Bab 32: Serfotiá, Si Kembar Beracun.

Aku kembali menunggangi Erebus masuk semakin dalam ke hutan.Dan yah, pria itu masih mengikutiku. Dia tidak menyerang hanya mengikuti, sesekali membunuh pembunuh bayaran yang dikerahkan untukku. Apa dia penjaga bayangan yang dikerahkan Ayah untuk mengawasiku? Kalau memang benar, aku sangat takjub Ayah mau merekrut seorang pengguna sihir hitam sebagai bawahannya.

Aku melajukan kecepatan Erebus hingga masuk ke hutan bagian dalam. Dari kejauhan aku dapat melihat rombongan keluarga bangsawan lain. Lambang tiga kepingan salju berbeda bentuk terpampang pada bendera yang dibawa oleh ksatria keluarga itu. Keluarga Marquess Asterinx, penguasa March Winteria.

Seorang wanita dengan surai sewarna arang dengan mata biru yang tajam terlihat memimpin rombongan. Dia Marchioness Ester Belle Asterinx, pemimpin March Winteria. Rambutnya berwarna hitam karena sang ibu adalah putri kekaisaran, alias dia adalah sepupu Kaisar Lucas. Usianya telah mencapai kepala tiga, namun masih melajang, entah karena alasan apa.

Padahal yang ingin meminangnya itu sangat banyak, mulai dari bangsawan tinggi hingga rakyat jelata, namun semuanya ditolak. Beberapa korban penolakannya adalah Paman Sirius dan Grand Duke Calsen. Dua orang ini adalah bangsawan berpangkat tinggi, tetapi ditolak mentah-mentah oleh Marchioness Ester.

Selain memegang gelar marchioness, Marchioness Ester juga memegang beberapa kedudukan di pemerintahan. Dia menteri pertahanan negara, kapten yang memimpin salah satu pleton ksatria elit kekaisaran, dan seorang countess sekaligus baroness. Salah satu wanita menakjubkan selain Permaisuri Lylia.

Marchioness Ester terlihat tengah membidik sesuatu yang kutebak adalah macan kumbang. Aku hanya melewati rombongannya, tidak berniat basa-basi ataupun meminta bantuan. Karena aku sendiri juga sedang mengumpulkan poin untuk mencapai posisi pertama.

Tepat setelah aku melewati rombongan itu, Marchioness Ester yang tengah membidik terlihat melirik diriku dari ujung matanya. Tak lama, panah itu melesat dan terdengar suara auman yang membuatku semakin yakin bahwa yang diincarnya adalah macan kumbang.

Ester menurunkan busurnya setelah berhasil menaklukkan seekor macan kumbang. Ia menoleh kearah Snorett yang telah melaju meninggalkan desau angin dibelakangnya.

"Ren," panggilnya pada udara kosong.

Seorang pria muda berpakaian hitam terjun dari balik dahan dan langsung mendarat dengan posisi berlutut disisi Ester. "Ya, Yang Mulia?"

"Sampaikan pada rombongan Grand Duke McDeux bahwa pewaris keluarga mereka memasuki jantung hutan dan dikejar-kejar 20 pembunuh bayaran dan seorang pria aneh. Intinya dia dalam bahaya," ujarnya tanpa mengalihkan pandangan dari jalur yang dilewati Snorett.

Pria muda itu mengangguk patuh. Tanpa banyak bicara, ia langsung melompat ke salah satu dahan pohon ke dahan lain. Dan berakhir tenggelam dalam lebatnya hutan. Meninggalkan sang majikan yang kembali membidik seekor rusa jantan dewasa.

"Anak jaman sekarang memang gemar mencari mati," gumamnya pelan lalu melesatkan anak panah dan menusuk leher rusa tersebut.

*****

Ini perasaanku saja atau yang mengincarkanku memang semakin banyak? Tadi perasaan baru belasan sekarang kok sudah hampir 30 orang? Tidak, aku rasa lebih. Karena sebelumnya, pria aneh yang mengikutiku itu sudah membereskan sekitar 50 orang dari mereka.

Oke, bangsawan gila mana yang menyewa hampir 80 pembunuh bayaran hanya untuk mencelakaiku? Yang pastinya dia kaya raya. Bung, menyewa 80 pembunuh bayaran sama dengan membeli lima kastil yang bertaraf putri kerajaan.

