"Wuoohh, nggak pernah gue sangka kalau jodohnya si Kim pelatih kita sendiri," ujar Andika alias Andoy seraya melempar tas slempangnya ke atas kasur Al. Di belakang Andoy, Rangga dan Gibran mengikuti. Mereka baru pulang dari menghadiri acara rapat persiapan pernikahan Kim dan Coach Jevin.
"Yoi, kaget banget gue, asli! Mereka kan usianya jauh banget bukan? Lima belas tahun!" ucap Gibran. Dia lalu menyalakan PS4 milik Al dan duduk di sofa kecil depan TV kamar Al. "Maen nggak Rong?" tanya Gibran pada Rangga.
"Ayo,"
"Halaah, kalau soal umur mah jaman segini nggak jadi masalah, itu buktinya si Tatjana, pacaran sama yang bedanya belasan tahun," ledek Andoy menyindir Al.
Yang disindir malah sedang asyik duduk di pintu jendela kamar dengan kameranya. Memainkan lensa tele miliknya. Mengamati pemandangan di luar jendela, mengarah pada rumah Prilly yang sedang ramai oleh tamu yang sedang berpamitan pulang. Terfokus pada 1 wajah jelita yang sedang tertawa pada para tamu di depan halaman, sedang berpamitan pulang.
Al begitu menikmati wajah tersebut dari balik lensanya hingga tak sadar bahwa dia sedang tersenyum bungah. Bahagia bisa melihat Prilly. Meski waktu rapat tadi, dia sudah bertemu, Al belum puas. Rasanya tidak akan pernah puas malah. Terlebih lagi mereka tidak saling menyapa pas bertemu, tidak berbicara hanya tersenyum satu sama lain.
Entah kenapa ciuman semalam membawa mereka berdua ke dalam situasi yang tidak bisa dijelaskan oleh kata-kata. Mereka saling jatuh cinta. Dan sebuah ciuman telah membawa hubungan mereka ke jenjang lebih tinggi. Hanya saja mereka jadi canggung dan malu sendiri jika mengingat kejadian tadi malam. Malu tapi bikin senyum-senyum dan deg-deg serr.
"Bro?" panggil Andoy.
"Astagfirullah, Ndoy! Lu ngapaiiinn di depan lensa gue!? Muka semua isinya! Gue pikir raksasa dari mana!"
"Lu yang ngapain ngeker ngeker sambil senyum senyum gitu? Motret juga gak. Lo lagi ngeliatin apa sih?" Tanya Andoy.
"Bukan apa-apa," kilah Al.
"Coba sini gue lihat," Andoy merebut kamera dengan cepat dan langsung mengarahkan ke arah yang Al tuju barusan.
"Prilly??"
Al menggaruk-garuk kupingnya yang tidak gatal.
"Sini balikin kamera gue," pinta Al.
"Ooohh jadi alasan lo dan si Tristan berantem jadi kenyataan??" Ledek Andoy. Gibran dan Rangga kompak menoleh pada Al dan menunggu jawabannya.
"Ya..kalau memang jadi kenyataan kenapa? Ada masalah?" Tanya Al.
Andoy tertawa kecil. "Ya nggak Al, tapi... apa lo yakin? Bukannya lo aja baru beres urusan sama Tatjana? Dan Kim melarang elo dekatin Prilly karena takut Prilly cuma pelarian dari kekecewaan lo pada Tatjana?"
"Kata siapa Kim melarang gue? Udah nggak lagi kok," jawab Al masih memainkan lensa telenya. Sayang, Prilly sepertinya sudah masuk ke dalam rumah. Raut muka Al berubah kecewa.
"Jadi maksudnya? Lo jadian ama dia?" tanya Rangga.
"Nggak, belum."
"Masih PDKT?"
"Bisa dibilang begitu sih," jawab Al masih duduk di pintu jendela.
"Tapi...hm... bukannya Prilly jauh dari tipe lo? Dia kan agak cupu, kuper, apa lo yakin dia bisa nyambung sama pergaulan lo? Kehidupan lo?" Gibran menyeletuk yang membuat Al menatap gahar padanya.
