedang berdiri di balkon. Menyandarkan badannya menatap pemandangan dari lantai atas itu. Al lalu memisahkan diri dari teman-temannya.
"Kamu lagi ngapain di sini? Kirain masih sibuk sama tamu, makanya aku nggak ganggu. Eh ternyata malah ada di sini, dingin lho," Al melepaskan jas dan memakaikannya pada Prilly.
"Nggak apa-apa kok, Al. Aku cuma lagi nikmatin pemandangan aja. Aku masih nggak percaya aja kalau kita udah jadi suami istri," ucap Prilly tersipu.
Dengan sangat hati-hati, Al memutuskan untuk melingkarkan tangannya di dada Prilly. Rasanya lebih deg-degan dari sebelum menikah. Pikir Al.
Bukan hanya Al. Begitu Prilly merasakan tangan Al yang menangkupnya. Dia setengah kaget dan memejamkan matanya. Al menaruh dagu di atas kepala Prilly.
"Jangankan kamu. Aku juga masih nggak percaya. Tapi kita ada di sini. Barusan ijab kabul. Jadi...,"
Prilly mendongakkan kepalanya. Al pun mencium keningnya. "Al?"
"Ya?"
"Nanti kita tinggal dimana? Mau kapan cari apartemen?"
"Secepatnya. Besok boleh. Kan nggak mungkin juga kita buat rusuh terus di asrama," Al memancing.
"Rusuh?" tanya Prilly polos.
"Ya begitulah pokoknya. Nanti kita cari apartemen yang jaraknya di tengah-tengah antara Denmark dan Swedia. Biar kita nggak terlalu jauh juga setiap balik ke asrama. Yang penting kita punya waktu yang berkualitas. Walau cuma seminggu sekali. Lagipula.. kalau ada mata kuliah yang bisa cepat lulus, lama-lama kita kuliah cuma berapa hari aja kan..?"
"Iya bener,"
"Tapi usahain harinya berurutan, jangan ngacak. Nanti kita malah susah ketemunya. Aku nggak mau."
"Kamu sih. Ngapain coba pindah-pindah destinasi beasiswa?"
"Eh anak kecil. Harusnya aku yang ngomong begitu. Bandel sih sok-sokan mau ngehindar,"
"Heheheehe. Terus... kita kapan ke Amalienborg-nya?"
"Kenapa emang? Kamu udah nggak sabar aku cium?" Goda Al.
"Auk ah,"
***
Sudah tiga hari, Al dan Prilly menikah. Seluruh keluarga pun sudah kembali ke Indonesia dan pasangan itu masih punya sisa waktu bersama 2 hari lagi. Prilly yang minta izin pada kampusnya sekarang masih menetap di salah satu hotel di Copenhagen.
Hari-hari masih bersalju dan cuaca itu membuat mager Prilly untuk pergi kemana-mana. Selain itu, kesibukan Al yang sedang berlatih sekaligus kuliah membuat mereka masih belum sempat kembali mengunjungi Amalienborg Palace, Al masih punya hutang janji pada istrinya itu.
"Kim," bisik Al usai latihan.
"Hmm?"
"Gue mau curhat. Ada sedikit masalah,"
"Masalah apaan?"
"Tentang gue dan Prilly,"
"Yaelah baru juga nikah. Wajar lah berantem berantem kecil mah,"
"Masalahnya bukan itu...," Al masih bisik-bisik. Agar tidak terdengar oleh teman-temannya yang lain.
"Terus, apa?"
"Hmm.. gue.. itu.., eh tapi lo jangan cerita sama siapa-siapa" Al ragu-ragu. Kim masih menunggu kelanjutan ucapan Al.
"Gue sama Prilly.. sampe sekarang.. belum ML," akhirnya Al mengaku.
"HAH!??"
"SSSTT!"
Kim tertawa. "Laahhh kok bisa sih?"
"Yaa palingan masih cium-cium.. raba-raba tapi giliran gue melancarkan serangan, dia langsung ngeloyor pergi. Asli. Gue jadi pusing gara-gara barang gue kudu gue paksa tidur lagi, mana gue ikut saran nyokap makan telor bebek. Stamina beneran oke. Tapi musti gue paksa keok, sekarang yang ada badan gue pada sakit nahan hasrat nggak tersalurkan," sungut Al.
"Hahahahaha,"
Al pun bercerita tentang malam pertamanya.
Hari pertama,
Usai Al mandi dan keluar dengan cueknya tanpa busana. Prilly malah berteriak dan menutup matanya. Minta Al buru-buru masuk lagi ke dalam kamar mandi.
