Prolog
Selamat membaca!
Rasanya sangat dingin, karena aku terbaring dilantai beton tanpa alas. Ruangan ini lembab, gelap, dan kotor, dengan beberapa tikus dan kecoak lewat berlalu lalang, tapi kuabaikan.
Apa yang bisa diharapkan dari penjara bawah tanah? Ini tempat pemberhentian terakhir para penjahat kekaisaran sebelum dihukum mati. Tempat hina yang memang diperuntukkan bagi orang-orang yang berdosa.
Kedua manik batu delimaku menatap kosong pintu penjara yang tertutup dengan rapat. Pintu itu terbuat dari besi murni yang mustahil untuk dijebol. Gaun putih polos yang kukenakan telah terkoyak-koyak dan kotor, karena disiksa oleh Kaisar, pria yang kucintai.
Kakiku dirantai, berjaga-jaga jika aku tiba-tiba kabur. Padahal aku tidak berniat kabur sama sekali, sekarang aku lebih memilih langsung mati saja dan dilempar ke bara api neraka. Aku telah pasrah terhadap segalanya.
Rambut putihku yang dulunya berkilau layaknya berlian swarovski. Sekarang tak beda jauh dengan uban seorang nenek. Sangat kusam dan lusuh.
Kenapa aku bisa ada ditempat ini? Ya, karena aku berdosa. Demi penyakit hati, aku membunuh ibu dan saudari tiriku sendiri. Hanya karena perasaan konyol yang disebut "Iri".
Haahh ... kenapa kau bodoh Snorett? Mencintai seseorang yang bahkan tak pernah mencintaimu.
Ah, aku belum memperkenalkan diri ya? Namaku Snorett Serena McDeux. Perempuan iblis dari Kekaisaran Callesius. Si putri buangan yang jahat dari kediaman Grand Duke of Dexter. Begitulah orang-orang memanggilku.
Dimata mereka, aku adalah perempuan keji dan jahat. Seorang iblis betina dalam wujud manusia. Semua orang selalu mencemooh semua tindakanku, entah itu yang tercela maupun yang terpuji. Semua perbuatanku selalu salah dimata mereka. Aku selalu mengabaikan omong kosong mereka, karena mereka hanya tau cara berbicara tapi tidak merasakan apa yabg kurasa selama ini.
Aku putri pertama Grand Duke of Dexter, keluarga bangsawan paling berpengaruh kedua setelah keluarga Kekaisaran. Ayahku, Alexander Oddy McDeux, adalah seseorang yang hangat pada semua orang, kecuali aku. Ayah tidak pernah, sedikitpun, menoleh padaku. Dia hanya fokus pada putri kesayangannya, adik tiriku, Sophia Aneska McDeux.
Sophia adalah anak dari ayahku dan istri keduanya, Grand Duchess Lilianne Delica McDeux. Bagaimana dengan ibuku? Dia sudah mati ditiang gantung, karena mencoba meracuni Lilianne, yang merupakan istri kesayangan ayah.
Ibu kandungku, Hailey Irene McDeux adalah putri dari Count of Grey. Ibuku merupakan tunangan resmi ayah dulu. Sedangkan Lilianne adalah kekasih gelapnya. Berbeda dengan ibuku, Lilianne adalah putri dari kediaman Duke of Attrios.
Kenapa Lilianne yang memiliki gelar lebih tinggi dari ibu, hanya menjadi kekasih gelap Ayah? Karena ayahku dijebak oleh keluarga kakekku. Kakekku menipu ayah, dengan mengatakan bahwa keluarga Grand Duke of Dexter memiliki hutang yang sangat banyak kepada keluarga Count. Satu-satunya cara melunasi hutang-hutang itu hanya dengan menikahi putri pertama mereka, yaitu ibuku.
Saat ibuku dieksekusi aku baru berumur tujuh tahun. Dan aku melihat sendiri mayat ibuku yang tergantung ditiang gantung. Dan saat itu, ayahku menatap jasad ibu dengan mata berbinar, seolah-olah berkata akhirnya-pengganggu-dalam-hidupku-telah-hilang.