"Tau apa lo soal dia? Nyokap gue sayang sama dia, dia dekat dan nyambung sama nyokap gw. Itu udah lebih dari cukup. Karena kehidupan dan pergaulan utama gue ya nyokap. Ngerti lo?" Al setengah emosi menjawab pertanyaan Gibran.
Gibran mengerucutkan bibirnya. "Sorry, Al. Gue gak ada maksud merendahkan Prilly. Ya..yang gue tahu kan tipe cewek lo nggak kayak dia. Apa lo yakin beneran naksir? Apalagi bukannya lo butuh waktu yang lama buat PDKT? Apa gak kasian anak orang nungguin lo? Apa dia bisa berharap sama lo?" tanya Gibran lagi. Rangga dan Andoy agak terkejut mendengar serangkaian pertanyaan dari Gibran. Mereka melirik Al dan Gibran bergantian.
Al berdiri dan menghampiri Gibran. Dia menepuk pundak temannya itu. "Ternyata lo merhatiin banget ya,"
"Sorry Bro, lo gak marah kan gue tanya begini?"
"Nggak lah santai aja. Gue memang PDKT sama cewek lama. Tapi gak tahu kenapa sama Prilly itu jalannya smooth, gue juga merasa semua berjalan begitu cepat dan gue gak perlu menggali lebih dalam lagi perasaan gue ke dia. Semua ini terungkap semenjak gue pergi seharian sama dia itu. Mungkin karena gue udah lama kenal dia kali.. Ini tuh kayak gimana ya? Kayak udah lama ada disini," Al menunjuk dadanya. "Terus diketuk dan di kreekk, terbuka aja gitu, ngerti kan lo pada?"
Andoy hanya manggut-manggut. "Paham gue.. dan gue tenang lihat lo berdua, barusan gue pikir lo marah sama Gibran, Al." ucapnya.
"Nggak lah. Gue justru berterima kasih sama kalian. Ini namanya gue diingatkan, thanks bro Gibran." ujar Al.
Gibran hanya mengangguk dengan senyuman penuh arti.
"Terus, sekarang status atau progress lo sama Prilly gimana?" tanya Rangga.
Ditanya seperti itu, Al jadi kembali senyum senyum sendiri lantaran jadi mengingat kejadian semalam.
"Progress bagus sih.., bagus banget malah...,"
Ketiga temannya mendengarkan dengan seksama sampai setia menatap Al menunggu jawaban lanjutan.
"Semalam kita ciuman,"
Mereka bertiga terbelalak.
Di lain tempat di saat yang bersamaan..
Prilly sedang merebahkan diri di atas kasur ditemani sahabatnya, Ricky.
"Ya ampun, Nek. Akhirnya beres juga acara yang super mendadak macam bajaj lagi ngerem dan kita gak ada yang tau! Gak sangka bangeeett kakak lo bakalan nikahin duda keren macam Coach Jevin. Iiihh gemeeetttss gue!"
Prilly tidak merespon. Ricky menoleh pada sahabatnya itu.
"Heh, lo ngapain senyum-senyum sendiri nggak jelas sambil megang-megangin bibir gitu? Sariawan??"
"Hmmm?" Jawab Prilly masih memegangi bibirnya. Ricky melambaikan tangannya di depan mata Prilly.
"Helooo?? Lo kagak kesurupan kan ya??"
Prilly tersenyum centil penuh kebahagiaan.
"Gue mau cerita sama lo! Tapii pleaseeee gak ada yang boleh tau. Termasuk kakak gue dan teman-teman yang lain. Plis plis pliiisss!!!??" Prilly mengguncang-guncangkan badan Ricky.
"Aduuuh baju gue bisa robek keleeuus,"
"Janji dulu!"
"Iyee iyee.. gue janji. Cerita apa?"
"Semalam...," Prilly berbisik. "Gue ciuman sama Al..."
"WHAAAAATTTTTT!???"
Prilly langsung membekap mulut Ricky. "Ssssttt!! Gue tau lo kaget tapi jangan keras-keras kagetnya! Kim dan om tante gue bisa penasaran nanti kita lagi ngapain!"
