Bab 28: Hari Pembukaan dan Gangguan.
Suara ketukan terdengar dipenjuru koridor yang berasal dari sepatu hak tinggi yang dikenakan oleh seorang wanita bersurai pirang bergelombang. Semua orang membungkukkan kepala dalam ketika wanita itu lewat. Wajahnya tenang dengan mata sewarna darah yang berkilat tajam.
Tujuannya adalah ruang takhta untuk menemui pemimpin rasnya. Wanita itu membuka pintu besar yang menjadi penghalang ruangan itu dengan dunia langit. Suara derit pintu terdengar kala wanita itu membuka pintu.
"Ada apa, Calista?" tanya seorang pria yang duduk di singgasana yang terbuat dari emas.
Wanita bernama Calista itu meniup poninya malas. Ia bersedekap lalu menatap remeh pria tersebut. "Mau sampai kapan kau bersembunyi seperti ini, Ayres? Gadis itu hampir mencapai puncak kekuatannya, beberapa bulan lagi aku yakin sisi iblisnya akan muncul."
Ayres menghela nafas panjang. "Tunggu sampai dia bertemu dengan Clinxton, aku akan menghampirinya saat hal itu terjadi."
"Ya! Dan desa kecil itu akan hancur karena DNA iblisnya telah bangkit!" Calista mendesis tajam.
Ayres mengibaskan tangannya, menyuruh adiknya itu pergi. "Kembalilah ke tempat Snorett sebagai Cerry, Calista. Aku tahu apa yang sedang kulakukan disini."
"Dan terakhir kali kau mengatakan itu, dunia hampir hancur dengan terlahirnya generasi awal pewaris darah Marcail," sarkas wanita berambut pirang itu.
Ayres menatap wanita yang berstatus sebagai adiknya itu datar. "Aku tidak akan mengulang perkataanku dua kali, Calista."
Calista mencibir tak jelas. Sepasang sayap berwarna putih keabu-abuan muncul dari balik punggungnya dan mulai mengepak. Ia melesat cepat melewati jendela yang ada disana, menyapa langit yang menggelap dan dipenuhi bintang. Tujuannya kali ini hanya satu, kembali menjadi pelayan pribadi seorang nona bangsawan bernama Snorett.
*****
Hari ini adalah hari pembukaan dimana acara perburuan dimulai. Aku telah memutuskan akan mengikuti perburuan walaupun sempat ditentang oleh Ayah. Aku dengannya sempat terjadi cekcok, tetapi saat aku spontan mengatakan, "Ayah jahat!" Dia berubah kaku dan langsung memperbolehkanku untuk ikut, namun tentu saja ada syaratnya.
1. Tidak boleh jauh darinya, maksimal dua meter.
2. Hanya boleh memburu binatang kecil, sang satu ini tidak menyenangkan. Aku 'kan mau memburu harimau!
3. Harus membawa penjagaan minimal lima ksatria.
Dan beberapa persyaratan lain yang tentu saja akan kulanggar nanti, hehe.
Tidak seperti hari biasanya, aku mengenakan setelan berburu seperti lelaki. Tunik putih, jas berwarna navy, celana kulit hitam yang ketat dan rambut diikat ekor kuda. Tak lupa pedang pemberian Ibu tersemat dipinggangku. Aku memilih ikut berburu karena malas mengikuti jamuan para nona itu. Apalagi harus bertemu dengan si pakan kambing itu.
Oh iya, aku secara resmi memberikan Rubyanne julukan "Pakan Kambing". Rambutnya yang berwarna hijau tua itu mengingatkanku dengan rumput yang biasanya dimakan oleh kambing.
Dengan langkah penuh percaya diri, aku keluar dari tenda dan berjalan menuju rombongan ksatria Dexter. Para nona yang melihatku langsung membuat perkumpulan dan berbisik-bisik. Entah apa yang mereka perbincangkan, namun pastinya pasti disangkut pautkan dengan kejadian kemarin sore.
Beberapa dari mereka juga menundukkan kepala saat aku lewat. Ada juga yang memberikan salam dengan anggun padaku, dengan harapan aku terpesona lalu mengajaknya berteman. Tidak semudah itu, Ferguso. Memangnya kau pikir ini kisah dongeng?
Tepat setelah sampai, aku langsung disambut dengan beberapa ksatria disana. Ayahku belum ada ditempat, mungkin sibuk membujuk Ibunda Lily untuk memberikannya sapu tangan.
"Nona, ini kuda Anda," ujar salah seorang ksatria sambil membawa kekang Erebus.
Erebus adalah kuda milikku. Dia kuda jantan yang gagah berwarna hitam, padahal saat kutemukan dihutan, dia sangat kecil dan kurus. Aku mengurusnya bersama Ibu, karena itulah dia sangat dekat dan setia denganku.
