Bab 25: Ayah Memilihmu Sebagai Pewaris.

Kembali lagi bersama Orca yang cancii dan imut disini! Orca membuka cerita ini langsung dari planet Kepler 12, lagi jalan-jalan antarbintang soalnya.

Pertama, pengen tahu dong kalian dari planet mana?

By the way, I have a quizzzz!!!! Yang bisa jawab bakal Orca tag di next chap😗

Pertanyaan

Apa itu Grafena?

Monggo dijawab~~~
Btw, pertanyaan diatas ada hubungannya dengan sequel cerita ini.

Jangan lupa vote-nya!!!

*****

Seusai keributan yang terjadi di kebun Snowy, Serra kembali dengan Sir Derrel. Ia juga menyampaikan bahwa kediaman ini kedatangan keluarga Grand Duke Yostegard dari ibukota (Calleum). Setelah luka ditangan Sophie diobati, kami kembali kekamar masing-masing.

Jika Grand Duke Yostegard datang kemari, apa mungkin Kiehl juga ikut? Aku tidak mau terlalu berharap, hanya saja aku ingin melihat Kiehl. Sudah cukup lama, terakhir kali aku melihatnya. Dia menarik dimataku, apa mungkin aku menyukainya?

Entahlah.

Kali ini aku didandani oleh keempat pelayanku dengan tema segar dan simple. Gaun mini tanpa lengan berwarna merah, bercorak floral. Rambut diikat ekor kuda tinggi, diikat menggunakan pita sifon merah marun. Dan sepatu balet yang talinya terbuat dari mutiara.


Seperti biasanya, hasil pekerjaan mereka benar-benar memuaskan. I love iiitt~~

*****

Kini aku duduk bersebelahan dengan Sophie diruang tamu. Ayah duduk dikursi tunggal dan Grand Duke Yostegard duduk dikursi tunggal disisi lain. Sementara para istri duduk disisi suami mereka. Aku terkagum-kagum melihat penampakan Grand Duchess Yostegard. Dia amat cantik dan memiliki senyuman yang manis. Wajahnya tidak terlihat tembam walaupun tengah hamil tua.

Dihadapanku ada Kiehl yang terus tersenyum padaku.

Sophie mencondongkan tubuhnya kepadaku. "Dia kenapa tersenyum padamu terus seperti orang tolol?" bisiknya terdengar ketus.

Aku langsung menepuk tangannya pelan. "Jangan seperti itu, Sophie. Itu tidak sopan," balasku berbisik.

Wajah Sophie berubah cemberut lalu bersidekap. Aku hanya menggelengkan kepala melihat tingkahnya itu. Selama aku mendengarkan percakapan antara dua pemimpin itu, sepertinya akan dibangun jembatan baru di earldom Stewards. Dan pihak Calleum akan berperan sebagai pemberi dana, Grand Duke Yostegard juga berkata bahwa Earl Kenedict akan kemari.

"Untuk selebihnya, mari dibicarakan di ruang kerja saya Lord Calsen." Ayah berujar ramah.

Grand Duke Yostegard menganggukkan kepala sembari tersenyum tipis. "Tentu, Lord Alexander." Aww, Grand Duke Yostegard ternyata lebih berbudaya daripada saudaranya yang merupakan Kaisar.

Pada akhirnya, kami terpecah menjadi beberapa kelompok. Para pria dewasa pergi ke ruang kerja untuk membicarakan pembangunan jembatan. Para wanita dewasa pergi ke taman untuk pesta minum teh kecil-kecilan. Dan kaum anak kecil berjalan-jalan mengitari grand duchy.

Kali ini kami berjalan menuju kebun Snowy dengan posisi aku berjalan ditengah-tengah. Para pelayan dengan teratur mengekori kami. Aku merasakan ada tiga jenis mood yang tersebar diantara kami. Sophie sedang kesal, aku merasa biasa-biasa saja, dan Kiehl yang kelewat senang. Barangkali Sophie kesal karena waktu bermainnya denganku harus terpangkas dengan adanya Kiehl.