"Kyaaaa!!! Al! Pakai handuknya dong!" Pekik Prilly sambil menutup matanya dan langsung masuk selimut.
Keesokan paginya. Saat Al terbangun duluan dan nafsunya terangkat melihat tubuh mulus istrinya, ia mulai mencumbui dan menggerayangi Prilly yang masih tertidur dan memeluknya dari belakang. Awalnya Prilly membalas ciuman Al. Membiarkan Al bermain dari bibir hingga leher. Membiarkan Al meremas payudaranya penuh nafsu, Prilly pun menikmatinya. Namun begitu milik Al yang menegang menyentuh milik Prilly. Prilly malah melonjak kaget.
"Al! What is that!? Kok kerasa keras! Kamu kenapa sih?" tanya Prilly.
"Pril, ini milik aku. Kalau pagi ya memang kayak begini. Apalagi kalau dingin, semua cowok juga begini kali. Karena kamu udah jadi istri aku. Sekarang kamu bisa pegang atau kamu apain kek,"
Prilly bergidik tidak mau membayangkan.
"Aku mau mandi,"
Dan lagi-lagi serangan itu gagal.
Cerita Al tersebut sukses membuat Kim tertawa terpingkal-pingkal.
"Terakhir semalam, gue cari cara dengan kasih pijitan ke dia. Biar dia rileks..Udah mulai enak.. dia juga mulai menikmati. Eeh pas gue lepas celana dalam. Dia langsung tutup mata dan kabur masuk selimut. Walhasil gue lemes. Perasaan nggak ada yang salah deh dari barang gue, dia bahkan belum pernah lihat. Gue juga belum liat punya dia. Kan penasaran, Kim!"
"Aduuuduuh... rahang gue ampe sakit ngetawain elo,"
"Sialan lo. Kasih solusi kek. Gue musti gimana?"
"Sebenarnya cara lo udah benar sih.. Prilly memang harus relaks. Dan itu pertanda bagus. Berarti adek gue masih perawaan kan?? Hihi. Duh gue juga bingung mau kasih solusi apa. Ternyata adek gue lebih oon dari gue. Gue oon wajar, nggak pernah pacaran. Tapi pas malam pertama gue nikmatin aja tuh. Karena emang ternyata nikmaaaatt bangeet, hahaha,"
"Lo nggak usah bikin iri gitu deh,"
"Coba aja lo obrolin sama dia. Atau mulai dari ajak nonton tv kek atau mandi bareng?"
Al mengusap wajahnya. "Oke lah. Kita lihat malam ini. Gue masih punya waktu dua hari lagi. Kalau gagal. Mau gak mau gue tunggu untuk serangan selanjutnya minggu depan," jawab Al pasrah.
***
Malam itu, Al baru saja selesai mandi dengan air hangat. Cuaca masih sangat dingin dan sebenarnya ini adalah waktu yang sangat tepat untuk mencari keringat di atas ranjang. Tapi apa daya, lawan mainnya malah asyik nonton TV.
Usai memakai kaos oblong berwarna putih dan celana ala pemain capoera. Al duduk di samping Prilly.
"Yank," panggil Al.
"Hmm?"
Al mematikan TVnya. Dia lalu duduk menghadap Prilly. Prilly langsung menutup rapat cardigan pada tubuhnya.
"Aku mau minta maaf kalau waktu aku buat ajak jalan-jalan kamu di sini pas kamu lagi libur gini sedikit. Aku memang lagi sibuk banget. Naah.. Lusa kan kamu udah kembali ke Swedia. Besok aku kayaknya agak longgar, kita ke Amaliennya besok aja gimana?"
"Boleh, yank..,"
"Terus.. aku cuma mau kamu tahu kalau aku ini bukan pria mesum yang mau ngegerayangin kamu terus. Walau itu wajar sih.. tapi aku nggak mau kalau sampai kamu berpikir aku usaha banget dan jadi terkesan maksa. Aku akan kasih kamu waktu. Bebas aja sayang.. sampai kamu siap. Aku sudah biasa menunggu kamu," ujar Al yang lalu mengecup singkat bibir Prilly. Al kemudian menyalakan kembali TV.
"Silakan nonton lagi. Aku mau tidur duluan ya,"
Prilly langsung merasa bersalah begitu mendengar kalimat terakhir Al barusan. Terbiasa menunggu dia.
