Bab 2: Sarapan Bersama Kaisar.

Selamat membaca! Jangan lupa vote-nya ya!

*****

Aku mengalihkan pandanganku kepada cermin. Cerry telah selesai mendandaniku. Ia terlihat senang dengan penampilanku yang tidak berlebihan ini.

Menundukkan kepalaku sesaat, aku melihat kearah cincin batu delima tadi. Permata delima itu kembali berkilauan dan berwarna merah darah. Tidak menggelap malah berkilat dengan indah.

Aku mengelus cincin itu sesaat. "Akan kutagih janjimu itu, Choryrth," gumamku.

Aku kembali mengangkat kepalaku, lalu melihat kearah cermin. Manik delimaku berpapasan dengan Cerry yang tengah kegirangan. Aku tersenyum tulus melihatnya.

"Anda sangat cantik, Nona!" Ia berucap senang.

Aku terkikik pelan, aku berjanji tidak akan melukai gadis ini lagi. Tidak akan pernah.

"Terima kasih, Kak Cerry," ucapku tak kalah senang.

Cerry terperangah, mungkin terkejut saat kupanggil 'Kak'.

"K-kak? Kakak?!! Astaga Nona! Saya tidak pantas—" Aku langsung meletakkan jari telunjukku diatas bibirnya.

Aku menggelengkan kepala pelan, kemudian tersenyum senang hingga mataku menyipit. "Itu tidak benar. Kau pantas kak!"

Mata kuning Cerry berkaca-kaca, sepertinya terharu. Ia langsung menghambur memelukku dengan erat. Aku tertegun saat Cerry merengkuh tubuhku.

Rasanya ... hangat. Apa ini yang namanya kasih sayang? Apa seperti ini rasanya dipeluk oleh keluargamu? Apa ... Apa ... kasih sayang memang senyaman ini? Inikah yang disebut ... bahagia?

Oh, astaga! Aku merasakan mataku berkaca-kaca. Tidak, aku tidak ingin menangis. Aku merasa bahagia bukan sedih, tetapi mengapa aku malah menangis? Apa kantung air mataku mengalami kerusakan?

Aku sekarang tengah mati-matian menahan airmata ini agar tidak jatuh. Perasaan bahagia ini benar-benar rumit.

Cerry menguraikan pelukannya. Dapat kulihat dia tersenyum sedih saat melihat wajahku. Tangannya bergerak mengelus puncak kepalaku dengan lembut.

"Anda kuat, Nona. Sangat kuat, saya yakin Anda pasti akan menemukan kebahagiaan Anda. Anda gadis paling tangguh yang saya temui, Nona," ucapnya lembut.

A-aku tidak bisa menahannya lagi. Air mataku langsung jatuh dan mengalir melalui pipiku. Aku menundukkan kepalaku. Memperhatikan kedua tangan yang kukepalkan. Kuat? Apa aku kuat?

"Sekuat apapun aku, aku tetaplah manusia biasa yang membutuhkan kasih sayang. A-aku ... aku ingin dipeluk. Aku ingin didukung. Aku ingin direngkuh dengan lembut," ucapku seraya terisak.

"Aku hanya anak kecil, Kak Cerry!!! Aku ingin dicintai seperti Sophia!!! Aku ingin dipeluk dengan lembut oleh ayah!! Aku ingin ibu berada disisiku lagi, dan mendukungku seperti dulu! Aku ... A-aku ... ingin merasakan yang namanya keluarga ... . Tetapi mengapa semua orang malah menjauhiku dan mengataiku???!!!" seruanku kian meradang.

Aku yakin suaraku tadi terdengar hingga keluar. Pelukan Cerry padaku semakin mengerat. Ia mengelus-elus punggungku sengan lembut seolah-olah aku adalah vas bunga yang akan pecah barang disenggol sedikit saja.