Adikku ini senang memonopoliku, menemaniku latihan berpedang, membantu menanam bunga, hingga membantuku mengendalikan sihir hitam—yang tentu saja hanya diketahui oleh beberapa orang saja. Bahkan, ia sering tiba-tiba muncul ditempatku berada, entah itu di ruang santai, kebun, parahnya didalam walk-in-closet-ku. Terkadang aku merasa bahwa dia sedang menguntitku, tetapi tidak masalah, setidaknya hidupku tidak terlalu monoton.

"Tuan Muda Yostegard, apa Anda tidak masalah bermain dengan kami para nona muda?" tanya Sophie sinis, mulai memantik api. Aku akan memperhatikan mereka saja.

Dengan ramah, Kiehl menyahut. "Tidak masalah, Nona Muda McDeux. Saya ikut karena ingin bermain dengan Snow."

Sepasang alis Sophie bertaut dan dahi mengerut dalam. Terlihat kentara sekali, bahwa ia tidak menyukai Kiehl. Bisa saja tercipta perang hebat disini, tetapi aku lebih memilih diam dan menonton saja. Sebenarnya menonton orang yang bertengkar itu cukup menyenangkan. Rasanya seperti melihat dua bekantan yang tengah adu mulut. Lucu.

"Snow? Lucu sekali Anda bersikap seolah-olah mengenal dekat kakak saya. Sebagai informasi, kakak saya tidak suka dengan orang yang sok akrab. Kalau tidak percaya silahkan lihat Ayah saya."

Yep, Sophie benar. Aku tidak suka orang yang sok akrab. Dia sangat mengerti aku. Omong-omong, aku membutuhkan berondong jagung dan es limun disini. Suasana makin panas.

Senyum miring terpampang diwajah Kiehl. Ia tersenyum hingga kedua matanya menyipit. "Sayang sekali, tetapi Snow adalah sahabat saya. Tentu itu tidak masalah, bukankah begitu, Nona Muda McDeux?"

Woaahh! Kiehl, kau menjatuhkan bom-nya terlalu cepat! Aku bahkan belum mendapatkan berondong jagung disini. Siapapun! Segera ambilkan aku berondong jagung dan es limun, cepat! CEPAT!

"Nona Sophia! Nona Sophia!" Seorang pelayan wanita berlari kearah kami. Sophie langsung menatap wanita itu.

"Ada apa?"

"Nyonya Lilianne memanggil Anda," kata pelayan itu sopan.

Yahh, tontonanku sudah selesai. Timing-nya sangat tidak tepat nona pelayan!

Sebelah alis Sophie terangkat. "Ibu? Memangnya ada apa?"

"Utusan dari Kuil Suci datang untuk menjemput Anda, Nona."

"APA?!!" Sophie amat terkejut.

Benar juga sih, dia hanya mendapatkan libur dua minggu. Seminggu telah digunakan untuk liburan Alulu, belum lagi dihitung perjalanan pulangnya. Memang sudah seharusnya Sophie kembali ke Kuil Suci hari ini.

Fighting, Sophie!

*****

Mau tak mau aku hanya berdua di taman Snowy bersama Kiehl. Sophie telah diboyong oleh pihak Kuil Suci untuk mendalami pendidikannya. Namun tentu saja, terjadi keributan terlebih dahulu. Seperti terjadi kejar-tangkap karena Sophie enggan untuk kembali ke Kuil Suci.

Bahkan dengan Ayah yang turun tangan pun, orang-orang masih kesulitan untuk membawa Sophie. Pada akhirnya Sophie dibuat tertidur dulu oleh pihak kuil, baru membawanya pergi. Ayah juga harus menyampaikan permintaan maaf pada Grand Duke Yostegard yang sedang bertandang dirumah.

Geez, perasaan dulu Sophie tidak sebar-bar ini. Mengapa sekarang terlihat sangat brutal?

Aku dan Kiehl. Duduk berdampingan. Hanya berdua.

AAGKDLFJDKDKFJDJDAHSKDJALS!

Mungkin itu reaksi Orca ya, teman-teman. Kalau aku sih hanya santai dan memandangi taman ini. Tidak terlalu memedulikan Kiehl yang melirikku melalui ujung matanya.

Taman ini mengalami begitu banyak perubahan. Yang dulunya hanya diisi dengan bunga-bunga liar, sekarang dipenuhi oleh bunga berkualitas baik. Rumput dipotong dengan rapi dan rata. Serta adanya beberapa monumen penghias taman dan beberapa mainan anak-anak. Kupu-kupu juga berterbangan disekitar taman, sekedar untuk menghisap nektar bunga.

