chapter 9
Aku terbang menuju bidang perkebunan tanpa semangat. Hari ini, aku sudah harus bekerja lagi dan kembali menanam tumbuhan. Meski aku senang melakukannya, tapi ada banyak hal yang membuatku terganggu, aku membutuhkan jawaban dari setiap pertanyaan yang berkelebat dalam pikiranku.
Kemarin, aku tidak jadi menghabiskan dua buku lainnya yang kuambil dan lebih memilih untuk pergi dari perpustakaan --ini keputusan mendadak-- karena merasa ada yang tidak beres dengan dunia ini.
Dan aku yakin, dua buku lainnya tidak akan menjelaskan hal itu padaku, sekalipun aku memaksa untuk terus membaca dan menyimpulkannya sendiri melalui kalimat-kalimat yang tertulis.
Aku berhasil menyelesaikan beberapa pekerjaanku sebelum rasa sakit di kepalaku kembali menyerang. Sepertinya aku pernah merasakan hal ini, malam itu, di mana aku pingsan karena terlalu bersemangat mempelajari sihir.
"Kau kenapa Nata?"
Aku menggeleng sambil terus menegangi kepalaku. Padahal, aku tidak menggunakan sihir dua hari ini.
"Natasha, kau sakit?"
"Aku tidak apa-apa, sungguh."
"Tapi kalau kau terus begitu, aku tetap akan menyeretmu ke ruang perawatan, apa pun alasanmu."
Pernyataan Emerald yang satu itu membuatku terpaksa berakting untuk terlihat biasa saja.
Aku tidak tahu bagaimana jadinya kalau sampai Emerald tahu kenapa ia bisa seperti ini.
"Kau lihat, kan? Aku biasa saja."
Emerald mengernyit lalu menarikku terbang menjauh.
"Hei, apa yang kau lakukan?"
"Kelakuanmu aneh, jadi aku perlu membawamu ke bidang kesehatan."
Aku berusaha melepaskan pergelangan tanganku yang ditarik olehnya. Tapi semakin keras aku mencoba, aku semakin pusing hingga akhirnya aku menyerah dan memutuskan untuk mengikutinya.
***
"Kau yakin kau tidak apa-apa?" tanya Emerald terlihat khawatir.
Aku menghela napas sambil terus memegangi kepalaku. Kini tidak hanya pusing saja, tapi aku sudah mulai merasa mual dan pandanganku pun mulai berkunang-kunang.
"Sejak kapan kau merasakan ini?"
"Aku tidak apa--"
"Jangan terus berbohong dan cobalah untuk bercerita padaku," potong Emerald yang malah membuatku diam dan mengunci mulutku rapat-rapat.
Tidak akan kuberi tahu, setidaknya bukan sekarang waktunya.
Tiba-tiba saja, ada seseorang yang memanggil Emerald, membuatnya terpaksa meninggalkanku untuk sementara waktu. Peri itu dan Emerald berdiri agak jauh dari tempatku duduk.
"Natasha," panggil seorang peri yang kuyakini bekerja sebagai perawat.
"Ya."
"Natasha sudah boleh masuk ke ruang perawatan. Tadi ada peri yang memintaku untuk memeriksamu sebelum aku yang mencarikannya padamu. Apa kau bersedia?"
"Siapa pun itu aku terima," jawabku ramah.
"Baiklah, ikut aku."
Aku terbang menelusuri lorong bidang kesehatan (tepatnya ruang perawatan) setelah berpamitan dengan Emerald dan mengikuti peri yang ternyata bernama Selene.
Tak berapa lama setelah itu, ia mengetuk pintu dan mempersilakanku masuk ke dalamnya. Aku berterima kasih dan mengikuti instruksinya.
Masih dengan keadaan yang sama --memegang kepala layaknya orang pikun-- aku memasuki ruangan beraroma obat-obatan itu.
"Bagaimana keadaanmu?"
Wajahku memerah seketika. Ini kan suaranya ...
"Natasha, bagaimana keadaanmu?"
Aku menatapnya tak percaya. Kenapa ... kenapa malah dia yang ingin merawatku?
Aku meringis pelan dan mengutuk diriku yang malah bertemu dengan peri sialan sepertinya.
Ia terbang menghampiriku dan membisikkan sesuatu yang membuat penglihatanku menggelap seketika.
***
"Bagaimana keadaanmu?"
Samar-samar, dapat kudengar suara seorang peri, yang begitu kukenal.
Aku membuka mata dan melihat wajah Emerald yang begitu khawatir dan bersyukur karena bukan peri aneh itu yang muncul di hadapanku.
"Aku baik-ba--"
"Bohong! Kau bahkan tak bercerita padaku kalau kau kehabisan mana. Kau tahu, hal seperti itu tidak boleh dianggap sepele dan sangat berbahaya. Kau bisa saja mati kalau Ace tak segera mengobatimu!"
