Chapter 23

Sampai pada akhirnya aku mendengar suara Ratu Tiana memerintahkan, "Keluar dari sini dan selamatkan yang lainnya di luar sana. Biarkan aku, yang mengurus Malca di sini."

Dan setelah mendengar perintah itu, tubuhku ditarik paksa, keluar dari ruangan yang mulai runtuh.

Aku kembali menghirup aroma hujan, pertanda sudah mendekati area luar.

"Natasha, pergi ke tempat yang menurutmu aman dan menjauhlah sejauh mungkin dari musuh. Bawa ini dan sebisa mungkin, bertahanlah hidup!"

Seorang peri yang mengatakan hal itu langsung memberiku satu tas yang langsung kuterima tanpa banyak bicara. Tanpa perlu diperintah dua kali, aku terbang dan mencari tempat yang menurutku aman. Entah sampai kapan aku harus bersembunyi dengan sebuah tas yang kuyakini berisi ramuan pengobatan, pokoknya, aku harus bertahan hidup dalam situasi genting ini.

Mau bagaimana lagi? Dibanding dengan mereka, sudah jelas bahwa kekuatanku tak bisa digunakan untuk menyerang maupun merobohkan lawan. Kekuatan sihirku cenderung di bawah rata-rata, apalagi, mana yang tersisa tidaklah banyak.

Aku terbang rendah dan sesekali berjalan di antara semak-semak. Mataku tetap awas, mengawasi musuh, maupun korban yang masih bisa kuselamatkan dengan ramuan pengobatan.

Beberapa peri Dark Land, terbang dan berlalu lalang di atas sana, membuatku menahan napas dan berhenti tak bergerak untuk sementara waktu. Kalau sampai mereka menemukanku, bisa jadi, permainanku selesai--tidak, sudah pasti permainanku akan selesai dan aku tidak bisa menepati janjiku dengan Ace.

Tiba-tiba terdengar suara jeritan. Sepertinya peri Dark Land sedang menyiksa atau mengeluarkan kekuatan mereka pada peri Bright Land. Aku menggeram pelan. Hatiku terasa panas dan ingin sekali menolongnya. Tapi segera kuingat lagi, aku juga sama tak berdayanya dengan peri itu. Maka, yang kulakukan hanyalah menutup mata dan berpura-pura bahwa aku tak pernah mendengar jeritan memilukan itu.

Suara berdebum terdengar tak jauh di dekatku. Aku menoleh ke kiri--di mana suara berdebum itu berasal-- dan berjalan mengendap-endap untuk melihat, apa yang terjatuh di sana. Setelah berjalan mendekat, sepasang mataku menangkap seorang peri yang terkulai lemah sambil merintih kesakitan. Kurasa, peri itu adalah peri yang tadi menjerit akibat serangan beberapa peri Dark Land diam atas sana.

Aku segera menghampirinya dan mengeluarkan ramuan pengobatan dari tas, yang tadi diberikan padaku. Peri itu menoleh ke arahku sambil memasang sihir pelindung. Aku mundur beberapa langkah dan melihat wajahnya.

Mataku membulat sempurna. "Emerald?"

Emerald terbatuk dan darah keluar dari mulutnya. Sihir pelindungnya lenyap, dan tanpa berkata apa-apa lagi, aku segera menghampirinya dan memberinya ramuan pereda rasa sakit. Selanjutnya, ramuan penetral Mana juga perlu diminum, agar energi sihir dalam tubuhnya tidak mencapai batasnya dan segera pulih. Ia meminumnya dengan susah payah. Selanjutnya, segera kuoleskan beberapa ramuan penyembuh untuk luka gores yang ada di tubuhnya. Beruntung, sayap Emerald tidak terluka.

"Terima kasih," ucapnya pelan.

"Sama-sama. Seharusnya aku yang berterima kasih. Anggap saja ini balas budiku atas segala pertolonganmu."

Emerald mengangguk lalu memintaku untuk membantunya duduk bersandar di sebuah batang pohon. Aku menurutinya dan menuntunnya untuk duduk bersandar.

"Nata. Banyak peri Dark Land yang berkeliaran di atas sana. Aku tidak tahu, beberapa banyak lagi yang harus dimusnahkan, tapi banyak manusia yang tak bisa mengendalikan sihir menghilang akibat serangan mereka."

"Lalu, apa masih ada manusia yang tersisa? Emerald, apa kau tahu apa yang sedang terjadi?"

Emerald menggeleng lemah. "Aku tidak tahu. Tapi kurasa, kau sudah mengetahuinya bukan? Kau berhasil masuk ke dalam istana?"

Aku mengangguk. "Ya, aku berhasil. Ace juga menceritakan tentang permainan itu padaku. Juga pembuktianku yang dengan nekatnya masuk ke dalam ruangan Ratu Tiana. Padahal, sudah jelas di sana Ratu Tiana dan Ratu Malca sedang berdebat. Semua manusia yang mati di dunia ini tidak akan mati di dunia aslinya. Hanya saja, kami semua bisa kembali ke dunia asli--tepatnya dua hampir tiga tahun yang lalu-- saat salah satu dari kedua saudara kembar itu mati."

"Kau yakin? Kalau begitu, kita harus cepat membunuh salah satunya!"

Aku menggeleng tidak setuju. "Apa maksudnya? Kalau pun kita membunuh salah satu dari mereka, aku tidak pernah percaya jikalau Ratu Malca tetap hidup, ia akan mengembalikan kami. Ratu Malca memanfaatkan kami untuk kepentingannya. Sebenarnya, masalahnya dengan Ratu Tiana merupakan masalah pribadi, dan tidak seharusnya Ratu Malca membawa manusia ke dunia ini demi mengalahkan saudaranya sendiri. Kalau mau berakhir, kita harus membunuh Ratu Malca secara bersamaan," jawabku sambil menyimpulkan kemungkinan terbaiknya.

"Kalau begitu, kita harus berkumpul dengan yang lainnya."

"Tapi, Ratu Malca tak semudah itu untuk dikalahkan," peringatku lagi, mengingat kekuatan sihir yang dikeluarkan oleh Ratu Malca bukanlah hal yang main-main.

"Aku sendiri telah menyaksikannya. Karena itu, aku dan penyihir lainnya terpaksa keluar dari ruangan itu dan menyelamatkan manusia atau peri Bright Land lainnya yang masih hidup dan membutuhkan pertolongan."

Emerald tampak berpikir keras. "Begitu ya? Sepertinya tak ada harapan kecuali satu hal."

"Apa?"

Emerald menatapku dengan tatapan sendunya. "Hanya Ratu Tiana, yang bisa membawa kalian kembali."

************************************
Published : 7 Desember 2018

Hai semua^^

Rina ingin berterima kasih pada kalian, karena Snow Globe berhasil mencapai 1k views!

Yeay\(^^)/

Terima kasih atas segala dukungannya. Tanpa kalian, Rina juga tidak punya semangat untuk menulis.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top