Sebenarnya Prilly selalu merasa terangsang setiap melihat tubuh Al yang tanpa busana. Atau hanya bertelanjang dada. Sebagai atlet, tubuh Al nyaris sempurna. Kekar. Tegap. Berotot. Kuat. Dia pun selalu membayangkan Al berada di atasnya sedang bernapas terengah-engah. Tapi di satu sisi acapkali membayangkan barang pria akan masuk ke dalam miliknya. Dia langsung merasa ngilu sendiri. Walhasil, Prilly jadi sering mimpi basah lantaran hasrat yang tidak kesampaian.
Padahal sejak ijab kabul dilontarkan dan saksi berkata sah. Semua tubuh Al milik Prilly. Begitu juga sebaliknya.
Suara lagu slow jazz yang sedang ditayangkan di TV mendadak membuat Prilly tersadar. Dia menoleh pada suaminya yang sudah berada di dalam selimut. Perlahan sambil mindik-mindik Prilly menghampiri Al. Dia memperhatikan wajah Al secara diam-diam.
Suamiku.. Subhanallah. Wajahnya begitu rupawan. Alis tebalnya. Hidung mancung bertahi lalat. Bibirnya yang merekah merah. Belum lagi kalau dia bicara dengan suaranya yang ngebass. Kalau dia mengerang pasti seksi banget kan ya? Pikir Prilly.
Sedikit demi sedikit degup jantung Prilly memompa lebih cepat. Hormonnya mulai menggelinjang di sekujur tubuh. Prilly biarkan itu terjadi. Dia kumpulkan nyalinya untuk sebuah kewajiban.
Perlahan, dia menyingkap selimut yang membungkus tubuh Al. Lalu menggantinya dengan tubuh dia. Dia naik dan duduk di atas tubuh Al.
Al langsung melek dan kaget melihat istrinya sudah ada di atas tubuh dia.
"Pril?"
"Ya?" Jawab Prilly dengan suara manja.
"Kamu.. eh.. aku nggak mau kalau kamu belum siap. Aku tadi bicara kayak gitu bukan maksud biar kamu merasa bersalah atau apa. Aku nggak mau kalau kamu terpaksa, sayang.. beneran deh..,"
Prilly menatap Al lekat.
"Aku mungkin masih merasa aneh kita akhirnya bisa bersama. Biasanya aku cuma bisa merhatiin kamu setiap kamu datang main ke rumah. Ketawa-ketawa nggak jelas sama kakak aku, Kim. Tahu semua cerita cinta kamu. Apalagi kalau ingat masa kecil kita jaman masih ingusan, aneh aja ternyata jodoh aku temannya Kim,"
"Jaman kamu masih ingusan lari-larian cuma pakai singlet dan celana dalam. Kadang-kadang tanpa busana, malu-maluin,"
"Berarti kamu udah tahu dong kalau aku telanjang gimana..,"
Al tersenyum. "Dulu belum seranum sekarang. Kalau yang sekarang aku ngga tahu. Belum," jawab Al yang sedang siap-siap menahan juniornya agar tidak menegang. Bisa saja Prilly kembali membiarkannya. Walau saat ini dia begitu menggoda dan nampak siap bertempur.
"Memangnya aku buah pake acara ranum segala,"
'Oke. Kemajuan. Kemarin-kemarin nggak begini. Kalau gitu gue biarin aja junior gue menegang. Pasrah deh kalau batal,' batin Al.
Prilly melepas cardigan dan melemparnya asal. "Eh..Sebentar Yank..Kalau sekarang lihat aku tanpa busana, malu-maluin nggak?"
"Aduh sayang.. pake nanya lagi.. bisa tolong cepetan nggak buka bajunya?"
Prilly tersenyum iseng.
"Maunya dibukain," rajuk Prilly.
Tangan Al kemudian menggerayang membuka kaos Prilly. Dengan napas terengah Al menatap tubuh mungil nan mulus Prilly.
Al mendesah penuh gelora. Kali pertama dia akhirnya melihat istrinya tanpa busana. Sempurna. Pikir Al. Tanpa membuang waktu, Al mengangkat tubuh Prilly dan memutar posisi menjadi berada di atas Prilly.
Al tersenyum puas melihat Prilly yang sudah pasrah. Prilly melumat bibir Al dan memainkan lidahnya. Al lalu melepas dan menciumi leher Prilly terus ke bawah. Prilly mengerang. Secara otomatis dia menarik tubuh Al agar lebih mendekat. Terasa jelas bagian bawah Al mengeras dan menyentuh tubuhnya. Tangan Prilly berupaya merogoh isi di balik celana dalam Al. Al yang sadar akan hal itu merubah posisinya agar lebih terjangkau oleh Prilly.