Wajahnya merah padam menahan amarah. Aku merasa bersalah sekaligus terkejut. Apa Ace menceritakan semuanya pada Emerald? Sialan dia itu! Setidaknya beri aku waktu untuk bertindak, bukannya malah dia yang bertindak seenaknya.
"Ace menceritakan semuanya?"
"Ya, dan aku menginginkan penjelasannya darimu," jawabnya sambil mengurucutkan bibir.
Mau tak mau, akhirnya aku membuka mulut dan menceritakan--tidak dengan kejadian memalukan di rumah Ace-- yang sebenarnya. Emerald tersenyum lalu memelukku.
"Untung saja ada yang menyelamatkanmu. Aku sangat bersyukur karena kau masih bisa hidup."
"Memangnya siapa yang menyelamatkanku?"
Emerald melepas pelukannya dan menatapku bingung.
"Kau tidak tahu atau pura-pura tidak tahu?" tanyanya penuh selidik.
Aku memang diselamatkan malam itu --itu satu-satunya kesimpulan terbaik yang bisa kuutarakan-- tapi aku tidak tahu siapa dia, karena sewaktu terbangun aku sudah di rumah ... oh lupakan saja.
"Ace yang menyelamatkanmu pertama kali. Ia sempat memberimu obat herbal saat kau pingsan malam itu dan membawamu ke tempat yang aman. Awalnya ia mau membawamu pulang ke rumahmu, tapi karena ia tidak tahu di mana kau menaruh kunci rumahmu, ia memutuskan untuk merawatmu di rumahnya," jelasnya yang membuat wajahku memerah seketika.
Si peri sialan itu menolongku?
Jadi maksudnya, aku harus berterima kasih padanya di saat ia membuatku malu seperti waktu itu? Ini sungguh memalukan, karena aku keliru menyimpulkan dan sekarang, aku harus berterima kasih padanya. Bagaimana caranya aku bisa menghadapi situasi seperti ini?
"Bisa dibilang, dia menyelamatkanmu dua kali. Pertama malam itu, dan kedua, saat ini," terang Emerald yang terkesan seperti lebih membela Ace daripadaku.
"Kau malah memujinya?"
"Oh tentu Nata. Dia penyelamat hidupmu. Dan dalam waktu seminggu ini, ia akan rutin merawatmu," jelasnya senang.
Aku terbelalak kaget dan merasa kesal. Seminggu? Baru melihat wajahnya saja aku sudah malu dan merasa kesal, bagaimana caranya aku menatap wajahnya selama seminggu?
Aku menggeleng pelan lalu menepuk pipiku berulang kali. Aku harus bagaimana menghadapinya?
"Emerald, apa tidak ada peri lain yang bisa merawatku selain dia?"
Emerald menggeleng lesu. "Untuk masalah mana, hanya Ace yang bisa membuat racikan obatnya. Tenang saja, kau tak perlu takut dengannya. Lupakan saja ceritaku tentangnya, ia itu peri yang ramah."
Sial sial dan sial! Harus berapa kali aku mengumpat kesal seperti ini?
Meski kuakui ia baik hati, bisa saja ia mau melakukan semua ini karena kasihan dengan Emerald. Atau mungkin ia tidak mau dicap sebagai peri yang menelantarkan peri sakit. Entah, memikirkannya saja sudah membuatku muak.
"Hei Emerald. Bisa kau jelaskan padaku kenapa kehabisan mana itu sangat berbahaya?"
"Tentu saja, kau bisa mati Nata. Mana yang mengalir di tubuhmu hampir habis. Untuk menetralkan dan mengembalikan seluruh mana yang kau punya, dibutuhkan waktu yang lama dan obat buatan Ace. Parahnya lagi, ini pertama kalinya ada pasien yang hampir menguras habis mana nya sendiri. Kau tahu, sisa aliran mana yang ada dalam tubuhmu kurang lebih berjumlah sepuluh persen dari total seratus persen. Apa kau sudah gila?"
Aku mengendikkan bahu lalu menghela napas. Apa keadaanku separah itu?
"Selama seminggu ini, kau akan libur dan harus beristirahat di rumah. Ace yang akan memberimu pengarahan dan perawatan."
"Hanya berdiam diri di dalam rumah itu membosankan tahu," balasku tidak terima.
"Aku tidak peduli apa alasanmu. Pokoknya kau harus diam di rumah. Mungkin aku akan memberi waktu kunjungan peri lain untuk menemanimu."
Keputusan Emerald sudah tidak bisa diganggu gugat. Aku hanya bisa menghela napas pasrah dan mencoba untuk tidak memikirkan nasibku selama seminggu ke depan.
************************************
Published : 31 Agustus 2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top