Mulut Ricky menganga layaknya joget lagu goyang dumang. Tangannya memegangi dada saking kagetnya.
"WHAT!? Ciyus!??"
Prilly mengangguk cepat penuh semangat.
"Sumpe lo?"
Prilly mengangkat dua jarinya.
"OH MY GOD, Prilly!" Ricky setengah berteriak. "Aaaakkkh! Terus gimana? Apa rasanya? Kok bisa? Lo udah jadian sama dia, bok?"
"Belum,"
"Haa? Begimane ceritanya lo udah ciuman tapi belum jadian? Nggak paham gue,"
"Gue juga bingung jelasinnya, semua terjadi begitu aja, begitu cepat. Kemarin gue nangis di pelukan dia waktu tahu soal Kim dan Coach Jevin, aaanndd.. it's just happen. Just like that," Prilly menjentikkan jarinya.
Ricky bersemangat mendengarkan.
"Masih kebayang betapa gentlenya dia mencium gue. Bibirnya lembut dan gemesin banget"
--
"Dan sampai sekarang gue masih terbayang-bayang ciuman itu. Bibirnya yang mungil, kenyal, lembut, gemesin... Gue nggak pernah nyangka bisa mencium dia kayak gitu. Begitu romantis, begitu penuh kasih sayang... ya.. gue mencium dia karena ada dorongan perasaan sayang dari diri gue, jadi gue berani. Prilly juga nggak nolak," ucap Al di saat yang bersamaan.
Andoy, Gibran dan Rangga masih menganga tidak percaya.
"Begitulah pokoknya," ujar Al dengan mata berbinar-binar.
"Wah ini anak, beneran jatuh cinta!" sela Andoy. Barulah setelah itu Rangga dan Gibran ikut bereaksi. Mereka tertawa.
"Tertawalah sepuas kalian, tapi gue udah lama banget nggak merasakan kayak begini," kata Al.
"Terus kemarin sama Tatjana apa?" tanya Rangga.
"Beda. Pokoknya beda. Ini lebih menggebu-gebu,"
"Yakin nggak terbawa suasana?" Gibran mencoba meyakinkan Al.
"Bukan, ini bukan sekedar terbawa suasana,"
--
"Aaaaahhhhh kebayaang banget gueee, Piyiii, aaaa jadi mauuu juga kaaaannn, jadi ikutan gemes juga kaan gue dengarnyaa!"
Prilly memberikan cengiran bahagianya. Sederet gigi rapi berwarna putih terlihat semakin berkilau karena pancaran kebahagiaannya.
"Rasanya deg-deg serr..., sekujur tubuh gue geli kayak ada semut jalan.. gue nyaris nggak bisa napas begitu dia mencium gue,"
"Emang dia cium apaan, Nek? Lubang idung lo sampe lo nggak bisa napas?"
"Yee, Ricky ah!"
"Hehe.. ya ampuuun.. gue bahagiaa buat elo, Pril. Tapi.. apa itu bukan karena terbawa suasana aja?"
"Hm... mungkin sih,, gue nggak menyangkal hal itu. Tapi ini bukan itu. Kalaupun ada.. itu hanya faktor pendukung. Karena memang sebelumnya kita berdua udah semakin dekat dan gue memang merasa ada yang berbeda aja di antara hubungan kita, bukan GR tapi ya itu kenyataannya. Al semakin perhatian sama gue. Kita juga semakin intens ketemu. Hal-hal umum yang biasanya cowok lakukan kalau lagi PDKT, dia lakukan ke gue. Seperti itulah...,"
"Terus dia ada ngomong apa gitu nggak setelah ciuman itu?"
"Nggak ada.. tanpa kata.. tanpa bicara. Kita pelukan, terus senyum dan kita keluar kamar buat bicara sama Kim,"
"Udah? Gitu doang?"
"Iya gitu doang,"
"Errhh, geregetan banget! Kenapa sih tu anak nggak sekalian aja nyatain cinta kek apa kek ngomong sesuatu!"