Aku sempat merasakan sedikit rasa kasih sayang dari ibuku. Tetapi dia malah direnggut dariku, karena Grand Duchess Lilianne. Aku marah, sangat marah, sehingga sering berlaku kasar pada Sophia yang saat itu masih berumur empat tahun.
Rasa benciku terhadap Lilianne dan Sophia semakin membuncah, semenjak pesta ulang tahun tunanganku yang ke-16, Adrien Erion fran Yostegard. Adrien saat itu adalah Putra Mahkota Callesius sekaligus tunanganku. Dipesta itu, Adrien terang-terangan mengabaikanku dan menghampiri Sophia yang hanya berdiri ditepi ruangan.
Hatiku panas tiap kali melihat mereka berdua bersama. Rasa iri, dengki, dan dendam menggerogoti kejiwaanku. Aku berpikir dangkal, jika aku melenyapkan Lilianne dan Sophia aku pasti akan mendapatkan yang selama ini aku inginkan, bukan?
Kasih sayang ayah yang begitu besar terhadap Lilianne dan Sophia. Dan rasa cinta Adrien yang sangat tulus kepada Sophia. Aku berpikir, aku akan mendapatkan kedua hal itu, jika dapat melenyapkan pasangan ibu dan anak itu.
Tapi ternyata aku salah. Aku malah mendapatkan rasa penyesalan yang begitu dalam hingga aku ingin mati. Karena kebodohanku, aku mengorbankan jiwa banyak orang. Demi perasaan konyolku, dua orang yang selalu peduli padaku meninggal. Semua kesalahan ini terjadi karena aku.
Perlahan bulir-bulir airmata mengalir dari pelupuk mataku. Rasanya pedih dan menyakitkan. Kenapa Snorett? Kenapa kau tidak menyerah saja, dan membiarkan Adrien hidup bahagia bersama Sophia?!! Adik kecilmu yang sangat, sangat menyayangimu.
Aku menepuk-nepuk dada sebelah kiriku berulang kali dengan keras. Airmataku mengalir semakin deras, aku menangis tanpa suara. Kugigit bibirku hingga berdarah, hingga yang keluar hanya suara isakan pilu.
Pintu besi itu berderit, tak lama kemudian terbuka. Menampakkan dua orang lelaki berpakaian zirah ksatria. Walaupun wajah keduanya tertutup topeng, dapat kurasakan kedua pria itu menatapku penuh cemooh.
"Bangun penjahat. Sudah saatnya kau eksekusi," ucap salah satu ksatria itu.
*****
Aku digiring keatas sebuah podium ditengah alun-alun kota. Aku berjalan terseok-seok, karena harus menahan rasa sakit bekas penyiksaan yang dilakukan Adrien. Kedua kakiku yang dulunya mulus menjadi lecet karena tergesek rantai.
Tanganku ditahan menggunakan borgol kayu, agar tidak bisa memberontak. Aku melihat tepat kedepan, diatas podium itu terdapat guillotine yang sudah siap untuk memotong kepalaku.
Sepanjang perjalanan para rakyat itu terus-terusan meneriakiku dengan cemoohan dan ujaran kebencian. Tubuhku sedikit oleng, dapat kurasakan cairan panas mengalir dari pelipisku. Seseorang baru saja melemparkan batu ke kepalaku.
"Kau iblis!" teriak seorang lelaki jangkung, dia yang telah melempariku batu.
Aku mengabaikannya dan kembali berjalan. Kubiarkan luka yang ada dipelipisku, rasa sakit ini tidak seberapa dengan Sophia yang sering kusiksa sejak kecil.
"Mama! Aku takut!" isakan seorang anak kecil masuk ke indra pendengaranku.