"Aaalll...," desah Prilly.
"Kenapa sayang?"
Prilly dan Al menatap penuh cinta.
Al tersenyum.
"Gimana perasaan kamu?" tanya Al.
"Aku senang akhirnya aku nggak takut lagi..."
"Tapi intisarinya belum..,"
"Iya aku tahu,"
"Kamu sudah siap?"
Prilly mengangguk.
Al mengecup bibir Prilly.
"Al?"
'Duh jangan sampe dia minta nggak jadi. Bisa minum aspirin gue,' ucap Al dalam hati. Cemas.
"Ya, Pril?"
"Aku sayang kamu, Al..," Prilly membelai rambut Al. Al begitu seksi berada di atas Prilly.
"Kalau aku.. aku terlalu sayang sama kamu...," Al melumat kembali bibir Prilly, tangan Al sebelah kiri menahan dan meremas jari-jari Prilly. Mereka kembali bermesraan, Al mencoba mengalihkan perhatian Prilly dari usaha yang sedang dia lakukan. Juga menghindari adanya teriakan yang sekiranya dapat keluar dari mulut Prilly. Prilly meremas kencang jemari Al dan kasur. Menahan sakit sekaligus kenikmatan luar biasa hingga menangis.
"Sakit?" Al berhenti mendorong, ia merasa tak tega.
"Iya...,"
"Mau udahan?"
Prilly menggeleng sambil menghapus air mata.
Tanpa kembali bertanya. Al melanjutkan aksinya. Dia memeluk dan setengah mengangkat Prilly. Memastikan miliknya benar-benar sudah berada di ujung terdalam.
"Aaahh.. uuuhh..," raung Prilly yang semakin membuat Al bernafsu karena Prilly terlihat semakin seksi.
Al semakin bermain lebih liar. Dia mendorong lebih intens sambil bermain di tubuh Prilly yang lain. Prilly pun begitu sadar bahwa Al mendesah semakin tinggi saat Prilly menciumi leher dan kupingnya.
"Aku udah siap," bisik Prilly. Tak lama cairan kehangatan dari milik Al merajai rahim Prilly. Mereka berdua memejamkan mata. Klimaks.
Al menciumi seluruh wajah Prilly. "Terima kasih, Prilly," Dia membelai rambut istrinya yang sudah tidak karuan. Acak-acakan tapi bagi Al tetap terlihat seksi dan super rupawan.
"Aku juga terima kasih.."
Mereka cukup lemas usai perang pertama kali. Betul-betul luar biasa nikmatnya.
"Oh ya Al..besok... kalau kamu beneran longgar jadwalnya...hmm.. kalau boleh.. kita nggak usah kemana-mana, ya?"
"Kenapa emangnya?"
Prilly malu untuk menjawab.
"Kenapa hayo?"
"Hmm.. pengen kayak gini lagi..Nyesel gak dari kemarin, " ujarnya tersipu.
Al tertawa. Masih menatap mesra istrinya.
"I love you, Prilly. So much.." ujar Al yang lalu memeluk istrinya begitu kuat.
***************
SESAL.
Wanita itu terlihat sedikit gundah. Pandangannya terlihat agak kosong dan tersirat kesedihan di dalamnya. Ia meletakkan sikut kirinya di atas meja makan dengan jemari mengusap-usap kening. Sesekali dia menyeruput teh hangatnya sambil memandangi kolam renang yang berada di samping ruang makan dibatasi oleh pintu geser.
"Kak!" Panggil adik wanita itu.
"Ya?" jawabnya tanpa menoleh.
Adiknya datang dari lantai atas menghampiri kakaknya. "Errhh.. aku mau pinjam charger hp. Punyaku ketinggalan di kantor,"
"Ambil aja di kamar,"
"Yakin nih suruh ambil sendiri? Biasanya kan nggak boleh, restricted area. Yang tidak berkepentingan dilarang masuk,"
"Ambil aja, Tobias," Tatjana menoleh pada adiknya. "Lagipula, udah nggak ada yang perlu disembunyikan lagi kok," jawabnya pelan seraya memberikan senyuman maksa.
Muka Tatjana terlihat kusut.
"Eh? Kakak sakit? Kakak nggak kenapa-kenapa kan? Mukanya lesu amat,"
"I'm fine, udah masuk aja ambil sendiri, ada di dekat colokan TV,"
"Oke kalau gitu,"
Meski penasaran, Tobias tidak mau bertanya lagi. Biasanya kalau lagi ada yang dipikirkan, Tatjana lebih memilih diam dan merenung.
