Bab 16: Suatu Perubahan.
Absen dulu dong, asal mana aja yang baca?
Selamat membaca! Jangan lupa vote-nya ya!
*****
"Jadi menurut kalian aku mirip dengan Snowlet si Peri Musim Dingin?" tanya Snow dengan penuh kehati-hatian.
Kedua orang berbeda gender dan bangsa itu menganggukkan kepala. Namun terlihat perbedaan yang amat signifikan dari keduanya. Cerelia hanya mengangguk singkat sementara Kiehl menganggukkan kepalanya berkali-kali dengan penuh semangat. Ya, memang pada dasarnya bocah itu hiperaktif jadi harap dimaklumi.
"Benarkah? Mungkin hanya rambut kami yang sama, mata kami pasti berbeda!" Snow kembali menyangkal.
"Tidak, Snowlet memiliki mata berwarna merah," ujar Cerelia kalem. Kiehl menanggapi dengan menganggukkan kepalanya semangat.
"Aku pernah bertemu dengan Snowlet sekali, Lady. Dan dia mirip denganmu, walau sifat kalian berbanding terbalik sih." Kali ini Kiehl yang berkomentar.
Snow langsung meletakkan telapak tangannya didepan mulut. Setiap kali ia terkejut ia pasti reflek melakukannya. "Kupikir Snowlet memiliki mata berwarna biru."
Sebelah alis Cerelia terangkat. "Apa yang membuatmu berpikir seperti itu?"
Tangan gadis berambut putih itu bergerak mengelus tengkuknya sendiri. "Kau tahu 'kan, salju dan musim dingin tidak jauh-jauh dengan warna putih dan biru. Seperti penampilanmu saat ini, penampilanmu didominasi dengan warna cerah dan hangat. Merah muda, ungu, magenta, dan hijau sangat mencerminkan suasana musim semi. Lagipula mengapa Snowlet memiliki mata merah, apa dia masih berhubungan dengan iblis?"
Cerelia dan Kiehl berdecak tak senang saat mendengar penjelasan seorang Snow. Pasti disela-sela sebuah pembicaraan dia pasti selalu merendahkan dirinya sendiri. Dengan mengatakan mata merah berhubungan denagn iblis, secara tak langsung ia menyebut dirinya sendiri iblis.
"Hei! Tidak semua peri memiliki penampilan yang berhubungan dengan musim yang mereka kehendaki. Seraphine pixie musim semi di benua Wesley memiliki rambut berwarna hitam dan mata berwarna perak. Seraph pixie musim panas di benua Ostern juga memiliki rambut berwarna ungu dan mata berwarna hitam. Disetiap benua pasti ada peri yang memiliki penampilan yang tidak mencerminkan musim yang mereka emban. Di benua kita ada Snowlet dengan mata merahnya," jelas Cerelia kesal.
Baru saja Snow hendak menanyakan perihal mata merah sang peri musim dingin. Tetapi Kiehl malah memotongnya sebelum ia sempat berbicara.
"Mata merah milik Snowlet tidak ada kaitannya dengan iblis, Lady."
Snow kembali melakukan kebiasaannya ketika terkejut. Bagaimana tidak terkejut, selama dua puluh satu tahun ia hidup. Semua orang selalu menyangkut pautkan mata merah yang ia dan keluarga kakeknya miliki dengan makhluk penghuni dunia bawah yang disebut iblis. Sangking seringnya, terkadang Snow sampai tertidur diruang kelas karena terlalu sering dikatai begitu saat di akademi.
"Snowlet memiliki mata berwarna merah karena ia terlahir dari sari bunga damaskus merah yang tumbuh dipegunungan Creoline," jelas Kiehl.
Sebelah alis Snow terangkat saat mendengar penjelasan Kiehl. "Setahuku mawar damaskus merupakan tanaman yang renta terhadap suhu rendah. Bagaimana bisa bunga itu tumbuh di gunung salju abadi itu?"
"Karena mawar damaskus di gunung itu berevolusi. Tumbuhan itu tidak lagi layu atau merontokkan daunnya karena sudah terbiasa diterpa udara dingin atau cuaca ekstrim. Itulah mengapa mawar damaskus disana sangat kuat dan lebih indah," kali ini Cerelia yang berbicara.