Ayah bahkan sampai terkejut saat mengetahui Erebus adalah kuda milikku. Dia pikir kuda itu milik Kepala Ksatria di barak, dan tentu saja dia mengatakan hal itu sambil menatapku ragu. Siapa juga yang tidak ragu saat melihat gadis kecil memiliki kuda jantan yang besar dan gagah, terlebih lagi memiliki bulu dan surai berwarna hitam.
"Terima kasih, Sir Kyle," ucapku sambil meraih tali kekang Kyle. "Sir, tolong Anda lepaskan talinya," ucapku lagi karena ksatria berambut merah muda itu enggan melepaskan tali kekangnya.
Ia melirik teman ksatrianya yang lain, seolah-olah meminta saran, haruskah ia melepaskan kekang itu atau tidak. Ksatria yang lain juga terlihat ragu-ragu. Hei, Erebus tidak akan memberontak melainkan menganggapku sebagai ibunya.
"Berikan saja, Lord Caitlin," suruh sang Kepala Ksatria. "Yang lain tetap siaga! Jangan lepaskan mata kalian dari kuda itu!"
Kalian benar-benar meremehkanku, huh?
Akhirnya kakak kedua Elina itu menyerahkan kendali kekang itu padaku sepenuhnya. Tepat setelah memegang penuh kendali atas Erebus, para ksatria langsung dalam posisi siaga dan tidak melepaskan pandangan dariku dan Erebus. Huh ... keterlaluan.
Erebus mendengik lalu menciumi wajahku. Aku mengelus pelan surai berwarna hitam miliknya. "There, there." Sesekali aku menciumi pipi Erebus yang dibalas dengikkan lembut darinya. Astaga nak, kenapa kamu cepat sekali besarnya?!
Ksatria disekitarku terdiam, kekhawatiran mereka ternyata sia-sia. See, Erebus itu sudah seperti anakku sendiri. Bahkan seorang ksatria paling hebat pun tak akan bisa menjinakkan Erebus kalau tidak ada aku disisinya.
Tak berselang lama, Ayah datang dengan setelan militer berwarna putih kebiruan. Vest berwarna navy, kemeja hitam, jas dan cravat putih kebiruan serta panji-panji berlambang rumit menghiasi jasnya. Rambutnya disisir kebelakang agar terkesan klimis. Aku yakin, jika Ayah memiliki status duda akan ada banyak sekali wanita bangsawan yang mau melemparkan diri mereka, entah dijadikan istri keberapa.
Omong-omong, Ayah juga bergelut didunia militer hanya saja keberadaannya tidak terlalu dibutuhkan. Bahkan pangkat yang diterimanya hanya mencapai Kapten, tidak seperti kepala keluarga bangsawan lain yang biasanya dapat mencapai pangkat Komandan atau malah Panglima. Ya, dia memang bukan spesialis dalam bidang militer dan pertahanan, atau dia enggan memasuki bidang itu dan lebih memilih bergelut didunia politik dan mempertahankan negara secara diplomatik.
Ia tersenyum padaku, namun senyuman itu luntur saat melihatku memegang kekang Erebus. "Nak, kamu yakin ingin menaiki kuda itu?"
Aku menghela nafas panjang. "Ayah, dengarkan aku. Erebus hanya dapat ditaklukkan olehku, bahkan seorang ksatria terhebat didunia pun tidak akan bisa menaklukkannya, jika aku tidak berada disisinya."
"Baiklah," Ia mengiyakan sambil tersenyum kecut.
Ia kemudian memanggil beberapa ksatria kepercayaannya untuk membicarakan strategi berburu atau menyuruh mereka tidak melepas pandangan dariku. Sekarang aku mengerti mengapa Sophie sangat risih juga Ayah overprotektif seperti ini. Rasanya seperti dikekang, men.
*****
Aku telah berkumpul ditengah lapangan yang menjadi tempat pembukaan acara perburuan. Aku duduk disamping Ibunda Lily yang duduk disamping Ayah. Kami duduk dijajaran kursi paling depan tepat disamping kiri singgasana keluarga kekaisaran. Gelar Ayah membuat kami hampir setara dengan keluarga kekaisaran, belum lagi sejarah McDeux yang katanya masih berhubungan dekat dengan keluarga kekaisaran. Dan disebelah kanan terdapat keluarga Kiehl.
Kami duduk disini sambil mendengarkan pidato singkat dari sang kaisar. Aku mencuri pandang kearah Kiehl yang juga mencuri pandang kearahku. Setiap pandangan kami terbalaskan ia tersenyum manis membuatku mau tak mau juga ikut tersenyum.