"Tenanglah, Nona. Saya akan melakukan semua itu untuk Anda untuk saat ini. Pasti suatu saat nanti, akan ada seseorang yang menjadi tempat Anda untuk pulang. Seseorang yang dapat menjadi rumah untuk Anda. Seseorang yang mampu memberikan Anda semua cinta dan kasih sayang yang ada didunia. Saya yakin Anda akan mendapatkannya," ucapan Cerry kembali menenangkanku.

Aku membenamkan wajahku didadanya. Sesenggukan mulai mereda, hingga beberapa saat kemudian aku berhenti menangis. Aku mengusap pipiku yang basah bergantian.

Aku mendongak keatas, mendapati Kak Cerry tengah tersenyum teduh kepadaku. Aku membalasnya dengan senyuman tulus.

"Terima kasih," ucapku sambil tersenyum manis hingga mataku menyipit.

Kulihat Cerry terkekeh pelan, tangannya masih mengelus kepalaku dengan lembut. Seharusnya dari dulu aku menyadari bahwa ada Cerry selalu disampingku. Dengan bodohnya aku malah menyiksanya hingga gadis itu menghembuskan nafas terakhirnya.

"Bagaimana jika kita pergi sekarang? Baginda Kaisar dan Yang Mulia Putra Mahkota pasti telah menunggu," tanyanya. Aku hanya mengangguk senang sebagai balasan.

*****

Aku berjalan dengan tenang melewati koridor yang panjang ini. Perjalanan dari kamarku ke ruang makan di mansion utama cukup jauh. Mengingat kamarku berada digedung belakang yang cukup jauh dari mansion.

Gedung belakang terdapat empat kamar. Milikku, ibuku, Cerry, dan pelayan pribadi ibu. Tetapi karena ibuku dan pelayannya telah meninggal, yang tinggal disitu hanya kami berdua.

Mengapa Cerry tinggal digedung itu? Apa disana tidak ada asrama untuk pelayan? Oh, tentu saja ada. Ayahku tidak ingin ada orang-orang ibu atau aku yang berbaur dengan orang-orangnya. Itulah mengapa dia tidak membiarkan Cerry tinggal bersama pelayan yang lain. Ya, sebenci itu dia dengan ibu dan aku.

Kami sudah melewati taman bunga milik Grand Duchess Lilianne, berarti kami telah memasuki koridor mansion utama. Mulai terlihat beberapa pelayan yang mondar-mandir membawa barang atau makanan. Ada juga yang tengah mencuci dan menjemur pakaian diluar.

"Eh, ada Nona Snorett,"

"Huh, kenapa dia ada disini?"

"Tentu saja dia disini ingin merayu Yang Mulia Putra Mahkota dan Baginda Kaisar, seperti dia merayu Yang Mulia Grand Duke,"

"Ah, benar juga. Kaisar kemari ingin mengajukan lamaran terhadap salah satu putri Yang Mulia Grand Duke,"

"Sudah pasti Baginda Kaisar akan memilih Nona Sophia kita, mana mungkin anak Nyonya iblis itu menjadi permaisuri,"

Para pelayan perempuan itu mulai berbisik-bisik saat melihatku. Ingin sekali rasanya kujahit mulut mereka, tetapi aku harus tenang. Karena jika aku bertingkah seenaknya, derajatku tidak lebih tinggi dari mereka.

Ah, benar juga, aku pernah mengalami ini dulu. Ketiga pelayan itu dulu juga mengataiku, namun saat itu aku langsung meninju wajah mereka satu persatu. Dan saat itulah, aku langsung dicap buruk oleh Adrien, namun berbeda dengan Kaisar yang menganggapku sangat kuat.

Tak membutuhkan waktu lama aku telah sampai didepan pintu ruang makan. Cerry telah melipir kesamping pintu, untuk memberitahu takzim bahwa aku telah datang. Aku diam didepan pintu, sembari menunggu takzim meneriakkan kedatanganku.

"Yang Mulia Nona Muda Snorett Serena McDeux memasuki ruang makan!!!" seru sang takzim.