Yang mempunyai uang sebanyak itu pastilah bangsawan tingkat tinggi setara duke atau grand duke. Kalaupun dia tidak memiliki uang sebanyak itu, ia pasti pemilik assosiasi pembunuh bayaran itu atau seorang pemimpin negara yang bisa memerintahkan apa saja.

Dan firasatku langsung mengarah pada Kaisar entah mengapa. Mengingat Adrien memperingatiku sebelum berburu tadi, membuatku semakin yakin ini ulah Kaisar.

Ayolah, Pak, aku sudah tidak menggoda putramu lagi, mengapa sekarang kau malah menerrorku, hah?!

Kuhentikan Erebus tepat didepan sebuah pohon beringin raksasa. Aku melompat dari pelana, berjalan mendekati pohon, dan menyentuh kulit kayu lembab berlumut yang mengeluarkan semerbak organik. Kugosokkan jari telunjuk bekas memegang kulit kayu ke jempol. Teksturnya kasar dan agak berair, serta licin.

Namun ada hal lain yang menarik perhatianku. Aku mendekatkan wajah pada kayu lembab tersebut, mencium aroma yang tersamarkan oleh lumut lembab. Bau gas metana yang biasanya terkandung dalam belerang, bisa ada dipohon ini. Bagaimana bisa?

Baru akan mengangkat kepala, suara desisan terdengar dari atas kepalaku. Aku mendongak, mendapati dua ekor serfotiá remaja melata diatas dahan sembari mengacungkan kepala kearahku. Lidah bercabang duanya terlihat kala ia mendesis. Aku menelan ludah saat melihat kedua makhluk itu. Astaga, aku sedang beruntung atau bagaimana?!

Tetapi, perasaanku atau sedari tadi yang kulawan selalu makhluk melata? Tadi kelabang dan sekarang malah ular.

Serfotiá monster tingkat tinggi memiliki karakteristik serupa dengan ular. Mereka memiliki tubuh bersisik hitam legam yang berkilat tajam ketika tertimpa cahaya matahari. Sama seperti ular, mereka mendesis dengan lidah bercabang, bertaring, dan berbisa. Yang berbeda hanyalah ukuran tubuh yang super raksasa, yaitu 4-7 meter untuk ukuran dewasa, serta mereka memiliki dua tanduk berwarna putih dibagian depan kepala.

Bung, ini sangat menakjubkan. Aku mendapatkan dua monster tingkat tinggi sekaligus! Aku sudah membunuh satu monster tingkat menengah dan mendapatkan 1000 poin. Dengan membunuh dua serfotiá ini, aku bisa mendapatkan 4000 poin dan nominal poinku 5000 poin.

Dengan nominal poin sebanyak itu, sama saja aku memenangkan sebuah pertarungan pedang melawan anak bayi!

VICTORY I'M COMING!!!

Salah satu serfotiá itu merayap turun dari pohon untuk menyerangku. Sementara yang satunya lagi masih bertengger diatas dahan dan meludahiku dengan bisa-nya yang mematikan. Aku melompat kebelakang menghindari bisa-nya yang menyebabkan tempatku berdiri tadi langsung meleleh.

Serfotiá yang sudah turun juga menyerangku menggunakan ekornya yang tajam. Membuatku melakukan backroll untuk menghindari ekor hitam legam itu.

Monster ular itu kembali mengamuk. Kali ini ia menyerangku dengan tanduk putih nan tajam itu, namun berhasil kutahan. Desingan besi terdengar saat pedang pemberian Ibu beradu dengan tanduk serfotiá. Tenaga makhluk itu sangat besar, membuatku terseret mundur walaupun sudah menahan serangannya sekuat mungkin.

Kufokuskan mana agar mengalir pada pedang. Pedang itu mulai membeku dan semakin tajam. Dengan sedikit bantuan sihir hitam, aku menambah kekuatan. Suara retakan terdengar berasal dari tanduk putih itu. Serfotiá mendesis kencang saat salah satu tanduknya menghantam tanah.

Monster ular itu menggerakkan ekornya dengan brutal kearahku. Aku melompat kesana-kemari hanya untuk menghindari ekor yang berkilat tajam itu. Berkali-kali aku juga menangkis ekor ular raksasa itu, yang untungnya tidak membuat pedangku patah.

