Chapter 25

"Baiklah, kalau begitu aku akan membuat ramuan penambah Mana. Aqua, bisakah kau menghubungi peri sihir kelas atas? Kita akan menggabungkan kekuatan untuk melawan Ratu Malca."

Aqua mengangguk cepat diikuti oleh langkah Emerald menuju dapur. Aku memilih untuk duduk di sebelah Regis yang tak sedang merenung, entah apa yang ia pikirkan saat ini.

Aku mengusap wajahku. Bayangan tentang Ace, ibu, juga Ratu Tiana membuat diriku kembali merasa sakit. Pening kembali melanda, hingga seseorang menepuk pundakku cukup keras.

"Tak perlu mengingat hal yang menyedihkan. Itu bukan salahmu. Lebih baik kau membantuku untuk membuat Ratu Malca bertekuk lutut di hadapan kita dan mengembalikan kita semua."

Aku tertawa. Regis selalu saja seperti itu. Ratu Malca bertekuk lutut di hadapan kita? Itu adalah hal yang tidak mungkin terjadi.

Tak lama kemudian, beberapa penyihir kelas atas yang tersisa telah berkumpul di ruang tengah. Emerald mulai membagikan ramuan penambah mana dan memberi pengobatan pada luka-luka kecil mereka.

"Jadi, bagaimana dengan rencananya?"

"Kita akan kembali ke istana."

"Lalu?"

"Kita akan menggabungkan kekuatan."

Aku mengerutkan kening. Menggabungkan kekuatan bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Butuh konsentrasi tinggi untuk menyalurkan energi sihir satu sama lain, hingga seluruh sihir itu mengalir sempurna lalu dapat terfokuskan pada target dengan kekuatan yang luar biasa besar.

"Tujuan kita hanya satu. Kita akan menyelamatkan dunia ini dan manusia, dengan membunuh Ratu Malca!" seru Artur yang diikuti oleh sorakan peri lainnya tak terkecuali aku.

Artur yang memimpin perjalanan. Peri sihir kelas atas berada di garis terluar untuk melindungi kami. Tak banyak peri Dark Land yang datang menghadang, karena sebagian dari mereka telah sadar dengan apa yang terjadi. Bahkan, tanpa ragu mereka masuk ke dalam barisan kami.

Istana pusat Bright Land telah ada di depan mata. Sebagian dari istana tersebut telah hancur. Suara berdebum dan kilatan cahaya pun silih berganti datang. Jantungku kembali berpacu lebih cepat. Mungkin wajahku juga kembali memucat.

"Nata, apa kau baik-baik saja?"

Suara Regis kembali menyadarkanku. Aku mengangguk samar tanpa menjawab juga menoleh ke arahnya.

Sebenarnya, aku bukan merasa takut. Hanya saja, aku khawatir jikalau rencana ini tak berhasil, jalan apa lagi yang bisa digunakan untuk mengembalikan keadaan menjadi lebih baik seperti sedia kala?

"Kita masuk sekarang! Pasang tameng di sekitar tanpa celah dan jangan ada yang keluar dari barisan!" perintah Artur yang langsung dilaksanakan oleh peri sihir kelas atas.

Barisan kami tertutupi selaput tameng transparan. Kini, kami siap untuk bertempur melawan Ratu Malca.

Kami bergerak perlahan, karena bangunan istana tak lagi aman. Suasananya pun turut berubah. Bau hujan pun telah tergantikan oleh bau anyir yang membuatku terpaksa menutup hidung.

Dan ketika Artur mengangkat tangannya sebagai isyarat berhenti, napasku tercekat. Di sana, Ratu Malca dan Ratu Tiana masih beradu kekuatan. Keduanya terluka. Bahkan tak tanggung-tanggung, bau anyir darah tersebut berasal dari potongan tubuh mereka. Rupanya, mereka memiliki kemampuan untuk beregenarasi.

Gerakan mereka juga cepat-- ralat, sangat cepat. Kekuatan yang saling bertemu menciptakan percikan api layaknya kembang api.

"Kita mulai! Fokuskan kekuatan kalian. Aku yang akan mengarahkan kekuatan tersebut pada Ratu Malca jika seluruh kekuatan telah bersatu. Siap?!"

"Siap!" jawab kami serentak.

Kami saling berpegangan tangan, laku mulai menyalurkan Mana satu sama lain. Aku menutup mataku dan merasakan kekuatanku mengalir pada Emerald dan Regis, begitu pun sebaliknya. Saat membuka mata, sebuah cahaya besar muncul pada tangan Artur yang baru saja ia angkat.
Cahaya tersebut pastilah kekuatan kami yang telah tergabung menjadi satu. Aku merapalkan doa. Semoga Artur dapat mengarahkannya tepat pada Ratu Malca.

"Kalau aku diam, bukan berarti aku tak menyadari keberadaan kalian!"