Tepat setelah pemberitahuan kedatanganku, pintu setinggi tiga meter itu terbuka. Aku mengangkat kepalaku tinggi-tinggi dan berjalan dengan anggun kedalam ruangan. Intinya, aku harus membuat citra yang baik dihadapan Kaisar agar dia mau mendukungku mewarisi gelar grand duchess.

*****

Seisi ruang makan itu terlihat diisi dnegan beberapa orang. Kursi diujung meja yang seharusnya diduduki oleh Grand Duke Alexander, telah diduduki dengan seseorang yang memiliki derajat lebih tinggi, Kaisar Lucas Kieran fran Yostegard.

Tepat disamping kanannya terdapat anak berumur 11 tahun, yang tak lain adalah Adrien, Sang Putra Mahkota. Disamping kiri Kaisar, terdapat Grand Duke Alexander, yang disamping terdapat Grand Duchess Lilianne dan Sophia yang duduk sejajar.

Kaisar Lucas dan Grand Duke Alexander terlihat tengah berbincang-bincang, sesekali disahuti oleh Grand Duchess Lilianne. Sementara itu, Adrien dan Sophia hanya diam memperhatikan para orang dewasa yang tengah berbincang.

Mereka belum memulai sarapan, karena tengah menunggu anggota keluarga lain yang belum datang. Siapa lagi kalau bukan Snorett.

Sophia terlihat gelisah ditempat duduknya. Mata safirnya terus bergulir mencari kehadiran seseorang yang ia idolakan.

"Ayah, kakak kenapa lama sekali ya?" tanya gadis berumur tujuh tahun itu.

Grand Duke Alexander menghela nafas kasar. Dia tidak suka jika putri kesayangannya itu terus mengkhawatirkan Snorett.

Dia senang Sophia memiliki sifat yang polos dan suci, berbeda dengan Snorett yang terkutuk. Tetapi dia tidak suka jika Sophia terlalu lembut terhadap musuhnya. Mengingat Snorett selalu menyiksa Sophia sejak kecil, dan Sophia malah mengidolakannya bukan dendam terhadapnya.

"Sudahlah, Sophia. Dia tidak datang juga tak masalah," ucap sang grand duke santai.

"Alex jangan berkata seperti itu! Dia itu anakmu!" omel Grand Duchess Lilianne seraya menatap nyalang sang suami.

Grand Duke Alexander hanya menggerutu kecil. Tak berani membalas istrinya.

Kejadian itu tidak luput dari penglihatan Kaisar Lucas dan Adrien. Kaisar Lucas terkekeh pelan, sementara Adrien hanya memandangi mereka datar.

Sophia langsung murung saat sang ayah malah mengabaikan kakaknya. Dia tahu kakaknya sering membuat onar, tetapi dia seperti itu karena keadaan. Sophia sadar, kakaknya menderita karena dirinya dan ibunya. Jadi dia membiarkan Snorett menyiksanya, agar bisa menebus dosa-dosanya kepada kakaknya itu.

Kau membunuh satu-satunya orang yang melahirkan dan menyayangi kakak. Dan seenak jidatnya, kau malah mengabaikan kakak dan mengatainya. Benar-benar ayah yang tak berguna, batinnya

Seberapa suci Sophia, dia tetap memiliki sisi gelap. Ingatlah, didalam cahaya pasti ada setitik kegelapan.

Sophia tidak menyukai ayahnya yang selalu mengabaikan Snorett. Dia tidak suka dengan orang dewasa yang selalu pilih kasih. Dia juga tak menyukai dirinya sendiri yang selalu mengambil segala hal yang seharusnya milik Snorett.

Seolah-olah dia dilahirkan memang untuk membuat Snorett menderita. Dia tidak suka itu, dia lebih memilih menghilang dan dilupakan. Daripada harus mengambil sesuatu yang seharusnya milik kakaknya.