Tidak sampai disitu, serfotiá yang nangkring diatas pohon juga ikut meludahiku dengan bisa-nya. Alhasil aku semakin kesusahan hanya untuk melukai yang satunya. Sialan, udah mageran malah menyusahkan orang.

Ludahan bisa itu semakin gencar mengenaiku, sementara serfotiá satunya masih menggerakkan ekor dengan brutal. Serangan bisa kembali menyerang membuatku melompat ke sebuah dahan pohon yang rendah. Namun belum sampai tiga detik aku menjejakkan kaki diatas dahan, monster ular satunya melemparkan ekornya padaku membuatku kembali melompat ke tanah lapang untuk menghindar. Alhasil dahan tadi langsung hancur berkeping-keping dan menyebarkan serbuk kayu beraroma lembab diudara.

Dalam posisi setengah berlutut, aku terbatuk-batuk saat debu kayu itu memasuki rongga pernapasanku. Sial, tidak kusangka akan sesulit ini.

Sepasang tanduk putih yang berada didahi serfotiá merupakan kekuatan sekaligus kelemahan mereka. Tanduk itu sangat tajam yang berfungsi sebagai senjata. Dengan sekali tebasan, tubuh manusia bisa terbelah menjadi dua dan jika tertusuk. Tanduk itu dengan senang hati menembus tubuhmu bagaikan jarum yang ditusukkan pada kain.

Namun tanduk itu juga merupakan kelemahan mereka. Untuk membunuh mereka, kedua tanduk itu harus dilepaskan dari tubuh mereka. Karena pada tanduk serfotiá terdapat satu syaraf tebal yang terhubung pada jantung mereka. Selain sebagai senjata, tanduk serfotiá juga berfungsi untuk menyerap energi alam yang membantu jantung untuk berdetak. Jika kedua tanduk itu dipotong, sama saja menghentikan detak pada jantung serfotiá.

Namun kesulitannya adalah, selain tajam tanduk itu juga amat keras. Butuh tenaga yang lumayan—bagiku—besar untuk sekedar menebas atau mematahkan tanduk itu.

Aku berlari menuju serfotiá yang berada ditanah sembari mengacungkan pedang. Sesekali aku melompat untuk menghindari ludahan bisa atau ayunan ekor dari dua bersaudara reptil berdarah dingin itu. Dengan satu lonjakan, aku berhasil naik ke tubuh salah satu serfotiá dan berlari diatasnya menuju bagian kepala.

Agak sulit berlari diatas tubuh makhluk ini karena dia terus bergerak dengan brutal. Tiba-tiba saja ia menolehkan kepala kearahku dan memuntahkan bisa. Aku menghindar lalu melompat kearah kepalanya. Bisa yang dilayangkan padaku, akhirnya malah mengenai tubuhnya sendiri.

Ia mendesis keras sambil menggerakkan kepalanya ke kanan dan kiri. Gerakan kepala sang monster ular semakin tidak terkontrol, membuatku menancapkan diatas kepala hitam yang licin itu. Tepat saat pedang itu menembus kepalanya, sang monster ular tidak lagi mendesis melainkan memekik. Suara pekikannya terdengar seperti suara kambing yang dicekik.

Saat ia lengah karena rasa sakit, aku langsung melayangkan sihir es untuk membekukan tanduk yang masih tersisa. Bagai terkena gigitan dingin, tanduk serfotiá langsung ditutupi salju berwarna putih. Tanpa basa-basi, aku melemparkan anak panah hingga membuat tanduk itu pecah.

Suara mirip es yang dilempar keatas tanah terdengar, diikuti dengan suara debuman yang berasal dari serfotiá itu sendiri. Aku merasa kepala serfotiá yang kupijaki luruh, membuatku hampir jatuh terduduk. Melompat dari atas kepalanya, aku langsung disambut oleh serfotiá satunya yang tiba-tiba sudah ada diatas tanah.

Oh, apa si gendut ini berniat balas dendam?

*****

Jika diperkirakan, sudah hampir empat jam aku melawan dua serfotiá ini. Dari yang awalnya matahari masih berada diatas kepala, sekarang sudah turun menyinari hutan dari pinggir. Butuh waktu tiga jam untuk melawan yang kurus, tapi yang gendut satu ini kurasa hanya butuh satu setengah jam.

Salah satu tanduknya telah patah dan si gendut itu tengah meludahiku dengan bisa-nya. Tubuh monster ini lumayan gempal sehingga tidak memungkinkan untuk bergerak lincah seperti saudaranya.