Snow terdiam mendengar penjelasan Cerelia. Baru kali ini dia mendengar hal semacam itu. Ah, padahal dirinya sudah menghadapi berbagai macam hal yang lebih diluar nalar namun hal yang ia lihat cenderung mengerikan dan suram. Tetapi ketika mendengar sesuatu yang indah dan normal berubah menjadi sesuatu yang lebih indah membuat Snow sedikit linglung.
Bayangkanlah, hamparan mawar damaskus berwarna merah yang tetap tumbuh subur ditengah-tengah hujan salju. Setiap helaian kelopak bunganya yang berwarna delima pasti ditempeli kepingan salju yang membuat mawar itu semakin menawan. Seketika Snow merasa ingin melihat hamparan mawar itu. Mungkin ia harus mempercepat pencarian saudara kembarnya.
"Kalian sepertinya harus segera kembali."
Suara Cerelia berhasil mengembalikannya ke dunia nyata. Ia langsung melihat kearah Cerelia yang terbang menuju langit-langit goa. Gadis peri itu terlihat mengintip dari sebuah lubang yang berada dilangit-langit.
"Hari sudah mulai gelap, kalian harus segera kembali. Apalagi Lady Snorett belum melakukan debutante secara resmi atau tidak resmi, akan menjadi rumor buruk jika itu tersebar dimasyarakat."
"Ah, benar juga!" Kiehl langsung menggandeng tangan Snow. "Ayo Lady kita pulang, aku akan mengantarkanmu sampai danau tempat kita bertemu tadi."
Sebelum Snow memberikan jawaban, Kiehl langsung menarik lengan gadis itu. "Kami akan pulang, Cerelia. Sampai jumpa lagi!"
"Ya, selamat tinggal. Jangan datang lagi kesini. Kalian merepotkan," ujar Cerelia datar.
*****
Aku dan Kiehl berjalan melewati hutan pinus raksasa sebelum akhirnya kembali ke danau. Aku mendongakkan kepala memandangi langit yang menggelap dengan gradasi oranye yang terlihat tenggelam dari arah barat. Aku tak menduga hari telah gelap begini, perjalanan tadi terlalu menyenangkan. Sangking antusiasnya menemukan hal baru aku sampai lupa akan waktu. Mungkin lain kali aku akan mencoba mendatangi Cerelia lagi jika sedang luang.
"Lady, mari aku antarkan hingga ke grand duchy. Hari telah gelap, tidak baik bagi gadis sepertimu jalan sendirian," ujar Kiehl membuatku langsung memandangnya.
Spontan aku langsung menggelengkan kepala. "Tidak, tidak perlu, Young Lord. Aku akan baik-baik saja, lagipula grand duchy dan tempat ini sangat dekat."
"Benarkah?" Raut wajah Kiehl terlihat khawatir saat mengatakannya.
Aku hanya menganggukkan kepala antusias. Senyum manis terbit diwajahku. "Kita sama-sama pulang malam dan sama-sama sedang dikhawatirkan oleh penghuni rumah. Jadi lebih baik kita berpisah disini lalu kembali ke rumah dengan segera, agar lebih mempersingkat waktu."
Lagipula kalau membawa Kiehl ke grand duchy sangat berbahaya. Bisa-bisa akan muncul rumor aku menggoda dari pewaris Calleum itu. Tahu lah ya mulut para pelayan didikan ayah itu seperti apa. Aku bahkan heran, apa yang membuat mereka berani sekali membicarakanku?
Ya sudahlah, lupakan hal itu dulu. Yang terpenting sekarang adalah menyuruh Kiehl pulang tanpa harus mengantarku terlebih dahulu. Sungguh, aku tidak mau ada rumor tentangku dengan headline "Gagal Mendapatkan Putra Mahkota, Lady Snorett Berbalik Menggoda Sepupu Sang Putra Mahkota" seperti itu di grand duchy.
Walaupun sudah kebal aku juga lelah kali digunjing terus-menerus. Terlebih lagi congor para pelayan ini sungguh-sungguh pedas seperti cabai merah yang baru dipetik. Lelah hayati mendengarnya, astagaa.