Sophia terus bergerak gelisah dikursinya. Mengkhawatirkan sang kakak yang datang terlambat. Dia takut kakak kesayangannya itu terluka atau kecelakaan. Sampai suara takzim berkumandang, dan membuatnya semakin bersemangat.

"Yang Mulia Nona Muda Snorett Serena McDeux memasuki ruang makan!!!"

Semua mata yang ada dimeja makan itu langsung melihat kearah pintu, dengan berbagai macam tatapan.

Pintu setinggi tiga meter itu terbuka. Menampakkan wujud seorang gadis yang lumayan tinggi untuk anak seumurannya. Rambutnya putih bersih layaknya salju dimusim dingin dengan mata semerah darah.

"Kakak!"

*****

Semua mata langsung melihat kearahku, saat aku memasuki ruangan. Yang paling mencolok adalah tatapan Sophia. Mata biru safirnya dipenuhi binar kebahagiaan saat melihatku. Astaga, aku jadi merasa bersalah karena telah memutilasinya dulu.

Aku berjalan dengan anggun, kemudian berhenti tepat disamping kiri Kaisar, untuk memberi salam.

Kuangkat ujung gaunku dan membungkukkan badan penuh hormat. "Salam untuk Matahari Kekaisaran, Baginda Kaisar Lucas dan Yang Mulia Putra Mahkota Adrien. Salam juga untuk Yang Mulia Grand Duke Alexander dan Grand Duchess Lilianne serta Nona Muda Sophia."

Dapat kudengar tepukan tangan dari arah depanku. Kudongakan kepalaku untuk melihat siapa yang bertepuk tangan. Ternyata Kaisar Lucas yang bertepuk tangan. Dia kemudian tersenyum saat melakukan kontak mata denganku.

"Bangunlah, Nona Snorett," ucapnya.

Menuruti permintaannya, aku langsung menegapkan tubuhku. Disusul dengan mengangkat daguku tinggi.

Kaisar terlihat takjub dengan sikapku. Tidak, semua orang yang ada diruangan ini tercengang. Aku bertanya-tanya apa yang membuat mereka begitu tercengang.

"Wah, wah, kau bilang tidak menyukai putri sulungmu ini, Alexander. Tetapi kau juga mengajarinya etiket tata krama seorang permaisuri bukan nona bangsawan," sindir Kaisar sembari menatap ayahku sinis.

Seketika aku menegang, bodohnya kau, Snorett! Aku dulu sangat terobsesi dnegan posisi permaisuri demi Adrien. Jadilah aku mempelajari segala macam etiket wanita nomor satu di kekaisaran, permaisuri. Tetapi pada akhirnya aku malah berakhir di guillotine bukan di singgasana permaisuri.

"Saya tidak pernah membawakan guru etiket permaisuri untuknya, Baginda," ucap ayah dengan nada jengkel.

Sesekali ayah melirikku dari ujung matanya. Dari lirikannya, dia terlihat jengkel padaku.

Suasana canggung mulai tercipta. Aku jadi merasa bodoh karena telah melakukan hal yang tak terduga. Tak lama kemudian, Grand Duchess Lilianne berdehem dan tersenyum lembut padaku.

"Snorett duduklah, kau pasti lelah berdiri terus," ucapnya tulus.

Aaah, ibu tiriku, tolong jangan lembut seperti itu. Aku'kan jadi merasa bersalah karena dulu telah menikammu berkali-kali.

Menuruti perkataan ibu tiriku, aku langsung berjalan kekursi disamping Sophia. Karena aku yang dulu dengan tidak tahu malunya langsung berjalan kesamping Adrien, dan dia menatapku tak suka.

Well, itu karena dia adalah penyelamatku dulu. Karena aku tipikal orang yang berhutang budi, tentu saja aku tidak akan melupakan pahlawanku. Dan kali ini, aku tidak akan melakukan hal bodoh itu.