"Tapi satu hal yang gue nggak pernah sangka dari seorang Al, Ky."
"Apaan?"
"Ternyata dia sosok pria yang bisa menenangkan wanita. Al itu dewasa banget ternyata, pemikirannya logis, dia bijaksana. Itu sisi lain yang gue lihat dari Al. Ya sebelumnya gue pernah mengalami sisi lain Al juga waktu Mama dan Papa meninggal. Sisi tanggung jawab dari dia,"
"Wwaaaa so sweeeet. Eh tapi biar bagaimanapun juga lo kudu minta kepastian Pril. Secara gue penganut paham kejelasan hubungan jadi lo sama Al gw saranin harus punya status. Bukannya posesif atau jadi genggesin dia, tapi itu kan cara kita untuk menghargai diri kita sendiri,"
Prilly memeluk Ricky. "Aaaa thank youuu Ricky. Iyaa doaiin yaaa.. Ricky... gue makin sayang sama dia, gimana dong?"
--
"Lebih dari sekedar terbawa suasana. Prilly itu bagaikan bidadari yang jatuh tapi telat gue tangkap. apa yang kita lakukan semalam itu.. sangat sangat sangaaaat berarti,"
"Woooww! Angkat tangan semua untuk Al Ghazali!" pinta Rangga.
"Hahhaha. Whatever makes you happy, Bro! Kalau memang Prilly pilihan yang tepat, gue sih setuju-setuju aja, lebih setuju daripada yang terakhir. Lo tahu kan kenapa?" ucap Andoy sambil menepuk-nepuk pundak Al.
"Thanks, guys. Doain aja,"
"Jadi, elo sama Kim udah menemukan pasangan nih? Lo udah jadian sama Prilly dan Kim bakalan nikah. Gua kapaan dah ya?" keluh Andoy.
"Eh, tadi kan gue udah bilang..kita kan belum jadian,"
"Lah? Gimana ceritanya?"
"Lo nggak sekalian nyatain cinta ke dia semalam?" tanya Gibran.
"Belum.. lidah gue kelu saking nggak percayanya kalau gue baru mencium Prilly,"
"Jangan gitu lah Al, gimanapun juga lo harus menghargai cewek, lo jelaskan status kalian,"
Al menaikkan satu alis setelah mendengar ucapan Gibran tersebut.
"Seingat gue, gue bukan tipe yang ngegantungin hubungan. Kali aja lo mau mengingat gimana gue ke Tatjana,"
"Hmph, seinget gue sih lo gak pernah tanya kejelasan juga sama Tatjana. Gak nembak, nunggu aja terus," Gibran bicara sambil bermain PS.
Al melirik Andoy, dengan alisnya dia menunjuk Gibran tanda bertanya,
"Kenapa dia?"
Andoy membalasnya dengan angkat bahu.
Obrolan mereka pun terpotong dengan dibukanya pintu kamar Al. Mereka berempat serentak menoleh.
"Hai," sapa Kim.
"Eh Kim. Udah beres acaranya?" tanya Rangga.
"Alhamdulillah sudah. Makasih banyak ya kalian sudah datang dan mengerti situasi gue.., I love you all!"
Kim merangkul Andoy.
"Teruntuk khusus buat elo, Al. Yang sudah berhasil membujuk Prilly untuk bisa menerima hubungan gue dan Coach Jevin," ucap Kim tersenyum.
"Haha. Sama-sama.. itu cuma masalah waktu sih buat Prilly menerima. Kebetulan aja gue percepat,"
"Tapi... adik gue aman kan?"
"Aman gimana?"
"Lo bujuk dianya dengan cara yang benar kan? Nggak lo apa-apain?"
Andoy, Rangga dan Gibran yang tadinya sedang nimbrung mendengarkan Kim langsung memilih sibuk sendiri. Rangga dan Gibran kembali bermain PS. Sedangkan Andoy memilih mengambil kamera DSLR milik Al dan melihat hasil gambar.
Kim yang ngeh hanya celingukan dan semakin curiga.
"Kayaknya ada sesuatu yang gue gak tahu nih,"
"Ngawur. Nggak ada. Perasaan lo doang kali," jawab Al.