Kiehl masih menunjukkan tampang ragu-ragu, sepertinya enggan untuk meninggalkanku sendirian. "Sungguh, Young Lord. Aku tak masalah pulang sendirian," kataku meyakinkan.
Pria kecil itu menghela nafasnya lelah, "baiklah. Aku akan membiarkanmu pergi tapi aku tidak mau ada formalitas diantara kita."
Formalitas? "Maksudnya?" tanyaku sembari memiringkan kepala.
Kiehl kembali menghela nafas namun kali ini ia mengelap wajahnya. "Maksudnya jangan panggil aku menggunakan gelar kebangsawanan, seperti Young Lord atau semacamnya."
Oh! Hanya itu? "Jadi kau mau kupanggil apa?"
"Kiehl saja."
"Baiklah, Kiehl!" ucapku riang.
Kulihat Kiehl tersenyum senang hingga kedua matanya menyipit. "Kalau begitu aku akan pulang, hati-hatilah dijalan."
Aku menganggukkan kepala singkat. "Kau juga berhati-hatilah."
Setelah aku berkata seperti itu, ia langsung berlari membelah hamparan padang rumput ilalang. Tangannya melambai kearahku.
"Sampai jumpa lagi, Snow!"
*****
Ketika aku memasuki grand duchy dari gedung belakang, semua pelayan yang ada disana langsung menatapku iba. Jujur saja, hal itu membuatku agak terkejut. Kupikir mereka akan menatapku remeh atau mulai berbisik-bisik menyebarkan rumor buruk tentangku. Tetapi mereka sekarang menatapku kasihan.
Tetapi aku tetap bodoh amat, kedua kakiku tetap berjalan santai melewati para pelayan ini. Hingga salah satu pelayan yang kuketahui bernama Serin, terlihat mengejarku dengan tergesa-gesa. Great! Apa dia mau mengerjaiku seperti biasanya.
"Nona! Nona Snorett!"
Sebelah alisku terangkat. Sejak kapan dia mau memanggilku dengan panggilan "Nona"? Biasanya dia hanya memanggilku menggunakan nama saja. Oh ya! Dia salah satu orang yang akan meregang nyawa ditanganku lima tahun lagi. Astaga, sudah berapa banyak orang yang akan aku bunuh selama ini?
Serin berdiri didepanku dengan tubuh yang membungkuk. Nafasnya tergesa-gesa karena berlarian mengejarku. "No ... na ..." panggilnya dengan nafas tercekat.
"Atur dulu nafasmu," suruhku.
Perlahan nafas Serin kembali teratur. Dadanya tidak lagi naik turun secara tidak beraturan.
"Sudah?" Serin mengangguk sebagai balasan.
"Ada apa?" tanyaku tegas. Mata sewarna permata delima milikku menatap wajahnya lurus.Dapat kulihat tubuh Serin langsung kaku.
"I-itu ...—"
"Yang jelas," nadaku yang berubah datar malah membuat wajah Serin pucat.
Gadis bersurai navy itu terlihat gelagapan. Kedua belah matanya tertutup gugup, ia kemudian menghela nafas panjang sebelum akhirnya kembali menatapku dengan iba. Sebelah alisku terangkat melihat ekspresinya itu. Sebenarnya apa yang terjadi selama aku pergi?
"Yang Mulia Grand Duke ingin menemui Anda di ruang kerjanya. Mari Nona saya antar Anda untuk membersihkan diri terlebih dahulu." Serin berucap dengan tubuh membungkuk hormat.
Ia yang tiba-tiba santun ini entah kenapa membuatku curiga. Apa dia baru saja mendapat hidayah? Atau ini salah satu trik barunya untuk mempermalukanku? Aku menganggukkan kepala mengiyakan. Mau tak mau aku mengikuti jalan rencananya. Kali ini aku tidak akan membiarkanmu mempermalukanku.
*****
Mataku tak berhenti memperhatikan Serin yang tengah membantu Tania menata rambutku. Sedetik pun aku tidak mengalihkan pandanganku darinya, takut-takut ia malah merusak tatanan rambutku yang telah rapi. Sementara Cerry, Elina dan Rachett tidak kelihatan batang hidungnya. Mulutku entah mengapa terasa gatal ingin menanyakan keberadaan ketiga gadis yang merupakan pelayan pribadiku itu.