Aku menolehkan kepala kearah para massa lagi. Mendapati seorang bocah laki-laki tengah menangis saat aku lewat didepannya. Ia menangis tepat dipelukan ibunya. Si ibu terlihat menenangkannya dengan kata-kata penuh kasih sayang dan sesekali mencium pucuk kepala bocah itu.
Aku menatapnya datar. Hanya ekspresi skeptis yang muncul diwajahku sekarang.
Aku juga ingin merasakan hal itu, batinku. Aku sangat ingin dipeluk dan dicium seperti itu lagi.
Ah, kapan ya terakhir kali aku diperlakukan seperti itu? Benar, itu sudah 15 tahun yang lalu, saat aku masih berumur enam tahun. Disaat ibuku masih hidup, rasanya sangat hangat berada didalam pelukannya.
Si ibu tak sengaja beradu tatap denganku. Ia langsung menatapku penuh kebencian.
"Dasar iblis betina jahat!" serunya lalu melemparku menggunakan batu kerikil.
Batu kerikil itu hanya mengenai pundakku. Aku menatap mereka datar, kemudian melanjutkan perjalananku.
Aku telah sampai di podium itu. Aku berdiri tepat dibelakang guillotine. Hanya ekspresi datar yang bisa kutampilkan sekarang, walaupun dadaku terasa sesak. Entah mengapa air mataku sama sekali tidak mau keluar. Ah, aku tahu ini karena hatiku telah membatu karena kecewa dan penyesalan yang mendalam.
Aku mengedarkan tatapanku ke sekitar podium. Ada beberapa bangsawan besar datang, untuk melihatku di eksekusi. Aku tak sengaja beradu tatap dengan ayahku. Mata birunya menatapku penuh kebencian.
Tiba-tiba saja mataku terasa memanas. Sampai akhir hayatku pun, aku masih menyayanginya sepenuh hati. Aku berjanji ayah, dikehidupan keduaku nanti. Aku tidak akan memohon belas kasihmu dan tidak akan mengganggu rumah tanggamu.
Kepalaku langsung didorong kedepan, tepat kedalam lubang guillotine itu. Setelah kepalaku masuk kelubang itu, kayu bagian atas guillotine langsung bergerak, menutup akses pergerakan leherku.
Aku menatap semuanya datar. Aku sudah sangat pasrah dengan hidupku sekarang.
Suara teriakan massa mulai heboh. Mereka terus meneriakkan untuk menjatuhkan pisau guillotine itu.
"Jatuhkan pisaunya!!"
"Bunuh iblis itu!!"
"Langsung eksekusi dia!! Jangan kasih kendor!!!"
Aku berniat menulikan pendengaranku, namun suara yang sangat kukenali menggagalkan niat itu.
"Kata-kata terakhir?"
Aku memaksakan leherku bergerak, untuk menengok kesebelah kanan. Mataku kembali memanas. Tanpa bisa kukendalikan, air mata mulai mengalir dengan deras membasahi pipiku. Bibirku bergetar, namun tidak ada isakan atau suara yang keluar. Aku menangis dalam diam.
"A .. drien ...," ucapku lirih.
Adrien, pria yang paling kucintai didunia ini, melebihi nyawaku sendiri. Berdiri disamping kananku sambil memegang tali pisau guillotine. Dia menatapku rendah, seolah-olah aku adalah kotoran yang harus dimusnahkan.
Ternyata dia berniat mengeksekusiku dengan tangannya sendiri. Baiklah, itu tidak masalah. Atas semua yang telah aku perbuat selama ini. Dibunuh oleh orang yang aku cintai seumur hidupku, aku memang pantas menerimanya.
Aku kembali menundukkan kepala dalam. Air mataku mengalir semakin deras. Namun aku tidak terisak atau mengeluarkan suara. Aku hanya diam dengan air mata yang terus mengalir.
"Maaf ... aku berjanji tidak akan mengganggumu lagi," ucapku serak.
Aku dapat mendengar Adrien mendengus setelah mendengar permintaan maafku. Ah ... dia benar-benar membenciku, ya? Seharusnya memang begitu, aku telah membunuh Sophia, gadis yang dia cintai.