"Lo nggak jadian sama adik gue kan?" tanya Kim dengan nada menyelidik dan protektif.
"Nggak. Belum."
"Hooo lo ada niaat berartii ya??"
"Lho, kata lo kemaren udah ngijinin gue deketin dia. Kalau gue ada niat pacarin si Prilly berarti boleh dong? Kan gue udah ngantongin ijin. Gimana sih lo?"
"Hmm.... tergantung.. tergantung apa yang bisa lo kasih buat kebutuhan pernikahan gue," Kim mengedip-ngedipkan matanya.
"Hhhhhh... okee finee.. fotografi dan video wedding gratis dari gue,"
"DEAL!" Kim menonjok bisep milik Al tanda setuju.
***
Sore menjelang malam. Al sekarang sedang berada di studio foto milik teman, menyiapkan kamera, lighting dan MAC miliknya. Hanya ada dia dan 2 orang kru studio yang berada di ruangan itu, lantunan musik jazz ikut menemani kesibukan mereka.
Setelah semua siap, Al menunggu si objek yang akan difoto. Katanya sebentar lagi datang. Selagi menunggu, dia mengambil handphone dan mulai mengecek instagram. Profil Tatjana muncul pertama di layar hp. Foto dia dengan si kucing kesayangan.
'Hmm.. love deh'
Al mengklik layar dua kali. Kemudian dia iseng membuka profil milik Prilly. Tangannya bermain hingga foto terakhir Prilly, nyaris hampir semua foto dia klik dua kali.
Wanita ini.. kemana saja dia selama ini? Kenapa baru sekarang rasa ini ada?
Ah jadi kangen. Dia pun menekan tombol kontak.
"Halo?" Jawab Prilly dengan muka sumringah.
"Seneng banget kayaknya, pasti lagi senyum-senyum ya angkat telepon aku?"
'Aku? Al pakai kata aku.. aduuuhh meleleeh deh gueee' ucap Prilly dalam hati.
"Pril? Kok diam? Jangan-jangan senyumnya makin lebar kayak joker,"
"Enak aja, gak usah sok tau kalau gak liat sendiri,"
"Hehe. Hmm... kamu lagi dimana dan lagi ngapain?"
"Pertanyaannya posesif banget kayak takut layangannya terbang,"
"Emang kamu mau disamain sama layang-layang? Kamu kan lebih tebel sedikit, kayak martabak full keju"
Prilly tertawa kecil. "Resee kaaann.. biarin aja. Martabak yang agak tebelan biasanya lebih nikmat huh.. Gu.. aa.. Aku lagi..lagi..aku lagi.. di rumah, habis beres masak,"
"Masak apa?"
"Masakan rumah aja kok, capcay sama ayam kecap. Kamu udah di studio?"
"Weiiss ingat juga,"
"Hrr.. yaa kan kamu bilang semalam begitu, ada perubahan jadwal motret karena rapat pernikahan Kim,"
"Iya, aku udah di studio. Untung aja Kenny dan calon suaminya nggak keberatan pindah jadwal..,"
"Kayak pernah dengar nama Kenny,"
Al ragu mau memberi tahu Prilly, tapi akhirnya dia memilih untuk jujur padanya.
"Kenny temannya Tatjana,"
"Oh." Ada nada cemburu pada kata OH yang dilontarkan Prilly tapi dia masih sadar diri bahwa dia dan Al bukanlah sepasang kekasih. Belum.
"Nggak apa-apa kan? Mereka datang cuma berdua gak ada yang lain kok,"
Prilly melengos. "Apa sih kamu ini pake nanya kayak gitu segala. Kan profesional,"
"Btw.. Aku.. aku belum makan nih,"
"Ya makan dulu dong, nanti kamu lemes lagi,"
"Eh, nanti aku telepon kamu lagi ya. Kenny udah datang,"
"Oke," Prilly bahagia mendapat telepon dari Al. Terlebih lagi dia sudah pakai aku-kamu. Tanpa disadari dia menghentak-hentakkan kakinya ke aspal.
