Bab 19: Ambisi Sang Putra Mahkota.
Absen dulu dong, asal mana aja yang baca?
Selamat membaca! Jangan lupa vote-nya ya!
*****
Alex berjalan dengan langkah lesu setelah keluar dari kamar putri sulungnya. Dirinya tidak menyangka akan ditolak oleh Snorett.
"Tolong ... anggap aku seperti sebelumnya. Anggap aku seolah-olah, aku tak pernah terlahir didunia ini, seolah aku tak pernah ada."
Kata-kata Snorett terngiang-ngiang dikepalanya, membuatnya pusing. Apa dirinya tidak memiliki kesempatan lagi?
"Yang Mulia! Yang Mulia!"
Alex langsung membalikkan badannya saat dirinya dipanggil. Seorang wanita berambut hijau tua memakai kacamata tengah berlari kearahnya. Wanita itu berlari tergesa-gesa seolah-olah baru saja dikejar-kejar oleh arwah gentayangan.
"Ada apa, Olive?" tanya Alex malas.
Olive, sang kepala pelayan terlihat tengah memukul-mukul dadanya. Menormalkan sirkulasi pernafasannya yang terasa berat, setelah berlari dari mansion bagian depan hingga bagian tengah. Dengan mansion yang hampir sama besarnya seperti istana kekaisaran, berlari sejauh itu pastilah sama dengan berlari marathon dua kilometer.
Setelah berhasil menormalkan pernafasannya, Olive langsung mengatakan maksud dirinya mendatangi Alex. "Yang Mulia, kita baru saja kedatangan Paduka Kaisar dan Yang Mulia Putra Mahkota. Mereka ada di ruang tamu sekarang."
Pupil mata Alex melebar, ia mendelik kearah Olive. "Kau baru memberitahuku?!" bentaknya.
Olive mendelik balik, apa pria berambut putih itu tidak melihat upayanya untuk memberitahu dirinya?! Seperti berlari dari ruang tamu hingga ke ruangan tengah! Sebagai sesama anak haram seorang bangsawan, pria dihadapannya ini sama sekali tidak berperike-anak haram-an.
"Iyalah, idiot" Namun, karena masih menunjukkan formalitasnya, ia enggan mengatakan hal tersebut. "Tetapi Yang Mulia Grand Duchess sudah menjamu keluarga kekaisaran, Yang Mulia."
Alex yang seketika merasakan pening menghampiri kepalanya, langsung mengurut tempat diantar dua alis tebal miliknya. Dirinya berpikir, apa yang membuat sang Kaisar datang kediamannya? Apa dia hendak memaksa salah satu putrinya untuk menjadi Putri Mahkota?
Tidak bisa! Snow dan Sophie jelas-jelas sudah menolak. Kenapa dia begitu gigih? rutuk Alex dalam hati.
*****
Saat baru saja hendak keluar kamar, Serin dan beberapa pelayan lainnya langsung menarik tubuhku kembali kedalam kamar. Sophie yang berada disamping kamarku juga mengalami hal yang serupa. Diriku didandani layaknya boneka, ditarik kesana-kemari hingga membuatku merasa muak.
Tepat setelah mereka memakaikan crinoline ditubuhku. Aku langsung mendorong dua pelayan yang memegangi pundakku.
"Cukup!"
Semua tarikan itu terhenti, para pelayan tersebut langsung menundukkan kepala dalam. "Maafkan kami, Nona." Serin berucap mewakili teman-temannya.
Aku mengurut batang hidungku sembari berkacak pinggang. Apa yang membuat mereka melakukan hal ini?
"Ada apa dengan kalian?" tanyaku lebih pelan.
Serin dan kawan-kawan menundukkan kepala dalam. Astagaa, mereka ini kenapa? Lagipula dimana Cerry dan Tania? Aku memang menyuruh mereka untuk keluar karena aku ingin istirahat, apa mereka tidak menunggu didepan pintu?
"Itu, Nona ..." Serin menggantung kata-katanya, "... kediaman ini kedatangan Paduka Kaisar dan Yang Mulia Putra Mahkota," cicitnya.
Helaan nafas lelah keluar dari bibir mungilku. Apalagi yang kedua orang itu inginkan? Aku dan Sophie sudah jelas-jelas menolak proposal pertunangan itu. Tentu saja, mau tak mau mereka harus melakukan kontes pencarian Reigne, untuk mencari pendamping bagi Adrien. Entah kekaisaran ini mendapatkan Permaisuri yang terbilang kurang akal, Adrien pasti bisa menutupinya secara lelaki itu memang cerdas sejak lahir.
