Bab 30: Betty VS Yostegard's Cousin.
"Betty, kau gila?" tegurku.
Dengan jawah datar tanpa dosanya, Betty menggendikkan bahu. "Dia menghalangi jalanku."
Tetapi yah, Betty dan Sophie ini orang yang tergolong nekat. Setiap bertemu Adrien, pasti keduanya akan memusuhi bocah itu. Tidak peduli gelar yang dipegang Adrien itu apa, mereka tidak segan untuk berlaku tak sopan.
Aku menghela nafas panjang. Percuma saja menegurnya, dia kepala batu. Sama sepertiku, sih. Intinya, aku, Betty, dan Sophie itu memiliki kepala batu. Sulit mendengarkan nasihat orang lain, kecuali orang itu benar-benar orang yang ingin kami dengarkan.
Aku memijit pelipisku kala melihat Adrien mendekati Betty. Wajah bocah itu datar namun tersirat kedongkolan yang mendalam. "Nona Havellort," suaranya terdengar tajam.
Betty menoleh. "Huh?"
"Apa Duchess Havellort tidak pernah mengajarkanmu tata krama?" tanya Adrien dingin.
Cukup lama Betty diam, hanya menatap pewaris kaisar itu datar. Aku jadi ingin tahu jawaban apa yang akan ia layangkan.
"Tidak," jawabnya santai.
Rahangku langsung jatuh ke tanah. Aku langsung menoleh kekanan dan kekiri, memeriksa apakah Duchess Karina—ibunya Betty—ada disekitar sini. Aku pernah datang beberapa kali ke Dukedom Havenford untuk bertemu dengan Betty.
Mataku berhasil mendapati postur seorang wanita langsing dengan rambut biru dongker tengah berpelukan dengan Ibunda Lily dan berbincang-bincang dengan nyonya lainnya. Aku menghela nafas lega ternyata keberadaan Duchess lumayan jauh dari lokasi kami. Kira-kira 500 meter, bagus aku berarti bisa melihat orang berkelahi lebih lama.
Sepenglihatanku Duchess Karina untuk kesan pertama terlihat seperti wanita bangsawan pada umumnya. Cantik, anggun, dan berbudaya. Wajahnya terlihat lembut ketika tersenyum, mata bulat berwarna hijau zamrud dan rambut berwarna biru dongker seperti kedalaman laut.
Pertama kali melihatnya, aku pikir dia akan lembut kepada putra-putrinya. Tetapi saat mempergoki raut wajah Duchess Karina terlihat tertekan dan ingin membejek wajah Betty, saat dia tidak sengaja menumpahkan teh ke gaunnya sendiri. Bisa kalian bayangkan apa yang akan dilakukan Duchess Karina pada Betty, jika dia tahu putri semata wayang—yang sayangnya merepotkan—kesayangannya berkelahi dengan penerus kekaisaran?
Aku yakin Betty langsung didepak dari kartu keluarga atau malah, ditenggelamkan ke palung Oriel yang ada didekat Kekaisaran Avalor. Intinya nasib Betty akan sangat buruk jika mengetahui kejadian ini.
Adrien menatapnya dingin, sementara Betty melipat tangan didepan dada. "Countess Rowny yang mengajariku pelajaran tata krama. Mama terlalu sibuk hanya untuk mengajari hal sepele semacam itu," sahutnya songong.
Tatapan Adrien berubah jengah, petak imajiner tercipta disisi dahinya. "Baiklah, setahu saya Countess Rowny salah satu wanita bangsawan yang memiliki tata krama yang sempurna. Saya yakin Countess mengajari Anda tata krama saat bertemu anggota kekaisaran."
"Benar, Madam mengajariku hal itu. Memangnya kenapa?"
"Seharusnya Anda tahu apa yang harus dilakukan saat bertemu saya 'kan?"
Dahi Betty mengerut dalam. "Memangnya kau siapa?"
Wajah Adrien yang sudah datar, malah semakin datar. Aku rasa bocah itu menahan diri untuk tidak melemparkan belatinya pada Betty. Suara bisikan terdengar, membicarakan sang putri Duke yang tidak mengenali Putra Mahkota negeri ini. Kiehl yang berada disampingku tertawa puas. Sementara aku mengulum bibir, merasa lucu akan keadaan.