Di studio, Al yang baru selesai menelepon Prilly, menaruh handphonenya dan menyambut kedatangan Kenny.
"Hai, Kenny!"
"Hai, Al! Apa kabar?" Sapa Kenny.
Kenny mencium pipi kiri dan kanan Al.
"Baik, Alhamdulillah. Lo gimana?"
"Baik juga..," Kenny meletakkan tas besarnya di ruang ganti.
"Calon suami mana? Masih di parkiran kah?" tanya Al.
Kenny hanya tersenyum. "Nanti dia nyusul. Btw, sorry Al. Bisa minta tolong nggak asistennya suruh keluar semua dulu?"
"Oh gitu, bisa."
Al meminta kedua asistennya untuk keluar.
"Ini mau nunggu laki lo dulu atau udah bisa gue setting? Tapi Ken, lo yakin makeupnya gak ditambah lagi?"
"Belum, nanti gue touch up lagi. Hmm gue boleh lihat konsepnya dulu gak Al?"
Penampilan Kenny hari ini terlihat sedikit pucat dan acak-acakan. Meski masih memakai makeup tipis tapi tidak terlihat seperti biasanya. Dan Al sadar akan hal itu.
"Eh, lo nggak apa-apa? Kok kayak lagi kurang fit?"
Kenny mengambil duduk di samping Al.
"I'm fine, Al. Thank you," jawab Kenny yang menatap Al tanpa berkedip.
"Oh, oke." Al lalu mengecek laptopnya. Dia membuka beberapa contoh foto prewed di studio sebagai bahan referensi. Tapi perasaan Al mendadak tidak enak, karena wajah Kenny semakin mendekat ke kuping Al sampai membuat desahan napas Kenny terdengar jelas.
Al menoleh dengan cepat dan langsung mundur.
"Whoa..whoa.., Ken? Lo baik-baik aja? Kok mulut lo sedikit bau alkohol? Lo nggak lagi mabuk kan?"
Kenny menyeringai, berdiri dan berjalan menuju pintu. Dia menguncinya dua kali.
"Ken? Kenapa lo kunci pintu?"
"Gue mau curhat, Al.." Kenny menghampiri Al kembali.
"Lo tahu nggak? Hari ini gak akan ada jadwal pemotretan prewedding gue. Semua batal! Lo tau kenapa? Karena Robby pergi meninggalkan gue. Dia membatalkan pernikahan kita. Dan semua ini..gara-gara elo," lanjut Kenny seraya menunjuk hidung Al dan membelainya sampai ke bibir. Al menghindar.
"Ken, lo lagi ngaco. Sekarang mendingan kita tenangin diri dulu. Gue cariin lo minum ya,"
Tangan Al ditarik dengan keras. "Lo harusnya tanya, kenapa ini semua bisa gara-gara lo?"
Al mengerenyitkan keningnya.
'Waduh, mabok nih cewek,'
"Karena akhirnya Robby tahu kalau gue...," Kenny membelai pipi Al. "Kalau gue jatuh cinta sama lo," Kenny berusaha mencium Al.
"Ken. Lo mabok. Gue akan antar lo pulang, oke?" Al menghindar dan menuju pintu keluar.
"No..no.. please Al.. temani gue dulu di sini..," Kenny memeluk Al erat dari belakang. Dia terisak. "Sejak Tata mengenalkan elo ke gue, sejak saat itu gue nggak bisa berhenti memikirkan elo. Wajah lo selalu terbayang-bayang sampai gue seperti orang gila gue selalu simpan semua foto-foto di instagram atau twitter lo. Sampai terasa nyesek banget di hati begitu tahu lo sangat sangat naksir Tata. Gue frustasi karena gue nggak bisa milikin elo, karena gue punya Robby..calon suami gue.. tapi..tapi Al," Kenny berputar menghadap Al hingga Al berjengit.
"Akhirnya Robby udah tahu kok soal perasaan gue ke elo. Dia akhirnya putusin gue dan semuaaaa jadi berantakan! Tapi it's okay. That's why i'm here with you, right? Gue mau elo aja yang nikahin gue, ya kan bisa kan?" Ucap Kenny dengan cepat. Dia benar-benar lagi di luar kendali.