"Lalu mengapa kalian mendandaniku seperti tadi?" tanyaku tegas.
Para pelayan itu saling bertatapan sejenak lalu kembali melirikku. Seorang pelayan berambut merah berbicara mewakili pelayan lainnya. "Anda harus tampil cantik dihadapan Paduka Kaisar dan Yang Mulia Putra Mahkota, Nona." Saat mengatakan hal tersebut, wajahnya terlihat sangat lugu, "Anda harus menjadi Permaisuri, Nona." Ia memberikan pengertian.
Aku memandangi gadis itu dari bawah keatas. Aahh ... dia salah satu pelayan baru yang dipilih Ibunda Lily untukku kemarin. Dimasa lalu aku tidak terlalu ingat dia siapa, dia seorang gadis yang selalu menyisihkan diri dari yang lain. Selalu menyendiri, kalau tak salah namanya Karen.
"Tidak perlu, tidak tertarik," ketusku menyangkal ucapannya.
Para pelayan itu terlihat tercengang. Tanpa aba-aba, Serin langsung maju kedepan, mendorong Karen ke samping hingga membuat tubuh gadis bersurai merah itu limbung. "Mengapa tidak, Nona?"
Mataku melirik Serin aneh. Apa-apaan gadis ini? Yang menolak aku, mengapa jadi dia yang marah? Memang posisi Permaisuri itu keinginan semua wanita di Kekaisaran ini. Selain menjadi ibu negara dan wanita nomor satu di Kekaisaran, gadis yang terpilih juga mendapatkan seorang suami yang amat rupawan.
Tetapi maaf, hal-hal semacam itu tidak menarik untukku. Memang, menjadi seorang permaisuri itu memiliki banyak keuntungan, namun bahayanya juga banyak. Entah ada Nona bangsawan lain yang iri, lalu mengirimimu pembunuh bayaran. Aku sih tidak mau, aku hanya ingin hidup dengan tenang sekarang.
"Aku tidak pantas," ujarku malas.
"Nona!" seru Serin keras hingga membuatku terkejut.
"Anda sangatlah pantas! Anda itu sempurna! Anda bisa cerdas, cantik, dan berbakat, belum lagi bakat Anda dibidang berkuda, berpedang. Tidak semua Nona bangsawan bisa melakukan hal itu, Nona!" Kedua mata Serin terlihat berapi-api saat mengatakannya.
"Baru sekarang kau memujiku, dulu-dulu kau kemana? Menyebarkan gosip bahwa aku adalah pemimpin para iblis, begitu? Iya, Serin?" sindirku.
"Nona ..." Serin berucap lesu.
Kakiku berjalan kearah meja rias. Tanganku meraih penghapus riasan lalu menghapus riasan tebal yang ada diwajahku. Aksiku itu mengundang rengekan kecewa dari para pelayan. Dan lagi-lagi suara Serin berdengung paling keras dari yang lain.
"Nona, jangan dihapus!"
"Berisik! Dandani saja aku dengan simpel seperti biasa!" perintahku dengan suara keras.
Rengekan tak terima kembali terdengar dari kubu para pelayan. Sebenarnya yang atasan disini aku atau kalian sih?
"Ini perintah!"
Pada akhirnya aku harus kembali menggunakan metode pemaksaan.
*****
Seorang pria bersurai hitam dengan mata serupa batu ametis, terlihat duduk dengan menyilangkan kaki disebuah sofa single. Ia menyesap secangkir teh yang telah disediakan. Sementara itu, seorang anak laki-laki yang memiliki penampilan serupa duduk disebuah sofa panjang tepat disamping sang Ayah. Ada beberapa prajurit yang menyebar disekitar ruangan, berjaga-jaga jika ada bahaya yang mengintai tuan mereka.
Lucas tersenyum kecil
kepada Lily yang disofa single yang ada didepannya. Wajah wanita berkepala dua itu terlihat malas, beberapa kali ia memutar bola mata jengah saat tak sengaja bertatapan dengan Lucas.
"Bagaimana kabarmu, Grand Duchess?" tanya Lucas berbasa-basi.