Kami masih diam, tidak ada yang mengambil inisiatif untuk memulai percakapan. Membiarkan suasana canggung dan menyesakkan melingkupi kami. Beberapa kali aku menangkap Kiehl hendak membuka mulut, tetapi ia langsung menutup mulutnya lagi ketika tertangkap olehku. Ada apa dengannya sebenarnya? Biasanya dia akan sangat cerewet dan asal berbicara?

"Snow," akhirnya dia memanggilku.

Aku langsung melihat kearahnya. Kiehl menunduk seolah-olah menutupi ekspresi wajahnya. Dia terlihat gugup, aku juga menangkap rona merah menutupi sebagian pipi tembamnya.

"Apa?"

Ia mengangkat kepalanya, menatapku terkejut. Ada apa sih? "Kau ... Kau berubah? Suaramu terdengar dingin."

Hah? Uh, ya. Aku kehilangan rasa ambisiusku Kiehl. Aku hanya berdehem menanggapi Kiehl.

Raut wajahnya semakin khawatir. "Ada apa? Apa kau baik-baik saja? Ayahmu pasti melukaimu 'kan? Iyakan?"

Aku mengangkat sebelah tanganku, menandakannya untuk diam. "Cukup, Kiehl, kembali ke topik awal. Apa yang ingin kau bicarakan?"

Kiehl yang tadinya ingi melontarkan kata-kata kembali terdiam. Rona merah menyelimuti kedua pipinya. Ia kembali menunduk lalu bergerak gugup.

"Itu ... Snow ... Apa kau sudah memiliki tuangan?" Kiehl berucap terbata-bata.

Kedua alisku bertaut dan menukik tajam. "Tunangan?"

Bocah berambut hitam itu kembali menganggukkan kepala. "Ya. Kau tahu ... para bangsawan biasanya telah dijodohkan sejak kecil oleh keluarga mereka. Jadi ... apa mereka telah merancang pertunangan untukmu?"

Woahh, aku tercengan sebetapa lancarnya Kiehl menjelaskan hal itu. Pertunangan ya? Aku tidak terlalu berharap lagi dapat menikah dengan pria yang kucintai, bahkan aku tak yakin dapat keluar dari kediaman ini. Ayah akhir-akhir ini mulai agak protektif, tidak, maksudnya sangat overprotektif.

Dia bahkan berniat mengikutkanku ke Kuil Suci seperti Sophie, agar aku tidak perlu menikah. Para gadis yang ada di Kuil Suci tidak diperkenankan untuk menikah dan harus menjaga kesucian mereka dan hasrat dan nafsu seksual. Jika ada gadis yang melanggar, maka ia akan didepak dari Kuil Suci atau lebih parahnya mendapat hukuman mati bagi yang "tidur" diluar pernikahan. Hal itu juga berlaku bagi para pendeta pria, kardinal, dan paladin disana.

Tetapi tentu saja aku tidak bisa ikut. Sihir hitam didalam tubuhku akan melemah berada didalam kuil. Dan hal itu bisa menyerang kesehatan hingga menyebabkan kematian untukku.

Aku menggelengkan kepala. "Tidak," jawabku jujur.

Raut wajah ragu-ragu Kiehl, tiba-tiba saja berubah cerah. Senyuman lebar terpampang diwajah manis pemuda itu. Ia tiba-tiba saja berdiri diatas kursi sembari mengangkat kedua tangannya keatas. Seolah-olah memenangkan lotre 1 miliar cales. "YESS!!!"

Ia melompat dari kursi lalu berlari masuk kedalam kediaman dengan kedua tangan masih terangkat. Ia terlihat bahagia dengan wajah berseri-seri. Lebih cerah, dari pertama kali ia datang.

"Aku menyukaimu, Snow!" teriaknya sembari memasuki kediaman.

Aku merasa syok akan pernyataan tadi. Kutolehkan kepala kearah para pelayan pribadiku yang menunggu tak jauh dari tempatku duduk.

"Ada apa dengannya?"