Ia hanya bisa melontarkan bisa beracun dan menggerakkan kepala untuk menandukku. Awalnya sangat sulit untuk menghindari serangan ludah beracun, namun setelah cukup lama berkutat dengan makhluk ini membuatku mengerti pola serangannya.

Alhasil satu tanduk berhasil patah dan tersisa satu lagi. Ayo, Snow kau pasti bisa!

Si gendut ini melontarkan bisa ke setiap titik tempatku berpijak. Aku melakukan backroll dan hinggap diatas dahan pohon yang rendah. Lalu kembali melompat keatas sebuah batu yang tepat berada dibelakang tubuh monster obesitas itu. Serfotiá gendut itu terlihat kebingungan mencari keberadaanku.

Heh, ternyata selain gendut dia juga bodoh. Tinggal menebas tanduk sebelahnya, maka semuanya akan berakhir.

Aku mundur dua langkah sebagai ancang-ancang lalu berlari, kemudian melompat tinggi melewati tubuh gendut monster itu. Si gendut yang telat menyadari keberadaanku langsung menolehkan kepalanya. Tepat saat hal itu terjadi, tanduk satu-satunya makhluk itu telah terkapar diatas tanah.

Suara debuman kembali terdengar bersamaan dengan jatuhnya tubuh serfotiá bungsu itu. Aku membungkukkan badan karena merasa lelah akan pertarungan ini. Shit! Makhluk berbisa ini benar-benar membuatku merasa lelah.

Setelah merasa cukup, aku kembali menegakkan tubuh. Bulir-bulir keringat berterbangan saat aku mengangkat kepala. Membiaskan cahaya matahari pada setiap bulir keringatku. Dengan satu lompatan, aku mendarat diatas tanah sembari membenarkan ikatan rambutku.

Sembari membenahi rambut, aku membalikkan badan tepat berhadapan dengan mayat si gendut. Kuarahkan kaki ke jidat makhluk itu, menggoyang-goyangkan sedikit menyebabkan kepala monster itu bergoyang. Lihatlah lemak dibalik sisik itu, bergetar dan bergoyang hanya dengan dorongan kecil. Inilah mengapa sesuatu yang berlebihan itu tidaklah baik.

Aku tidak bermaksud menyinggung orang-orang yang kelebihan berat badan, tetapi ... lihatlah makhluk ini. Serfotiá seharusnya bisa menebas sebuah batu raksasa dengan sekali tebasan ekor. Mereka juga termasuk makhluk yang lincah dan licin walaupun tidak begitu cerdas.

Tetapi begitu melihat wujud serfotiá satu ini, membuatku yakin dia telah mempermalukan spesiesnya. Dia gendut—maaf jika ada yang tersinggung—, obesitas, dan kelewat lebar. Aku tidak tahu apa yang telah ia makan atau serap, tetapi pasti hal itu sesuatu yang besar sehingga bisa menyebabkan kegendutan seperti ini.

Selama pertarungan tadi dia hanya menetap di satu titik, saking tidak bisa bergerak kesana kemari. Ckckck ... melihatnya aku jadi teringat Sophie yang gemar memakan coklat. Aku harus mengurangi kadar coklat bocah itu agar tidak berakhir seperti makhluk ini.

Baru akan memberi tanda pada kedua buruanku, bulu di tanganku tiba-tiba berdiri. Sekelebat bayangan hitam berdiri dibelakangku dengan gerakan cepat, tidak kalah cepat aku juga membalikkan badan dan mengarahkan pedangku kearahnya. Suara denting pedang terdengar saat bilah pedang kami beradu.

Sosok itu seorang pria dengan tubuh besar dan tegap. Rambutnya berwarna cokelat kemerahan dan manik sewarna darah yang membeku. Ia tersenyum lebar yang terkesan seperti psikopat saat aku melihatnya. Dia pria yang mengikutiku sedari tadi.

"Halo, Tuan Putri," ujarnya dengan nada mengejek.

Ah, aku tahu dia.

"Halo, Dukun Gadungan."

*****

Maaf kalau kemalaman up-nya. Actually, Orca kecelakaan beberapa hari yang lalu. And now, Orca tahu rasanya jadi korban pencabulan🙂

Selasa, 10 Mei 2022.

Orca_Cancii🐳

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top