chapter 18
Dijebak?
Semuanya dalam bahaya?
Kata-kata itu terus terngiang di kepalaku yang belum bisa mencerna semuanya.
Lama berpikir semakin membuatku tak bisa memahami semuanya. Aku memilih untuk duduk diam dan memerhatikan Emerald dan Lauren yang mulai berteriak memanggil anggota tim lainnya. Satu persatu anggota mulai berdatangan dengan ekspresi bingung. Mereka bertanya padaku --karena aku satu-satunya peri yang tidak berteriak-- yang hanya kujawab dengan sebuah gelengan kepala, tanda aku juga tidak mengerti apa maksudnya.
Arthur datang mendekat, Lauren berhenti berteriak dan tampak berdiskusi kecil dengan Arthur. Wajah Lauren tampak panik dan dibalas oleh raut wajah Arthur yang terlihat sedang memikirkan sebuah strategi baru. Aku menghela napas, selalu saja, aku tidak bisa memahami maksud orang lain.
Tidak bisakah mereka menjelaskanku lebih detil, sedikit saja?
"Semuanya, kita telah termakan oleh perangkap busuk pemimpin Dark Land. Selaku pemimpin tim, kita kembali ke Bright Land sekarang!"
Sontak aku berdiri dan membalasnya dengan tatapan tak percaya. "Apa maksudnya? Apa kita akan meninggalkan Ace di sini?"
"Lauren, kau belum memberitahunya?"
Emosiku semakin naik. Apa maksudnya itu?
"Biar aku saja yang menjelaskannya. Sekarang kita fokus pada perjalanan tercepat menuju Bright Land," potong Emerald yang membuatku semakin bingung bercampur marah.
"Natasha, kita dijebak oleh musuh. Tentang dirimu yang merasa dengan keadaan Dark Land yang sepi, membuat kami tersadar, kalau mereka sedang menyerang Bright Land," jelasnya singkat yang membuatku membulatkan mata.
Apa sebegitu bodohnya aku sampai tidak menyadari hal seperti itu?
Kalau begitu, mereka hanya menjadikanku pancingan agar pergi menyelamatkan Ace yang sebenarnya diikut sertakan dalam serangan Dark Land terhadap Bright Land?
"Kejam! Bagaimana nasib Ace yang ditawan dan melihat Bright Land diserang tanpa bisa melakukan apa-apa?" responku yang mengundang semua pasang mata menatapku.
"Maaf, silakan lanjutkan rencananya," balasku kikuk.
Ah sial, aku begitu bodoh, parahnya lagi, aku mengajak peri lainnya dalam kebodohanku.
"Tenang Natasha. Ace selalu memiliki cara untuk melindungi diri. Kau tenang saja dan pikirkan nasibmu, tak perlu mengkhawatirkannya," bisik Lauren yang membuatku mengangguk kaku.
Meski apa yang dikatakannya benar, aku tidak bisa menghilangkan seluruh rasa bersalahku terhadap Ace, apalagi aku adalah biang permasalahan ini.
Arthur memilih jalan utama untuk kembali ke Bright Land, tidak melewati hutan menyeramkan seperti apa yang kita lakukan sebelumnya. Di sepanjang perjalanan, aku tidsk bisa berhenti memikirkan keadaan Bright Land. Bagaimana keadaan Regis, Aqua, apalagi kondisi Ace yang sama sekali tidak bisa kubayangkan.
***
Aku tercengang. Keadaan Bright Land sudah porak poranda. Teriakan dan tangisan meminta tolong saling bersahutan. Tim sihir kelas atas membentuk sebuah formasi perlindungan untuk melindungiku, Emerald, dan Pixe.
Aku tidak menyia-nyiakan kesempatanku yang berada dalam posisi lumayan aman ini. Sepasang mataku mulai memindai keadaan sekitar, sedangkan Emerald sedang berpikir, mungkin memikirkan strategi untuk membawa peri Dark Land keluar dari area Bright Land.
"Serang! Jangan sisakan satu pun peri Dark Land di sini. Kalau tak bisa ditangkap, bunuh saja, tak peduli dia manusia atau tidak!"