Al memegang bahu Kenny. "Ken, kita harus pulang sekarang, oke? Gue antar lo pulang."
"AL!" Kenny kembali mendekap Al.
Al sangat lega saat mendengar pintu ruangan studio di ketuk. Dia bergegas kabur dari dekapan Kenny dan segera membuka kunci.
"Hay," sapa wanita yang Al hari ini kangeni.
"Prilly!? Oh My God, senang banget liat kamu datang! Kok kamu ada disini?"
"Surprisee! Tadi aku bohongin kamu. Aku tadi lagi di jalan buat bawain kamu ini, aku udah feeling kamu belum makan," Prilly mengangkat kotak makan ke depan Al.
"Terima kasih," jawab Al seraya tersenyum.
"Kok tadi dikunci pintunya?"
"Oh itu, barusan..." Al bergeser sedikit dan menunjuk Kenny dengan jempolnya. Tapi alangkah kagetnya Prilly saat melihat Kenny setengah telanjang. Tanpa bra. Hanya celana pendek. Kenny tersenyum.
"Hai," sapanya.
"Astagfirullahaladzim!" Seru Al yang lalu langsung menutup matanya.
Prilly menatap Al marah. "Lo benar-benar brengsek!" Prilly berbalik badan dan pergi secepat mungkin meninggalkan Al.
"Pril! Tunggu Pril! Aku bisa jelasin!" Al menarik tangan Prilly.
PLAK!
Satu tamparan keras mendarat di pipi sebelah kiri Al. Prilly melotot.
"Udah cukup jelas! Nih! Pas banget gue bawa dua porsi makan siang. Lo makan deh tuh berdua!"
"Pril! Ini nggak seperti yang kamu pikir. Kenny lagi mabuk, dia..,"
"STOP AL. Udah!"
Para crew studio yang melihat hanya bisa mematung menyaksikan perdebatan antara Prilly dan Al.
"Tapi, Pril..., please dengerin aku dulu"
Dada Prilly terasa sesak. Dia sedang mati-matian menahan tangis di depan Al.
"Gue cuma mau pulang dan lo disini jangan coba-coba tahan gue atau gue nggak mau kenal lo lagi, ok?"
Al menghela napas tanda menyerah. Dia lebih baik membiarkan Prilly pulang dengan segala pikirannya tentang Kenny dan dirinya. Ketimbang dia harus ditinggalkan Prilly selamanya.
"Oke...,"
Prilly berjalan cepat sambil memeluk tas selempangnya ke dadanya. Air mata nakal mulai keluar dari sudut matanya. Hidungnya memerah. Apa yang dia lihat barusan membuyarkan seluruh konsentrasinya. Termasuk membuyarkan harapan akan hubungannya dengan Al.
"Bagaimana bisa.. bagaimana bisa Ya Allah?" Ratapnya. Prilly buru-buru menghapus air mata yang jatuh ke pipinya sebelum Al melihat. Dia lalu menyalakan motornya dan berharap semua akan baik-baik saja sepanjang perjalanan menuju rumah. Karena dia merasa sangat terpukul, lemas, lunglai, sakit hati semua yang menyedihkan mampir di hatinya.
Sayangnya Al, yang memandangnya dari balik jendela di dalam studio telah melihat Prilly menangis. Menangis karena kesalahpahaman. Pun begitu dia tetap saja telah menyakiti wanita yang dia sayangi itu.
"Aarrgghh!"
***
Haaayy semuaahh entah kenapa yaa sejak menulis ini author baperan banget bawaannya jadinya. Haha. I'm not a member of their fanbase (Prilly n Al) tapi seneng aja memperhatikan instagram atau berita-berita mereka. Sampai akhirnya buat cerita ini eeh jadi baper beneran siisst :)) apalagi liat twitter Aminnya al malam ini heuheu. *dasar mak2 ganjeen*
Selamat membaca yaa.. semoga suka
Please do share your thought ya. It is always welcome.
Ciaooo
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top