Tobias masuk ke dalam kamar Tatjana. Agak canggung sebenarnya lantaran selama ini Tobias nyaris tidak pernah masuk ke dalam kamar Tatjana sejak setahun yang lalu. Sambil melihat sekeliling, ia mencari-cari charger handphone.
"Nah, nih dia." Gumam Tobias seraya mengambil charger tersebut.
Sebelum keluar, Tobias memenuhi rasa penasarannya. Dia melihat-lihat peralatan pribadi Tatjana. Seperti biasa, kamar Tatjana selalu lebih rapi. Tapi ada yang mengganggu pemandangan Tobi, sebuah pashmina yang jatuh sepertinya menggelosor dari dalam lemari. Tobias mengambilnya, berniat menaruh kembali dalam lemari. Begitu membuka lemari, ada sebuah foto jatuh, foto Tatjana dan Juna. Jatuh dari sisi lemari yang ditempeli foto-foto oleh Tatjana. Tobi melihat space, sepertinya punya foto yang jatuh itu. Namun ternyata ada lagi yang lebih menarik perhatian Tobias. Dari sekian banyak foto yang ditempelkan Tatjana. Ada 2 buah foto yang ditempelkan di tengah-tengah.
Foto Tatjana. Berdua dengan Al. Sewaktu mereka sedang jalan-jalan. Di atas perahu dan di atas kereta. Ekspresi mereka berdua begitu alami dan penuh perasaan.
Tobias menyentuh kedua foto itu. Dia mengerti sekarang. Kenapa Tatjana melarang siapapun masuk ke dalam kamarnya setahun belakangan ini. Ternyata ini yang dia sembunyikan. Foto yang menunjukkan akan perasaannya pada Al. Kakaknya itu mati-matian menyembunyikan dan menyangkal apa yang dia punya untuk Al selama ini.
Selama ini, Tatjana jatuh hati pada Al. Dan dia menahan perasaan itu. Dia tak mau ada seorang pun tahu. Dia sayang Juna. Tapi juga sayang pada Al. Apa yang barusan Tobias lihat dari raut muka Tatjana mungkin adalah sebuah penyesalan. Tobias tahu. Semalam Al baru mengupload sebuah foto di Instagramnya. Setelah sebelumnya absen posting selama dua minggu. Mungkin postingan Al semalam yang membuat kakaknya sedang bersedih.
Tobias menghela napas. Dia segera pergi dari kamar Tatjana.
"Hey, chargernya udah aku ambil," ujar Tobias.
"Iya,"
Tobias menarik kursi makan lain dan ikut duduk di samping Tatjana. Tatjana tersenyum.
"Hmm...,"
"Nggak ada lagi yang kakak sembunyikan, Tob," ucap Tatjana pelan sembari memainkan jari pada handphonenya.
Tobias ikut melihat layar handphone Tatjana yang sedang membuka Instagram milik Al. Foto Al dan Prilly berciuman sambil memperlihatkan cincin kawin yang mereka pakai.
Sorry for disappear for 2 weeks. I've been so busy lately. So many things happened, i tell you the happiest.
I'm a married man now. And i proudly announce my marriage with this wonderful woman, her name Prilly Consina.
Doakan kami selalu menjadi keluarga yang sakinah. Mawaddah. Warahmah. Bahagia selalu!
I love her so much!
Location, Amalienborg Palace, Copenhagen.
Tatjana menoleh pada adiknya. Dia tersenyum sebelum akhirnya kembali menatap layar handphone. Tatjana menekan layar 2x. Love untuk foto itu.
Dia juga mengetik komen : happy for you guys.. longlast (:
Send.
"Kakak begitu bodoh selama ini. Dan sekarang.. I've completely lost him. For forever," ujar Tatjana terisak.
Tobias hanya mampu memberikan support dengan menemani Tatjana, merangkul dan mengusap-usap lengan kakaknya.
-The End-
_______________________________________
Haayy Alhamdulillah selesai juga cerita ini, Snow In Copenhagen.
Semoga selama 30 chapter yang saya suguhkan minimal dapat memberikan senyum buat yang membacanya. Terima kasih teman-teman yang sudah menyempatkan mampir.
Next story akan dipublish dalam waktu dekat. Mudah2an sih moodnya ada ya..haha.
Sorry kalau chapter terakhir ini panjang banget.
Sampai ketemu di story berikutnya. Sekali lagi terima kasih *salim atu2*
Adios amigos! ;)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top