Tak lama setelah itu aku mendengar besi yang dijatuhkan. Aku merasakan benda pipih yang tajam dan dingin menembus kulit leherku. Setelah itu kegelapan mutlak menyergap kesadaranku.
*****
Semua orang dialun-alun itu bersorak gembira dikala kepala Snorett menggelinding dari guillotine. Mereka semua senang atas kematian si gadis jahat. Begitupula dengan sang Kaisar dan Grand Duke.
Iblis Betina dari Callesius. Si Gadis Paling Jahat di Kekaisaran. Putri Sampah dari Kediaman Grand Duke of Dexter. Snorett Serena McDeux telah mati.
Tanpa ada yang menyadari, sepasang mata berwarna merah dan biru memperhatikan dari jauh. Tepat diatas pohon beringin, terdapat pria bertudung hitam dengan pakaian ala pemburu. Rambut putih pria itu sesekali berterbangan dari balik tudungnya. Mata heterochromia-nya menatap sendu jasad Snorett yang tengah disoraki bahagia oleh orang-orang.
"I'm sorry, sister. Aku berjanji dikehidupan keduamu, kau akan bahagia. Dan aku akan selalu menemanimu," ujar pria tersebut.
Mulut pria itu komat-kamit, membacakan beberapa mantra. Tak lama, kaling batu delima yang dikenakannya dan cincin batu delima yang dikenakan jasad Snorett bersinar terang. Sangat terang hingga menelan segala hal yang ada disekitarnya.
*****
Mataku terasa berat, tenggorokanku terasa kering. Aku mencoba membuka kedua mataku. Setelah membuka mata, yang kudapati adalah plafon atap yang berukir bunga azalea yang terlihat mewah.
"Apa aku ada disurga?" gumamku.
Seharusnya aku masuk neraka, kan? sambungku dalam hati.
Kupejamkan kembali mataku sejenak. Ini aneh sungguh, seharusnya aku masuk neraka, kan? Iya, kan? Apa dineraka ada kasur sutra yang empuk?
Aku menggerakkan tubuhku kesamping, masih dengan mata tertutup. Aku mencium wangi seprai sutra yang kutiduri.
Baunya seperti wangi parfum lavender yang kupakai dulu, batinku.
Tunggu dulu, plafon tadi mirip dengan plafon kamarku. Dan kasur ini memiliki wangi lavender yang kugunakan saat masih remaja. Sebelum akhirnya kuubah menjadi parfum dengan wangi mawar disaat debutante-ku.
Jangan-jangan! Aku langsung bangkit dari tidurku. Membuka mataku lebar-lebar, pemandangan yang sangat mengejutkan menyapa kedua mataku. Aku berada didalam kamarku!
Kepalaku tertunduk, melihat kedua tanganku. Tanganku bergerak menyentuh dada, pundak, kemudian leher. Kepalaku terdongak dengan mata tertutup. Kuraba leherku yang tertutup kerah gaun tidur yang kukenakan.
Mataku kembali terbuka lebar-lebar, atau lebih tepatnya melotot. Tanpa pikir panjang, aku langsung melompat dari kasur dan berlari kearah cermin besar yang ada disamping meja rias.
Pantulan bayangan yang ada dicermin itu membuatku terkejut setengah mati. Aku menutup mulutku dengan kedua tangan. Kakiku tiba-tiba kehilangan kekuatannya untuk menopang berat badanku, hingga akhirnya aku merosot kebawah. Aku syok, sangat syok.
Aku kembali ke usiaku yang ke-10 tahun. Alias aku kembali terlempar ke 11 tahun lalu sebelum dieksekusi! BAGAIMANA BISA INI TERJADI??!!!!
"AAAAAAGGGHHH!!!!!!"
*****
Ditulis pada tanggal,
Jum'at, 23 Juli 2021
Publish pada tanggal
Sabtu, 4 September 2021
Orca_Cancii🐳
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top