Ternyata dunia tidak seburuk itu.
Seolah tersadar akan sesuatu, Betty langsung mengejang. "Iya juga, kau 'kan Putra Mahkota."
Segera ia memosisikan diri membungkuk sembari mengangkat kedua ujung gaunnya. "Segala keagungan untuk Yang Mulia Putra Mahkota." Betty berucap amat anggun membuatku agak terkesiap.
"Kupikir dia tidak pernah diajari tata krama," bisik Kiehl sambil mendekatkan tubuhnya padaku.
"I know," balasku tanpa suara lalu tersenyum kecut.
Tidak berselang dua detik, Betty kembali bangkit tanpa menunggu jawaban dari Adrien yang juga terpaku. "Puas?" ucapnya sambil melipat tangan didepan dada.
Wajah Adrien semakin mengeras. Manik ametis-nya menatap Betty tajam. Ia mendecih lalu balik badan dan pergi begitu saja. Barangkali ia merasa dongkol saat lama-lama berada didekat Betty.
Dan yah, begitulah akhir drama antara Putri Penyihir Agung dan Putra Mahkota Kekaisaran. Kalau dipikir-pikir mereka cocok juga jika menjadi pasangan.
Betty berbalik kearahku. Sebelah alisnya saat melihat Kiehl masih berada disisiku. Aku tebak akan ada perdebatan lagi disini.
"Tuan Muda Yostegard, kenapa Anda masih ada disini?"
Sudah kuduga.
Sebelah alis Kiehl terangkat. "Memangnya kenapa jika saya masih ada disini, Nona?"
"Sudah hampir waktunya perburuan dimulai, Nona Snorett juga harus kembali. Saya yakin Grand Duke Yostegard juga telah menunggu Anda."
Tunggu dulu, ada yang aneh dengan cara bicaranya. Secara tidak langsung dia berkata, "Kembalilah pada Ayahmu, aku akan pulang bersama Snow, berdua saja," begitu. Spontan aku langsung melihat Betty dengan tatapan rumit.
"Kau belok?" ceplosku.
Aku mengatupkan bibirku kembali. Geez, mulutku ini tidak bisa diajak kompromi.
Kiehl tersenyum miring lalu menatap remeh Betty. "Sepertinya Anda sangat terobsesi dengan Snow, Nona Havellort. Sayang sekali, obsesi Anda hanya akan sia-sia karena Tuhan tidak memperbolehkan adanya hubungan sesama jenis."
"Berkacalah, Asher, kaulah yang terobsesi pada Snow," ujar Betty sambil menyebutkan nama tengah Kiehl. Ia melirikku sejenak lalu kembali berbicara, "Lagipula jika aku sungguh menyukainya, aku akan melakukan apapun termasuk melanggar peraturan itu."
"Kau!" ujar Kiehl sambil menatapnya nyalang. "Kau mau melanggar peraturan Tuhan?!"
Sementara tatapanku pada Betty berubah horror. "Dude, you still nine!"
Seluruh tubuhku langsung merinding akan ucapan yang meluncur tanpa beban dari mulut Betty.
"Madame Karina your daughter is insane!" pekikku, sayangnya tidak terdengar oleh sang empu. "She's crazy and gay!"
Betty langsung menarik tanganku untuk pergi meninggalkan Kiehl yang masih terpaku. Aku memberontak dengan menyentak tangan Betty yang memegang pergelangan tanganku hingga terlepas. "Menjauh dariku!"
Betty berbalik lalu menatapku datar. "Kau kenapa sih?" ujarnya, maju satu langkah.
"Diam!" pekikku sambil menunjuk tempatnya berdiri. "Menjauh satu meter dariku!"
"Hah?"
"Tidak, menjauh dua meter dariku! Tidak! Tidak, lebih baik 10 meter!" ujarku dengan nafas terburu-buru. "Intinya, menjauh dariku dan jangan dekat-dekat!"
"Hei, tenanglah."