"Baik." Bahkan akan menjadi lebih baik, jikalau kau tak ada disini, tambah Lily dalam hati.
Lucas mengangguk-anggukkan kepala ringan sembari meletakkan cangkir teh tadi pada tempatnya. "Jadi ... dimana calon menantuku?"
Kedua alis Lily tertaut tak suka, "Calon ... menantu?"
Lucas kembali mengangguk. "Ya, dimana Sophie? Tidak mungkin aku memilih si gadis iblis itu, bukan?"
Adrien yang berada disamping pria itu langsung menatapnya tajam. Dari kemarin dia selalu meminta untuk ditunangkan dengan putri sulung dari Dexter. Tetapi Ayahnya selalu beralih ke putri kedua kediaman tersebut. Entah apa yang membuat Ayahnya itu berubah pikiran, padahal diawal-awal pria itu sangat menggebu-gebu menunangkannya dengan Snorett.
Lily menatap Lucas nyalang, seolah-olah hendak menerkam sang kaisar. Ingin rasanya ia menampar mulut pria tersebut, namun sayangnya terlalu banyak ksatria kerajaan yang berjaga disekitar ruangan tersebut. Alhasil, ia hanya bisa menahan rasa ingin memukul itu.
"Jaga ucapan Anda, Paduka," Lily menggeram dengan nada berat.
Sang kaisar mengedikkan bahunya ketika mendapat ancaman tersebut. "Aku hanya mengatakan fakta."
"Maaf atas kelancangan saya, Paduka. Tetapi putri sulung saya bukanlah iblis seperti yang Anda katakan," sahut suara berat yang terdengar tidak terima akan pernyataan sang Kaisar.
Atensi orang-orang diruangan tersebut langsung teralih pada seorang pria bersurai putih, yang berjalan masuk kedalam ruang tamu itu. Dibelakangnya diikuti dua gadis kecil dengan warna rambut yang sama, namun model rambut dan pakaian yang berbeda.
Penampilan Snow terlihat sederhana namun elegan dengan gaun tanpa lengan berwarna merah selutut, dan rambut diurai setengah. Sedangkan Sophie mengenakan gaun berlengan cembung berwarna putih selutut dan rambut yang dikepang menjadi satu untaian, menambahkan kesan imut dan murni pada penampilannya.
"Oh, Grand Duke. Padahal saya hanya mengiyakan perkataan Anda dari waktu-waktu yang lalu. Bukankah Anda sendiri juga yang menceritakan bahwa putri sulung Anda terlahir dengan darah iblis didalam nadinya?" Lucas berkomentar santai yang semakin membuat Lily dihadapannya merasa geram.
Tidak berbeda jauh dengan Lily, Alex juga dibuat jengkel oleh perkataan pria berambut hitam tersebut. Perasaan kecewa dan kesal juga melingkupi hatinya. Sekesal-kesalnya ia pada Lucas, ia lebih kesal pada dirinya sendiri. Bisa-bisanya ia dulu membenci Snorett dan Hailey, padahal kedua orang itu hanyalah korban dari kebodohannya.
Sophie memandang Kaisar Luca dengan tatapan penuh dendam. Sesekali ia melirik sang kakak yang berada disampingnya, namun kakaknya itu hanya menunjukkan tampang datar. Seolah-olah tidak ingin ikut campur pada ucapan Kaisar yang masih membawa-bawa nama baiknya. Spontan Sophie langsung meraih tangan sang kakak, membuat Snow melirik kearah pertautan tangan mereka.
Snow tersenyum kecil pada sikap Sophie yang mencoba membuat dirinya merasa lebih baik. Sebenarnya perkataan Kaisar tidak terlalu membuatnya merasa sakit hati. Dirinya merasa biasa saja, mungkin julukan gadis iblis itu sudah menyatu dalam dirinya. Atau dari awal dirinya memang si gadis iblis itu.
"Terima kasih," ujar Snow pelan yang hanya bisa didengar oleh Sophie. Sophie terlihat senang lalu memberikan senyuman terbaiknya pada sang kakak. "Sama-sama, Kakak~"
*****
Digedung belakang, tempat tinggal diriku dulu. Terdapat sebuah taman kecil yang ditanami berbagai macam bunga yang kebanyakan merupakan bunga liar. Taman itu dibuat oleh ibuku dan pelayan pribadinya, sewaktu mereka masih hidup. Disinilah diriku sekarang.