"Mana Cerry, Elina, dan Rachett?"
Serin yang entah mengapa terlihat terkejut saat aku bertanya, dia bahkan menjatuh jepit rambut berbentuk bunga yang akan disematkan pada rambutku. Cepat-cepat gadis itu mengambil kembali jepit yang telah terjatuh dan kembali melakukan tugasnya dengan kikuk. Tania hanya meliriknya sekilas lalu menjawab pertanyaanku.
"Lady Elina dan Lady Rachett telah kembali ke akademi, Nona. Untuk Cerry, dia dipanggil oleh Yang Mulia Grand Duchess kekamarnya tadi."
Aku mengangguk-anggukkan kepala saat mendengar alasan Elina dan Rachett. Well, kedua gadis itu masih duduk bangku akademi, sekarang telah memasuki musim semi tentu saja akademi kembali dibuka. Mereka masih membutuhkan dua tahun lagi untuk lulus dari akademi. Saat ini mereka pasti telah memasuki semester genap, yang berarti musim gugur nanti telah memasuki tahun kedua semester ganjil.
Yahh, pelayanku kurang dua sekarang padahal baru saja mendapat pelayan baru. But, it's okay, aku sudah terbiasa melakukan segalanya sendirian. Jadi ini bukanlah masalah besar. Tetapi aku agak bingung, mengapa Ibunda Lily memanggil Cerry kekamarnya?
"Kenapa Ibunda Lily memanggil Cerry?" tanyaku spontan.
Dapat kulihat Tania melirikku sejenak dari kaca. Aku menunjukkan wajah polos penuh keingintahuanku kepadanya yang terpantul dari kaca. Tiba-tiba saja dia terbatuk lalu mengalihkan pandangannya kearah lain. Sementara Serin yang tadi curi-curi pandang pada cermin terlihat gemas akan sesuatu, ditandai dengan ia menggigit bibir bawahnya dan tangan gadis itu bergerak absurd pada rambutku. Seolah-olah melampiaskan sesuatu pada rambut putihku.
Tania yang tak sengaja melihat tangan Serin yang seolah-olah tengah mengacak-acak rambutku pun reflek memukul tangan gadis itu. Serin terlihat terkejut langsung menatap nyalang kepada Tania sambil mengelus-elus tangannya yang baru saja dipukul oleh Duchess of Exford dimasa depan. Tania juga tak mau kalah langsung menatap tajam Serin sambil berkacak pinggang, membuat gadis yang ditatap mencibir pelan lalu mengalihkan pandangannya kearah lain.
Entah mengapa aku merasa lucu dengan interaksi keduanya. Tetapi pertanyaanku belum dijawab oleh mereka. Aku berdehem keras seolah-olah tenggorokanku tidak dibasahi oleh air selama berhari-hari. Tapi karena aku seharian tidak ada dirumah tentu saja itu wajar. Aku bahkan melewatkan makan siang dan makan malamku. Bahkan selama aku pergi seharian, Ayah tidak mengerahkan satu prajurit pun untuk mencariku. Tetapi ya sudahlah ya, pria tua satu itu memang tidak bisa diandalkan.
"Ada apa, Nona?" tanya keduanya bersamaan.
"Cerry?"
"Oooohhh," keduanya sekali lagi berkata bersamaan.
"Saya juga kurang tahu, Nona," ucap Tania dengan kecepatan 200km per jam. Serin langsung menatap rekannya itu dengan tatapan terima, merasa didahului oleh Tania. Kok mereka lucu sih?
Spontan aku langsung tertawa kecil melihat tingkah keduanya. Kedua gadis dari kalangan menengah itu terlihat tertegun ketika melihatku tertawa. Tak lama senyum hangat langsung terbit dibibir mereka.
"Ah, bagaimana jika kita ke ruang kerja Ayah sekarang?"
Tiba-tiba saja senyum mereka luntur. Tatapan mereka yang tadinya hangat padaku berubah jadi tatapan iba. Aku jadi semakin penasaran, apa yang Ayah lakukan selama aku pergi?
*****
Apa-apaan ini?!
Sebenarnya apa yang terjadi selama aku pergi?!
Para pelayan ini ... Mengerikan.