"Aaaarrrghhh!"
Setelah mengatakan hal itu, aku langsung berlari kearah tenda milik keluarga McDeux—keluargaku. Meninggalkan Betty yang entah tengah melakukan apa.
*****
Gadis berambut biru ikal itu menatap datar punggung Snow yang mulai menghilang dari pandangannya. "Shit," gumamnya pelan.
Betty memijit tempat diantara matanya, merasa bodoh akan perbuatannya. Tadi ia hanya ingin membantu Snow keluar dari suasana tak mengenakan. Ia pikir Snow tidak menyukai lelaki, mulai dari perilakunya pada sang ayah, pembatasan yang ia berikan pada Klein, bahkan penolakan terhadap Adrien yang merupakan Putra Mahkota.
Tetapi tebakannya salah, Snow malah semakin jijik dengan hubungan sesama jenis. Dan tampaknya, putri sulung Grand Duke McDeux itu memiliki perasaan khusus dengan putra tunggal Grand Duke Yostegard.
Betty mengeluarkan selembar sapu tangan berwarna biru dengan tulisan "Semangat!" yang dijahit menggunakan benang berwarna ungu. Tadinya ia ingin memberikan sapu tangan itu kepada Snow, tetapi sang sahabat telah pergi begitu saja. Ia yakin Snow tidak ingin bertemu dengannya selama seminggu kedepan.
"Harus kuberikan pada siapa? Tidak mungkin 'kan kuberikan kepada Klein?" monolognya.
Betty mengerang frustrasi, memancing atensi orang-orang disekitarnya. Manik biru seperti batu lapis lazuli itu tak sengaja bersinggungan dengan sosok bocah yang terus diekori oleh sekumpulan Nona bangsawan. Otak kecilnya mengatakan harus memberikan sapu tangan ini pada bocah itu.
"Ya, daripada tidak sama sekali. Aku bertaruh demi bokong Sophie, dia tidak akan menerima satu pun sapu tangan dari para Nona-Nona manja itu."
Betty berlari tepat kearah Adrien yang tengah berbincang dengan seorang bocah berambut ungu yang tampak seusianya. Setelah berada 30 senti meter didepan Adrien, ia langsung melempar sapu tangan tersebut yang langsung menutupi seluruh wajah sang putra mahkota. Hanya menyisakan mulut dan puncak hidung yang terekspos bebas.
"Untukmu!" pekik Betty yang terus melaju menuju tenda keluarganya.
Meninggalkan sang putra mahkota yang menatapnya geram. Bocah yang berbincang dengannya tadi terlihat akan tertawa.
"Diam," tekan Adrien yang membuat bocah itu kembali menelan tawanya.
*****
Setelah kembali ke tenda keluargaku, aku langsung berjalan menuju gerombolan keluargaku. Didepan terlihat Ayah tengah memberi pengarahan kepada para ksatria. Selagi menunggu, aku duduk diatas sebuah kotak kayu sembari mengelap bilah pedangku agar semakin mengkilat.
Kuangkat pedang itu didepan wajah, sesekali memutarnya untuk memastikan setiap sisi pedang itu mengkilat. Tentu saja, aku menggunakan pedang pemberian Ibuku, aku tidak akan mengganti pedang ini dengan pedang lain. Walaupun terlihat memiliki beberapa kerusakan, seperti gagangnya yang mulai lapuk karena menggunakan kayu. Benda ini tetap sangat spesial, karena Ibu dengan susah payah membelinya untukku.
"Ha-halo!"
Pandanganku teralih kedepan, tepat pada seorang gadis berambut pirang kenari dengan mata berwarna hijau. Dia terlihat mengenakan gaun yang lumayan sederhana daripada nona bangsawan pada umumnya.
"Deuter?" gumamku pelan. "Bagaimana bisa kau ada disini?"
Ia terlihat gelagapan saat kutatap dengan tajam. "A-ah, Mada— Ibuku sedang berbincang dengan Grand Duchess."
"Lalu?"
"E-eh?" Ia menundukkan kepalanya dalam saat bertatapan dengan mataku. "I-itu ... sa-saya ingin memberikan ini kepada Anda. Se-semangat berburu!"