Ia mengenakan setelan berburu yang tidak beda jauh dariku, hanya saja setelannya didominasi dengan warna hitam dan ungu seperti keluarga kekaisaran pada umumnya. Rambutnya terlihat seperti biasa, acak-acakkan dan tidak teratur. Benar-benar gayanya sekali.
Suara decakan terdengar dari singgasana yang diperuntukkan bagi Putra Mahkota. Adrien duduk disana dengan setelan seperti Kiehl hanya saja lebih mewah dengan panji-panji kebangsawanan. Ia terlihat kesal entah karena apa. Aku juga sempat mendapatinya melirikku hanya saja kuabaikan, dan lebih memilih membuat kontak mata dengan Kiehl. Aku tidak ingin terjebak dalam perasaaan yang sama dua kali, Adrien. Tolong mengertilah.
Setelah memberikan pidato singkat yang berisi wejangan untuk memenangkan perburuan. Kaisar Lucas berjalan ke sisi panggung untuk mengambil sebuah palu yang telah dihiasi pita berwarna kuning dan oranye. Ia mengarahkan palu itu pada sebuah gong raksasa yang terhubung pada meriam konfeti.
"Sebagai Matahari Utama Callesius, dengan ini acara perburuan telah dimulai!"
Ia memukulkan palu itu sekali pada gong. Suara tabrakan terdengar nyaring diikuti dengan suara tembakan meriam. Hanya dalam hitungan detik, langit dihiasi dengan kelopak bunga krisan dan juga konfeti yang mengotori lingkungan.
*****
Ini perburuan pertamaku, setidaknya aku ingin meninggalkan sebuah kesan. Kesan yang dapat membuat orang-orang enggan mencari masalah denganku. Contohnya, aku telah menjatuhkan pamor Rubyanne dihadapan nona lain, sehingga aku yakin setelah ini tidak ada yang berani menghinaku dijamuan atau pesta, kecuali si pakan kambing itu.
Setidaknya, aku ingin menempati posisi kedua atau ketiga yang berburu paling banyak. Biarlah Duke muda Exford yang menempati urutan pertama selama tiga tahun berturut-turut, aku hanya ingin membangun identitas sebagai "Nona Rasa Tuan Muda".
Kali ini aku sedang mempersiapkan panah yang akan kubawa. Setiap ujung panahnya kuamati, ada yang tumpul atau tidak. Jika ada yang tumpul maka akan ku asah agar semakin tajam. Terhitung ada 40 panah yang kubawa lalu kukemas dalam quiver.
"Nona."
Aku langsung menoleh kearah sumber suara. Sumbernya berasal dari salah seorang ksatria McDeux yang memiliki surai berwarna biru pucat. "Ada apa?" tanyaku padanya.
"Apa Anda tidak ingin berganti pedang?" tawarnya sambil melihat pedang yang tersemat dipinggangku dengan tatapan prihatin. "Ksatria kita membawa banyak pedang dengan kualitas lebih baik."
Aku tersenyum kecut lalu menggelengkan kepala. "Tidak perlu, pedang ini sudah cukup bagiku," ujarku.
Ksatria itu terlihat ragu. "Anda yakin?" tanyanya lagi.
Tanpa berpikir dua kali, aku kembali menganggukkan kepala. Tentu saja aku yakin. Pedang ini telah bersamaku sejak masih bayi. Ibuku mati-matian bekerja hanya untuk mendapatkan pedang ini dan membantuku menjaga diri. Mana mungkin aku menggantinya, hanya karena memiliki model yang usang.
"Baiklah, maaf mengganggu waktu Anda." Ia kemudian pamit undur diri dan kembali kepada kawanannya.
Aku kembali memeriksa panahku, setelah merasa semua panah yang kupilih tajam. Kuletakkan quiver-nya dibalik punggung, tentu saja dengan bantuan seorang ksatria. Tanganku masih terlalu pendek untuk meraih punggungku sendiri.
Setelah mengucapkan terima kasih, ksatria itu pamit pergi. Aku sendiri sibuk menyamankan diri dengan selempang quiver yang membalut tubuhku. Tanpa disengaja, mataku bersinggungan dengan si pakan kambing yang tengah menyodorkan sesuatu kepada Kiehl.
Oh, haruskah aku hampiri mereka?
*****
Kiehl memandang gadis dihadapannya datar. Gadis bersurai hijau tua itu menyodorkan sebuah sapu tangan hitam yang melukiskan namanya dengan benang berwarna ungu. Gadis itu adalah Rubyanne, dia menundukkan kepala dengan wajah tersipu malu-malu.
"Tuan Muda, tolong terima sapu tangan saya!" serunya semakin menyodorkan sapu tangan itu kedepan wajah Kiehl.