Tiba-tiba saja, suara Ratu Malca menggelegar. Kilatan-kilatan cahaya datang ke arah kami dan beberapa dari kami ada yang berjatuhan, sebelum aku menyadari apa yang sedang terjadi.

Kekuatan kami menghilang, karena kami telah terpisah dan Artur belum sempat mengarahkannya pada Ratu Malca.

"Malca, aku tak pernah menyuruhmu untuk membunuh rakyat dunia ini, apalagi manusia!"

Tak tinggal diam, Ratu Tiana melesat ke arah kami dan membuat sebuah tameng untuk kami sebelum kekuatan Ratu Malca datang menyambar kami.

"Dan kau selalu menghalangi dan mengalahkanku. Pertempuran tadi pun belum ada apa-apanya. Sekarang, dengan adanya mereka, kurasa pertempuran kita akan semakin mengasyikkan. Bukan begitu Tiana?"

Aku ikut menjerit saat kekuatan Ratu Malca kembali menyerang kami dari segala arah. Beruntung, Ratu Tiana telah memasang tameng dan melindungi kami semua.

"Fokuskan kekuatan kalian, aku akan menahannya. Arthur, usahakan kekuatan gabungan kalian tepat mengenainya," perintah ratu Tiana.

Aku terperangah. Bukankah ratu Tiana sangat menyayangi ratu Malca?

"Nata, ayo! Jangan memikirkan hal yang bukan tanggung jawabmu," seru Regis sambil meraih tanganku.

Aku hanya bisa diam. Semuanya terasa aneh. Apa ini jalan terbaik untuk mereka? Untuk ... Ratu Tiana?

Tak butuh waktu lama, kekuatan gabungan segera terkumpul dan kembali muncul. Ratu Tiana tetap pada pendiriannya dan terus melindungi kami. Aku menghela napas. Pengorbanannya begitu besar.

Arthur segera menembakkkan kekuatan gabungan tersebut. Beberapa saat kemudian, terdengar susra jeritan pilu, diikuti dengan cahaya putih yang menyilaukan mata. Namun cahaya itu kian lama kian meredup dan tanpa diduga-duga, sebuah benda muncul dan melayang ke arah kami.

"Manusia! Cepat berkumpul!"

Tanpa berkata apa-apa lagi, aku, Regis, dan manusia lainnya segera membentuk lingkaran di sekitar benda tersebut. Dalam jarak sedekat ini, aku menyadari. Bahwa benda tersebut bukanlah sembarang benda. Benda tersebut adalah Snow Globe yang terasa tak asing bagiku. Aku berani bertaruh, Snow Globe itulah yang membawa kami kemari.

"Saya sebagai pemimpin dunia ini, mengucapkan permohonan maaf sekaligus terima kasih. Saya harap, kalian dapat hidup tenang dan tidak mendapat masalah lagi setelah ini. Silakan sentuh benda itu, dan kalian akan kembali ke dunia dan waktu di saat manusia pertama masuk ke dunia ini."

Kami menyentuh Snow Globe dan menghilang secara bergantian. Aku menahan napas, antara bingung dan cemas. Apa ... aku akan melupakan dunia ini?

Namun senyuman ibu kembali terbayang di benakku. Manusia harus kembali agar manusia yang menghilang di dunia ini juga turut kembali.

Dalam sekali sentuh, cahaya meyilaukan merenggut kesadaranku, sepenuhnya.

Permainan ini, telah usai.

***

Cipratan air membuatku terpaksa membuka mata.

"Kamu mimpi apa? Sampai kesiangan seperti ini? Ayo cepat siap-siap!"

Aku mengucek mata. Ah, rupanya aku kesiangan lagi. Lagi-lagi, mama yang membangunkanku, apalagi ia telah mengeluarkan jurus andalannya, mencipratkan air pada wajah.

Tapi entah kenapa hari ini terasa berbeda dari sebelumnya. Entah apa, tapi aku merasa diriku lebih lega. Mungkin, karena aku baru bangun tidur. Normal saja, jika merasa lebih segar dan lega di pagi hari.

Aku segera mempersiapkan diri dan segera keluar rumah.

"Ma, aku berangkat dulu ya!" seruku pada mama, yang masih sibuk membersihkan debu di atas koleksi Snow Globenya.

Aku segera berlari menuju halte bus dan bertemu dengan Tina. Aku menghela napas penuh kelegaan. Untung saja, aku tidak telat.

************************************
Published : 21 Desember 2018

Halo semua\(^^)/

Hmm gimana ya? Agak aneh gak sih endingnya?

Ending?

Iya ini udah ending .-.

Minggu depan Rina bakalan publish epilognya ㅠ.ㅠ

Mohon maafkan ketidak jelasanku ini ya. Nanti setelah selesai aku revisi kok ceritanya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top