Keempat gadis itu kompak menggelengkan kepala. Tidak ingin tahu-menahu perihal kehidupan romansaku.

*****

Keluarga Yostegard kembali ke Calleum (ibukota) tepat setelah makan malam. Ada satu hal yang tidak bisa kulupakan sepanjang makan malam tadi adalah Grand Duke Yostegard terus menyinggung perihal pertunangan. Tidak secara terang-terangan, melainkan dengan cara yang halus dan tersirat. Aku sempat melihat ekspresi Ayah terlihat tertekan karena tidak bisa menentang ucapan adik kaisar tersebut.

Apalagi Kiehl yang terus tersenyum lebar sepanjang makan malam. Entah apa yang telah ia adukan pada ayahnya, tetapi aku merasa dia berencana akan melamarku. Terlebih lagi kata-kata yang ia ucapkan saat ditaman tadi. Niatnya itu sudah sangat tertebak.

Kali ini giliran Ayah yang bersikap aneh. Aku tadi sedang nyaman rebahan diatas kasur sembari membaca novel petualangan. Tiba-tiba saja Olive mengetuk pintu kamarku dan berkata bahwa Ayah memanggilku ke ruang kerjanya.

Dulu, setiap aku dipanggil ke ruang kerja Ayah, menandakan aku telah membua kesalahan besar. Entah itu menyakiti Sophie atau Ibunda Lily, atau hal lainnya seperti menghancurkan gedung dan membunuh seseorang. Tetapi kali ini aku tidak pernah menyakiti atau membuat kekacauan. Kira-kira mengapa ia memanggilku?

Oh, apa ini karena pembahasan pertunangan tadi?

Tepat didepan pintu ruang kerja Ayah, ksatria yang berjaga didepannya langsung membukakan pintu untukku. Aku memasuki ruangan itu dengan langkah santai. Disana terdapat Ayah yang duduk disofa sembari melihat kearah balkon yang menunjukkan langit malam penuh bintang.

Sebuah cerutu terselip diantara jarinya dan bibir terbuka kecil mengeluarkan segumpal asap berwarna putih. Aku baru tahu dia suka merokok.

Tanpa pikir panjang, aku langsung menarik kedua ujung gaunku lalu membungkuk hormat. "Segala keagungan—"

Kata-kataku terpotong karena Ayah tiba-tiba menggendongku lalu mendudukkanku diatas pangkuannya. Perasaan selama ini dia menggendongku dengan mudah. Apa aku seringan itu baginya?

"Tadi Ayah pikir kamu sudah tidur," ucapnya sambil mengelus-elus puncak kepalaku gemas.

"Tidak, aku sedang membaca buku. Apa Yang Mulia Ayahanda memerlukan sesuatu?"

Helaan nafas berat mengalun dari pria memangkuku ini. "Panggil saja aku Ayah atau Papa, sayang. Ayah tidak akan marah kok."

Aku memandangnya skeptis. Itu agak sulit. Aku memiliki pengalaman yang sangat buruk saat aku memanggilnya dengan sebutan informal. Walaupun dia tidak akan melakukannya lagi, tetap saja aku merasa waspada padanya.

"Akan kuusahakan," ujarku tak pasti.

Helaan nafas panjang kembali terdengar. Aku hanya diam menunggunya berbicara. Tangan besar Ayah tidak henti-hentinya mengelus puncak kepalaku. Sesekali ia mengisap cerutu lalu meniup segumpal asap dari mulutnya.

"Ayah dan Ibu mu sudah menentukan,"  aku diam menunggu perkataannya selesai. "Kamu akan mewarisi gelar Grand Duchess ini, Snow. Ayah memilihmu sebagai pewaris."

*****

Maaf kalo gaya penulisan Orca gak konsisten. Soalnya Orca juga masih nyari "jati diri".

Btw, Orca mau nyari visual rl buat char cerita ini, tapi gak dapet. Ada yang bisa kasih saran? Tapi tolong jangan idol kpop, soalnya latar cerita ini eropa bukan asia. Sama Orca juga udah mabuk ama char-char wattpad yang make kpop idol sebagai visualnya.

Snorett

Sophia

Bridget

Kiehl

Adrien

Klein

Alexander

Lilianne

Selasa, 22 Februari 2022.

Orca_Cancii🐳

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top