Perintah Arthur langsung dikerjakan oleh seluruh peri sihir kelas atas.
Aku merasa sedikit ngeri, mereka akan saling membunuh?
Lalu bagi yang manusia, mereka tidak akan mati, kan?
Semuanya berpencar, tak terkecuali Pixe dan Emerald yang dengan nekat ikut menyerang. Aku menghela napas pasrah, tidak ada cara lain untuk menuntaskan masalah ini selain melawan mereka. Tapi tiba-tiba aku teringat akan Ratu Tiana, juga Ace yang tidak jelas di mana keberadaannya. Aku memutuskan untuk pergi ke istana pusat untuk memastikan segalanya.
Aku terbang dengan kecepatan penuh sambil menghindari serangan demi serangan yang diberikan peri Dark Land, yang kebetulan melihatku melintas cepat melewati mereka. Sesekali aku menciptakan sihir pelindung lalu tak segan-segan menggunakan sedikit sihir angin yang membuat jarakku dengan mereka sedikit menjauh, sehingga aku memiliki kesempatan untuk kabur lebih banyak.
Tidak ada waktu berduel maupun menyerang untukku, apalagi melihat kemampuan sihirku yang setara dengan peri sihir kelas rendah. Lebih baik aku segera menemukan ratu Tiana dan Ace dari pada menyerang dan mengusir peri Dark Land dari tanah kekuasaan Ratu Tiana.
Sebuah panah sihir api melesat dari atas dan mengenai lengan kiriku. Aku menjerit, sebuah goresan berbekas luka bakar itu membuat konsentrasiku buyar dan hampir terjatuh dari ketinggian. Aku menstabilkan kembali laju terbangku dan memasang sihir pelindung. Aku melihat seorang peri berambut merah berdiri di atas pohon sambil menyeringai lebar ke arahku. Ia membawa sebuah senjata sihir, berbentuk busur dan panah sihir api.
Ah celaka untukku, peri ini tidak memberiku kesempatan untuk kabur, ia malah turun, menghadangku dan parahnya lagi, ia menggunakan senjata sihir yang bahkan belum kukuasai sebelumnya.
"Sial," umpatku kesal.
Aku memasang kuda-kuda dan terus menatap wajahnya yang memasang ekspresi menyebalkan. Aku memulai serangan dengan melemparinya bola api. Ya, aku sempat menguasai sihir ini saat berguru pada Ace. Sihir api tingkat rendah dan dasar. Masa bodoh dengan tingkatannya, yang penting aku bisa selamat, meski tingkatan sihir yang sering disebut-sebut itu membuatku terlihat lemah dan sangat diremehkan. Tingkat rendah dan dasar, sungguh sebutan teknik sihir yang tidak elit untuk anak manis sepertiku.
"Apa kemampuanmu hanya segitu bocah?" Ia terkekeh meremehkan.
"Setidaknya aku mencoba untuk melindungi diri, bukan membantai orang sepertimu," balasku galak.
Hinaan macam apa itu? Orang berotak kecil dan berpikiran sempit sepertinya tidak pantas untuk menghinaku. Oh tolong, aku mulai terlihat seperti Regis yang sering mengomel. Dasar, sepertinya aku tertular virusnya.
"Aku tidak membantai, hanya saja aku mematuhi perintah pemimpinku untuk membinasakan seluruh makhluk yang tidak taat. Kalian, yang malah mengabdi pada Tiana, tidak pantas hidup di sini. Seharusnya kalian berterima kasih pada Ratu kami, karena dapat hidup di dunia penuh kebahagiaan ini. Seharusnya kalian juga tunduk pada kekuasaannya," jelasnya sambil menyerangku dengan panah apinya.
Aku menghindarinya dengan gesit, lalu memuji diriku sendiri karena bisa menghindarinya.
"Berterima kasih tentang apa yang kau maksud itu? Aku tidak bisa berterima kasih ke sembarang orang jika tak ada alasan khusus, apalagi hal itu diminta oleh orang sepertimu."