Kiehl memundurkan kepalanya risih dan berjalan mundur dua langkah, untuk menjauh dari putri bungsu Marquess Fillton itu. Manik ametis-nya bergulir, memperhatikan sekitarnya yang memperhatikan dirinya dengan Rubyanne. Intinya ia dan Rubyanne menjadi pusat perhatian. Tak jauh dari mereka, terdapat dua nona yang memiliki selera berpakain yang serupan dengan Rubyanne, mereka adalah antek-antek gadis itu.
Kiehl menepis tangan Rubyanne yang tersodor didepan wajahnya. Ia bukanlah sosok gentleman seperti pria bangsawan pada umumnya. Dirinya tidak terlahir sebagai seorang pria yang selalu mengutamakan kenyamanan seorang wanita. Bahkan dia sering menyulitkan ibunya sendiri, apa kabar dengan perempuan lain?
"Menjauhlah!" desis Kiehl.
Rubyanne terdiam dengan manik mata bergetar seolah-olah ingin menangis. "Cengeng," gerutu bocah bermata ametis itu.
Saat Kiehl hendak berlalu pergi, Rubyanne langsung mencengkram lengan bocah itu. Gigi Kiehl bergemelatuk tak senang akan perbuatan Rubyanne. "Lepas!" desisnya.
"Ti—"
"Halo."
Ucapan Rubyanne terpotong, keduanya menoleh kearah sumber suara. Seorang gadis bersurai putih diikat ekor kuda dan mata sewarna merah darah berdiri sejauh satu meter diantara mereka. Siapa lagi jika bukan Snow? Tatapan Kiehl yang tadinya datar berubah senang saat melihat Snow, namun berbanding terbalik dengan Rubyanne yang memandang penuh kebencian terhadap Snorett.
"Snow!" sahut Kiehl senang.
Snow tersenyum kecil kearah tangan Rubyanne yang mencengkram lengan Kiehl. "Kalian tampaknya sangat dekat."
"Tentu saja! Kami akan bertunangan!" seru Rubyanne tanpa melepaskan cengkeramannya.
Mata Kiehl melotot ketika mendengar pengakuan Rubyanne. Ia langsung menepis kasar tangan gadis itu, membuat Rubyanne nyaris terpental kebelakang. "Omong kosong!"
Kiehl segera menghampiri Snow yang hanya menonton interaksi keduanya. "Hei Snow!" sapa Kiehl riang. "Kau ikut berburu?"
Snow menganggukkan kepala lalu berkacak pinggang. "Lihat saja nanti, aku akan membawa harimau gunung sebagai buruanku."
Sementara kedua bocah itu berbincang-bincang, Rubyanne yang merasa tersisihkan mengepalkan kedua tangannya. "Tidak seharusnya seorang perempuan ikut berburu, Nona McDeux. Itu menentang peraturan tata krama wanita bangsawan," ujarnya geram.
Snow langsung mengalihkan atensinya pada Rubyanne yang terlihat menahan amarah. "Sungguh pemikiran yang kuno, Pakan Kambing."
"Maksudmu?" Terdengar suara bergemelatuk dari gigi Rubyanne.
"Jika kita tersesat ditengah hutan yang dipenuhi hewan buas, apakah tata cara minum teh dan berjalan anggun seperti yang tertera pada buku tata krama akan membantu? Tidak, bukan?" ujar Snow menantang membuat Rubyanne mati kutu.
Ia mendekati Rubyanne lalu menepuk pundak gadis itu dan berbisik ditelinganya. "Susah payah Permaisuri Lylia menaikkan derajat perempuan, tetapi malah lahir perempuan semacam dirimu yang menjadi beban bagi perempuan lain. Sungguh ironis."
Snow kini tengah memprovokasi Rubyanne, agar gadis itu membuat kekacauan. Dia ingin pamor Nona Fillton itu jatuh, sejatuh-jatuhnya. Ia tak suka ketika melihat sifat Rubyanne yang begitu angkuh, seolah-olah ialah yang akan menjadi bunga kekaisaran nanti.
Dan hal itu berhasil. Rubyanne mendorong tubuh Snow menjauh membuat tubuh gadis itu terlonjak kebelakang namun tidka tersungkur. Gadis berambut hijau tua itu mulai mengamuk dengan mata kuning yang melotot. Ia menunjuk-nunjuk wajah Snow dan meneriaki gadis itu dengan segala sumpah serapah yang tidak seharusnya dikatakan seorang nona bangsawan.
Hal itu menarik perhatian orang-orang yang ada disekitar mereka. Perlahan-lahan orang-orang mulai berbisik tentang perkataan Rubyanne yang tidak sepatutnya dikatakan oleh gadis seumurannya. Pamor gadis itu semakin jatuh tanpa dirinya sendiri sadari.
*****
Selasa, 01 Maret 2022.
Orca_Cancii🐳
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top