Gadis itu menyodorkan sebuah sapu tangan berwarna putih dengan jahitan berbentuk bunga mawar yang dijahit menggunakan benang berwarna merah. Aroma pekat yang busuk tercium dari sapu tangan itu. Snow tersenyum miring, berpangku dagu lalu menatap gadis itu remeh.
"Kau mencoba membunuhku dengan sapu tangan itu?"
Dia terlihat terkejut dengan mata terbuka lebar. "A-apa? Sa-saya tidak—"
"Tidak usah menyangkal, Deuter," potongku. "Sapu tangan itu sudah kau olesi dengan sari buah apel busuk 'kan? Dan kau tahu, sari apel busuk itu makanan favorit dypterra, monster berwujud lalat raksasa dengan kaki berbulu duri itu?" Ia terdiam dengan tubuh bergetar.
Aku bangkit dari dudukku membuatnya mundur beberapa langkah. Karena tinggiku yang terbilang tidak normal, keberadaan anak haram Viscount Deuter itu terlihat sangat kecil. Seperti seekor tikus yang berdiri dihadapan harimau.
"Kali ini kumaafkan tapi untuk berikutnya, aku akan memastikan kepalamu itu tercabut dengan tanganku sendiri," ujarku dingin.
Setelah mengatakan hal itu, aku langsung pergi meninggalkannya yang terpaku ditempat.
*****
Claudia menatap nanar sapu tangan digenggamannya. Ia mendekatkan sapu tangan itu ke hidungnya, menghirup bau yang terdapat pada sapu tangan itu. Tak lama kemudian ia membuang wajah ke samping, membuat gestur ingin muntah. Manik zamrudnya kembali menatap sapu tangan itu datar.
Ia langsung melempar sapu tangan tersebut keatas tanah lalu menginjak-injaknya. Dia tidak memiliki niatan buruk apapun terhadap Snorett. Sama sekali tidak ada. Dia hanya ingin menjalin hubungan pertemanan sekaligus kekuatan. Wajar bukan dia melakukannya, para bangsawan sellau melakukan itu iya 'kan?
Ia menoleh melirik dari balik pundaknya. Tiga nona bangsawan terlihat berkumpul sembari tersenyum dan tertawa meremehkannya. Salah satunya memiliki rambut berwarna hijau terang seperti pakan kambing yang lama-kelamaan membuatnya muak. Bahkan ada saudari tirinya juga disana, yang merupakan salah satu pengikut Rubyanne.
Merekalah yang telah mengoleskan sari apel busuk ke sapu tangan buatannya. Dikarenakan saudarinya salah satu dari perkumpulan laknat itu, ditambah ada Rubyanne yang memiliki kekuasaan dua tingkat diatasnya Berakhirlah mereka bisa keluar masuk tenda keluarga Deuter dan menghancurkan barang-barangnya.
Gadis-gadis sialan ini terlalu meremehkannya karena ia menangis di acara teh pertamanya. Acara selanjutnya, ia pastikan merekalah yang akan menangis karenanya. Matanya berkilat penuh kebencian saat menatap ketiga gadis itu.
Untuk saat ini, ia harus mencari kekuatan untuk merendahkan ketiga gadis itu. Pertama, dia harus mendekati Nona bangsawan dengan pangkat yang lebih tinggi. Tetapi karena Snorett telah menolak keberadaannya, peluang yang tersisa hanya tinggal satu.
Claudia mengalihkan pandangannya pada arah jam sebelas. Tepat pada seorang gadis bersurai biru yang terlihat sedang cekcok diselingi adu tonjok dengan seorang bocah yang mirip dengannya.
"Bridget Havellort ...," gumam gadis itu pelan sebelum sebuah senyum terbit dibibirnya.
*****
Guys, jadi gini.
Gimana kalau Orca gak up selama beberapa minggu buat nyelesain naskah cerita ini baru up lagi tapi setiap hari atau Orca abis nulis langsung up tapi seminggu sekali?
Sabtu, 26 Maret 2022.
Orca_Cancii🐳
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top