Ia tertawa kembali, lalu menyerangku dengan ratusan panah api yang ia arahkan padaku. Segera saja aku menciptakan sihir angin pelindung hingga panah-panah api itu lenyap dari hadapanku. Aku berhasil bernapas lega, panah itu nyaris saja mengenaiku.
Aku sedikit mengerti dengan kekuatan sihirnya. Kemungkinan besar ia adalah spesialis api, dan kalau dilihat dari cara menyerangnya, ia adalah peri sihir tipe jarak jauh.
Bagus, karena aku masih bisa mengatasi serangan yang diberikan penyerang jarak jauh, tidak dengan penyerang jarak dekat, karena aku tidak menguasai sihir pembuat pedang atau apa pun yang bisa kugunakan untuk melindungi diri jika lawanku berusaha membunuhku dengan sebuah alat jarak dekat.
Saat peri berambut merah di depanku ini merapalkan mantra dan mengarahkan tangannya padaku, aku bergerak dan terbang secepat mungkin untuk kabur, berusaha membuyarkan konsentrasinya. Peri itu menoleh ke arahku dan membatalkan serangnnya, ia merapalkan sihir pembuat dinding pembatas yang menbuatku terbentur saat berusaha kabur.
Aku kembali mengumpat kesal dan menatapnya penuh amarah. Baru beberapa hari yang lalu aku mengetahui ketentuan sihir pembuat dinding ini. Dinding ini tidak bisa hancur jika salah satu lawan tidak ada yang mati dan hanya bisa dirusak oleh peri yang berada di luar arena. Itu artinya, aku tidak bisa menghancurkannya dari dalam.
"Ini hukumanmu, jika tidak berterima kasih dengan pimpinan yang menghadiahimu hidup di dunia penuh kebahagiaan," balasnya kagi yang menbuatku muak.
"Seharusnya kau menjelaskan sedikit alasan yang bisa kuterima untuk berterima kasih pada Ratumu. Katakan padaku, apa ini ada hubungannya dengan permainan?" tanyaku berusaha mengorek informasi.
Kami saling menyerang sambil terus bercakap-cakap. Peri berambut merah ini tak mudah terpancing oleh pertanyaanku. Ia terus mengulang kata-kata yang sama, seperti berterima kasih, dan mengatakan sesuatu tentang ratunya. Aku menggeram kesal, aku paham akan satu hal. Saudari kembar ratu Tiana menginginkan kekuasaan karena masa kecilnya yang kurang membahagiakan.
Ia begitu ambisius hingga membuat dunia ini terbelah menjadi dua, juga menbuat alat yang dapat membawa makhluk dari dunia luar masuk ke dalam dunianya. Itu adalah kesimpulanku saat ini, belum bisa menyimpulkan hal lebihnya, tentang alat apa yang digunakan dan juga siapa manusia pertama yang dengan bodohnya mengambil alat itu hingga berujung padaku.
Peri berambut merah itu terus menyerangku dengan sihir apinya, yang selalu kuredam dengan sihir angin, walau napasku sudah mulai terputus-putus. Hal ini pasti dikarenakan kurangnya latihanku dalam mengeluarkan mana. Sial, bisa-bisa hal yang tidak diinginkan terjadi kembali. Kalau aku kehabisan mana, sama saja, aku yang akan mati di sini.
Aku menciptakan sebuah pusaran angin besar dan menyelipkan beberapa ranting pepohonan tajam yang ada di sekitarku. Aku melempar ranting-ranting tajam dalam balutan pusaran angin ke arahnya, berharap ia tidak bisa menghancurkan pusaran angin itu. Sejauh pengamatanku, ia tidak memiliki kemampuan sihir lain selain api. Kalau hanya sebuah pelindung api, seharusnya serangan besarku ini bisa menembusnya.
Ekspresinya terlihat panik dan sesuai dugaanku, serangan itu telak mengenai dirinya. Pandanganku mulai berkunang-kunang dan dunia ini terasa berputar. Sebuah ledakan terjadi dan tanpa kuketahui apa yang selanjutnya terjadi, aku mendengar suara yang familiar menyuruhku mundur dan berlindung.
Senyumku mengembang, aku diselamatkan lagi.
************************************
Published : 2 November 2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top