Taman itu bukanlah taman yang mewah seperti taman milik Ibunda Lily di gedung utama, namun taman itu membawa kesan tersendiri bagiku.
Setelah kedatangan Kaisar yang tiba-tiba ke kediaman ini, sempat terjadi perdebatan panjang membuatku jengah. Kaisar menuntut agar Sophie menjadi tunangan Adrien, namun hal itu ditentang oleh Sophie dan Ayah, serta Ibunda Lily. Dan yang mengejutkan Adrien juga ikut-ikutan menolak lalu secara terang-terangan memintaku menjadi tunangannya didepan khalayak ramai.
Karena risih dan jengah karena perdebatan itu mulai membawa-bawa namaku kedalamnya. Aku langsung pamit undur diri, disinilah diriku sekarang. Duduk disebuah pohon zaitun yang dibentuk seperti kursi. Yang menumbuhkan pohon tersebut adalah pelayan pribadi ibuku, kalau tak salah namanya bibi Amanda Rhoes.
Aku cukup heran mengapa seorang penyihir alam yang cukup langka bisa menjadi pelayan pribadi Ibu, bahkan rela mati untuknya. Namun setelah mengingat latar belakang kehidupan Ibu yang sangat misterius dan dipenuhi rahasi, membuat rasa heranku menghilang.
Mataku memperhatikan seluruh taman ini dengan tatapan sendu. Tiba-tiba saja sekelebat ingatan lama saat aku tengah bermain kejar-kejaran bersama ibuku muncul begitu saja. Air mataku mengalir mengingat masa menyenangkan tersebut. Ingin sekali rasanya kembali ke masa itu, dimana saat Ibu masih hidup dan melimpahkan seluruh kasih sayangnya padaku.
Suara isakkan mulai keluar dari bibir mungilku. Aku menutup wajahku dengan kedua tangan. Terkadang aku berpikir, apa Tuhan begitu benci denganku hingga mengambil semua sumber kebahagiaanku lalu membuatku seperti seorang penjahat? Mengapa aku harus menjadi seorang penjahat? Akulah KORBAN-nya disini!
Aku tidak pernah meminta untuk dilahirkan. Aku juga tidak pernah meminta untuk dibenci semua orang. Setiap kali, sebelum diriku tidur, Ibu selalu berbisik padaku bahwa seluruh orang didunia ini mencintaiku, bahkan Tuhan sekalipun. Namun faktanya, mereka semua membenciku, bahkan Tuhan merebut segala kebahagiaanku! THEY ALL HATE ME!
Setiap orang terlahir memiliki peran didunia ini. Dan Tuhan memberikanku peran sebagai seorang penjahat yang dibenci oleh semua orang. Namun, mengapa diri-Nya tetap memberikanku perasaan? Mengapa?
Sebuah tepukan dipundakku membuatku terkejut. "Apa yang membuat Nona Snorett bersedih?"
*****
Dua orang anak kecil berbeda jenis kelamin, berjalan dilorong mansion dengan berdampingan. Keduanya terlihat tidak peduli satu sama lain. Si gadis tengah menampakkan wajah cemberut, sedangkan si bocah menunjukkan ekspresi datar. Beberapa pelayan terlihat membungkukkan badan hormat saat melewati mereka berdua.
Setelah sedikit percekcokan di ruang tamu tadi, dan hampir terjadi penyerangan yang dilakukan oleh Lily. Perbincangan antara Lucas dan Alex dialihkan ke ruang kerja Grand Duke. Sementara Lily mendapatkan hukuman tahanan rumah selama sebulan oleh Lucas.
Para anak-anak akhirnya memilih untuk berkeliling mansion. Dengan tujuan mencari Snorett, tentu saja keduanya memiliki tujuan masing-masing untuk bertemu Snorett. Adrien ingin menarik melamar Snorett, sedangkan Sophia ingin bermain bersama sang kakak.
"Kalau bukan karena kedatangan kalian, aku sekarang pasti sudah bermain bersama Kak Snow," cibir Sophia sembari melirik Adrien sinis.
Adrien melirik Sophia dengan dahi mengerut. "Snow? Apa itu nama panggilannya? Manis juga."
Sophia mendelik tajam kepada Adrien. "Ya! Dan Putra Mahkota tidak boleh memanggil kakak seperti itu!"
Sebelah alis Adrien terangkat. "Mengapa tidak?"