Disepanjang koridor para pelayan yang tak sengaja berpapasan denganku tiba-tiba saja menyapaku dengan ramah tak lupa dengan senyuman manis. Bahkan ada yang membungkuk hormat padaku, ada juga yang memohon ampun dengan berurai airmata. Biasanya para pelayan perempuan akan mulai berkumpul lalu bergosip saat melihatku dari jauh, tetapi sekarang? Mereka langsung membubarkan diri dan menyapaku dengan hangat. Bahkan ada yang berbisik memujiku diam-diam, walaupun masih terdengar olehku.
"Kenapa aku baru sadar kalau Nona Snorett itu sangat manis?"
"Ya, mata merahnya juga berkilau seperti batu delima. Tidak terkesan seperti iblis bagiku,"
"Kita benar-benar dibutakan oleh sifatnya yang malu-malu. Nona Snorett itu bersikap kejam untuk menutupi hatinya yang rapuh,"
"Benar, Yang Mulia Grand Duke benar-benar keterlaluan terhadapnya."
Entah mengapa bisikan mereka malah membuatku bergidik ngeri. Hey! Kenapa mereka malah berubah seperti ini?
"Nona kita telah sampai," Tania berucap sopan.
Aku langsung menghentikan langkah kakiku tepat didepan pintu ruang kerja Ayah. Dibalik pintu ini ada seorang iblis beruban yang tengah menungguku, induk iblisku, Alexander Oddy McDeux. Seorang iblis yang telah merenggut kebebasan dua orang malaikat dan seseorang yang telah menyiksaku. Pria dibalik pintu ini sangat pintar melakukan play victim, jadi aku harus berhati-hati saat melawannya nanti.
Aku berbalik pada Tania dan Serin. Manik darahku menatap keduanya secara bergantian.
"Kalian tunggu disini, aku akan masuk," bisikku pelan seolah-olah akan masuk kedalam sarang penenun.
Kedua gadis itu menganggukkan kepala kompak. Spontan aku langsung memberikan jempol pada mereka. Keduanya saling bertatapan lalu memberikanku jempol mereka juga dengan wajah yakin. Suara dengusan menahan tawa terdengar dari belakang tubuhku yang ternyata berasal dari ksatria yang berjaga disamping pintu ruang kerja Ayah.
Ksatria itu langsung berdehem saat kupandangi. Mulutnya terbuka seakan-akan ingin meneriakkan namaku seperti biasanya. "No— hmmph?"
Tuan ksatria itu terlihat terkejut saat aku menutup mulutnya dengan kedua tangan mungilku. Dia lebih terkejut lagi saat melirik kebawah, mendapati aku tengah berdiri diatas balok es agar dapat menyamai tinggi tuang ksatria itu. Kali ini giliran Tania dan Serin yang menahan tawa mereka.
Aku memposisikan jari telunjukku tepat didepan bibir. "Shh!"
Tuan ksatria itu hanya menganggukkan kepala, mengiyakan. Tanpa aba-aba, aku langsung melompat dari balok es itu, yang ternyata mengejutkan tuan ksatria. Tuan ksatria langsung mengelus-elus dadanya sesekali melirikku yang mencoba membuka pintu setinggi empat meter itu.
Anak majikan gini amat, kita semua tahu suara hati siapa itu.
Setelah berhasil membuka pintu, aku langsung memasuki ruang kerja Ayah dengan langkah pelan dan anggun. Pintu itu tiba-tiba tertutup sendiri karena sihir saat aku melewatinya. Aku tahu sihir milik siapa itu. Sihir dengan warna aliran biru sama sepertiku. Siapa lagi jika bukan sosok pria dengan rambut putih klimis yang duduk dengan tenang dibalik meja kerja dengan ornamen kayu rumit.
"Akhirnya datang juga kau anak sialan," desisnya.
*****
Hadiah kecil buat para readers😘
Snow with pink!🌸
Tolong jangan di-repost tanpa ijin dari Orca.
Update setiap hari Kamis!
Orca update hari ini karena kemarin lupa dipublish hehe. Sorry ya semuanya.
Ditulis pada tanggal,
Rabu, 29 Desember 2021.
Dipublikasikan pada tanggal,
Jum'at, 31 Desember 2021.
Orca_Cancii🐳
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top