Aku tak sengaja melakukan kontak mata dengan Sophia, mata biru safirnya yang besar itu terlihat bahagia saat melihatku. Aku tersenyum lembut kepadanya, dia kemudian bergerak senang saat melihat senyumanku.

Baru aku akan mendaratkan bokongku diatas kursi. Kaisar Lucas langsung berdehem membuat gerakanku terhenti.

"Duduklah disamping putraku, Snorett," ucapnya.

Aku terkejut, kulihat kursi kosong disamping Adrien. Sementara Adrien sendiri menatapku datar.

"Yang Mulia, saya tidak pan—"

"Ini perintah," potong Kaisar lagi.

Astaga! Orang tua ini kenapa sih?! Diawal-awal dia memang tertarik denganku, tapi lama kelamaan dia akhirnya tidak menyukaiku karena sikapku yang sembrono. Di kehidupan dulu, Kaisar berakhir bunuh diri, karena merasa bersalah telah menunangkan Adrien denganku.

Aku menghela nafas pasrah, kemudian bergerak menjauh dari Sophia. Sophia juga terlihat tidak ikhlas dan memasang wajah murung. Hiks, adikku yang manis, tolong bantu kakak durhakamu ini.

Dengan pasrah, aku langsung mendudukkan diri disamping Adrien. Aku tak sengaja melakukan kontak mata dengan bocah itu. Dapat kulihat dia hanya menatapku datar. Ya, ya, aku tahu kau tak menyukaiku.

Aku langsung memalingkan wajahku, memutuskan kontak mata itu. Tanpa kusadari, dia tersenyum tipis, sangat tipis hingga hanya semut yang dapat melihatnya.

Sarapan pun dimulai dengan khidmat. Hanya suara dentingan alat makan yang terdengar. Sesekali ayah berbincang dengan Kaisar.

Jujur, aku merasa bosan dengan sarapan yang formal seperti ini. Diam-diam aku mencuri pandang ke Sophia yang ada dihadapanku. Ternyata dia juga mencuri pandang kepadaku.

Saat kami melakukan kontak mata, aku langsung tersenyum manis kepadanya. Sophia terlihat terkejut, matanya yang bulat semakin melebar. Tak lama kemudian ia langsung tersenyum senang. Aww, adikku yang manis.

Kami mulai terkikik kecil, seolah-olah tengah bercanda melalui telepati. Ah, aku menyesal telah melukainya selama ini. Terima kasih ibu, telah mengulang waktu untukku, hiks. Aku cinta kamu, ibu.

Aku telah selesai menelan suapan terakhirku, begitupula Sophia. Aku tidak memandang orang lain dimeja ini selain Sophia. Mungkin setelah ini, aku akan mengajaknya ke barak, untuk menemaniku latihan berpedang.

Aku mengusap mulutku menggunakan sapu tangan dengan perlahan dan anggun. Entah kenapa aku merasa Adrien memperhatikanku terus menerus. Tapi begitulah, aku mengabaikannya. Dia hanya akan melirikku sesaat, kemudian langsung berpindah ke Sophia karena mereka memang ditakdirkan bersama.

Tak lama kemudian, Kaisar langsung memulai topik utama, penyebab kedatangan mereka kemari.

"Baiklah, saya tidak akan berbasa-basi. Jadi kedatanganku kemari untuk menunangkan salah satu putri Grand Duke of Dexter dengan Adrien," ucapnya.

Aku tidak terkejut lagi, karena aku telah mengalami ini dulu. Dan aku tidak akan bertingkah bodoh dengan menyodorkan diri sendiri seperti dulu.

*****

Second Daughter of Dexter's Grand Dukedom
Sophia Aneska McDeux
(Umur: 7 tahun)
(145 cm/35kg)

Update setiap hari Kamis!

Ditulis pada tanggal,
Selasa, 24 April 2021

Publish pada tanggal,
Kamis, 9 September 2021

Orca_Cancii🐳

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top