"Karena Anda tidak dekat dengan kakakku, tentu saja!!" Sophia menyilangkan kedua tangannya didepan dada.
Kepala Adrien termangut-mangut ringan, kedua tangannya ia letakkan dalam saku celana. "Kalau begitu aku harus memanggilnya Snow, karena dia aakn menjadi istriku kelak."
Kedua manik Sophia menatap sang putra mahkota nyalang. "Dalam mimpimu!"
Sepasang bahu Adrien bergedik tak peduli. Mana-nya mencoba merasakan dimana letak keberadaan Snorett. Mulutnya bergerak membaca sebuah mantra, tak lama tubuhnya langsung menghilang begitu saja membuat Sophia terkejut dibuatnya. Sang Putra Mahkota baru saja melakukan teleportasi kesebuah tempat yang berisi Snorett didalamnya.
"Dasar Pangeran sialan!" umpat Sophia kesal.
*****
Aku memandang datar pria kecil yang berdiri dihadapanku ini. Bagaimana dia bisa menemukan keberadaanku? Aku langsung menghapus jejak air mata dipipiku menggunakan telapak tangan. Adrien menyodorkan sebuah sapu tangan yang hanya bertengger diudara bebas, tidak kuambil. Siapa juga yang mau mengambil barang milik mantan.
Merasa niat baiknya tidak ditanggapi, Adrien kembali menarik tangannya lalu menaruh sapu tangan itu kedalam sakunya. Bocah berambut hitam itu terbatuk pelan, mencoba mencairkan suasana canggung disekitarnya.
"Jadi, Nona Snow apa yang membuat Anda bersedih?"
Nona Snow? Padahal tadi dia memanggilku Snorett loh, mengapa tiba-tiba berubah?
"Bukan bermaksud lancang, Yang Mulia. Tetapi saya tidak mengijinkan Anda untuk memanggil nama kecil saya," ujarku datar.
Kening Adrien yang tertutupi poni itu berkerut tak suka. "Mengapa tidak boleh?"
"Karena kita tidak dekat," jawabku dengan tenang.
Adrien mengurut tempat diantara alisnya. Ia kemudian terkekeh pelan, yang membuatnya terlihat songong dimataku. "Nona, saya harus membiasakan diri saya sendiri untuk memanggil Anda Snow. Agar saat kita menikah nanti, saya sudah tidak canggung lagi."
Dalam mimpimu!
Aku tidak mau menikah denganmu ya, sialan! Siapa juga yang mau menikah dengan malaikat mautku sendiri, aku sih tidak mau. Walaupun memiliki wajah setara dengan para malaikat ia tidak mau!
"Tolong, Yang Mulia, jangan terlalu berharap ..." ucapku sinis. "Saya tidak pernah ingin menjadi Permaisuri atau segala macam gelar yang berkaitan dengannya. Saya hanya ingin hidup dengan tenang tanpa direcoki oleh siapapun. Jadi saya mohon, jangan ganggu saya."
"Setiap gadis di Kekaisaran ini ingin menjadi Permaisuri." Adrien berujar, menolak kenyataan bahwasa aku menolaknya.
Bola mataku memutar malas. "Kalau begitu, carilah gadis yang benar-benar menginginkan posisi itu. Saya sungguh-sungguh tidak menginginkannya sama sekali," kataku sinis.
Tiba-tiba saja Adrien menarik tanganku lalu mencium punggung tanganku. "Saya tidak akan menyerah, My Lady."
Segera aku langsung menarik tanganku kembali dari genggamannya. "Begitupula saya, Yang Mulia. Saya tidak akan menyerah untuk menolak Anda, sampai kapanpun itu."
Kakiku mulai berjalan meninggalkan taman tersebut dan juga Adrien. Adrien sendiri menatap dalam diam kepergianku.
Tanpa Snorett sadari, dia baru saja menjadi target seekor elang gunung raksasa. Adrien menatap telapak tangannya yang tadi digunakan untuk memegang tangan Snorett dengan penuh ambisi. "Kau akan menjadi milikku, Snow."
*****
Fuahh ... akhirnya done! Utang Orca lunas ya, semuanya!
Saatnya balik tidur!
Ditulis pada tanggal,
Kamis, 20 Januari 2021.
Dipublikasikan pada tanggal,
Kamis, 20 Januari 2021.
Orca_Cancii🐳
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top