Bab 12: Proposal Pertunangan dari Istana.

Absen dulu dong, darimana aja yang baca?
Selamat membaca! Jangan lupa vote-nya ya!

*****

Beberapa saat setelah acara haru biru kami. Suara takzim berkumandang, mengucapkan nama Tuan dan Nyonya Besar kediaman Dexter. Siapa lagi jika bukan Ayah dan Ibunda Lily.

Keduanya memasuki ruang makan dengan berdampingan. Ibunda Lily mengenakan gaun off-shoulder berwarna oranye, dengan ornamen mawar putih dan krem dibagian dadanya. Tak lupa rambut merahnya dikepang samping dengan setiap untaiannya tersemat aksesoris bunga kecil berwarna putih dan peach. Sementara Ayah mengenakan seragam bangsawan kebesarannya berwarna biru dan putih, dilehernya terpasang cravat berwarna biru pucat dan bros opal berwarna kuning.

Keduanya terlihat menawan, tetapi ada satu hal yang selama ini baru kusadari. Ibunda Lily tersenyum, namun tatapan matanya terlihat kosong. Seolah-olah dirinya enggan bersanding dengan Ayah. Selama ini aku tidak terlalu memperhatikan mereka berdua, dulu yang kulihat hanyalah sepasang kekasih yang saling mencintai. Namun jika dipikir-pikir lagi, Ibunda Lily terlihat terpaksa ketika bersama Ayah.

Ayah mengambil tempat duduk tepat dikursi bagian kepala keluarga, yang berada disampingku. Sementara Ibunda Lily duduk disamping kanan Ayah, tepat didepanku. Sesuai dugaanku, Ayah menatapku tajam yang duduk tepat disampingnya. Dia pasti mengharapkan Sophie yang duduk disana.

"Putri Hailey," panggilnya padaku.

Lihatlah, memanggil namaku bahkan ia tak sudi. Terkadang aku berpikir, bagaimana aku bisa terlahir padahal dia benci setengah mati pada Ibu?

Aku agak membungkukkan badan menandakan kepatuhan sebagai seorang anak perempuan. "Ya, Yang Mulia Ayahanda?"

"Tukar tempat dengan Sophie. Sekarang," ujarnya.

"Kakak adalah anak pertama, Ayah. Sudah sewajarnya dia duduk disana sebagai penerus keluarga ini." Sophie angkat bicara.

Kulirik dari ujung mataku, kedua tangan Sophie mengepal dibawah meja makan. Wajah manisnya terlihat datar menandakan ia benar-benar marah. Nice, bencilah Ayahmu ini Sophie, dia sama sekali tidak berguna.

"Ayah tidak suka dibantah." Ayah berujar penuh penekanan.

Aura permusuhan semakin keluar dari tubuh Sophie. "Mengapa Ayah selalu pilih kasih terhadap kami? Kakak jugalah putrimu," ucap Sophie sengit.

Tulang rahang Ayah mengeras, matanya beralih menatapku sengit. Hei, hei, aku tidak pernah menghasut Sophie untuk membencimu. Kau saja yang tak berotak. Astaga, bersoda eh— berdosa sekali diriku.

Kulihat Ibunda Lily yang berada didepanku. Dia tidak berniat melerai Sophie dan Ayah sama sekali, ia malah tersenyum bangga. Dari dulu dia selalu setuju jika Sophie membangkang terhadap Ayah dalam segala hal. Ternyata kau memiliki banyak musuh disekitarmu Ayah, bahkan istri kesayanganmu juga salah satunya.

"Ini demi kebaikanmu." Pfftt— aku tertawa miris dalam hati.

Kebaikan? "Kebaikan atas apa, Yang Mulia Ayahanda? Demi kebaikan Sophie atau demi kebaikanmu?" Akhirnya aku angkat bicara. Aku sudah benar-benar muak akan sifatnya.

"Aku tidak menyuruhmu untuk berbicara, putri Hailey," desisnya.

Aku kembali mengatupkan bibirku. Baiklah, baiklah, kupatuhi perintahmu. Aku selalu mematuhi perintahmu Ayah, asal kau tahu itu.

Wajah Sophie terlihat memerah karena menahan amarahnya. Kedua tangannya mengepal dengan erat dibawah meja makan. Hingga akhirnya ...

GEBRAK!!!

"AYAH!!!"

Semua orang diruangan itu terlihat terkejut saat Sophie menggebrak meja. Semakin terkejut lagi ketika Sophie meninggikan suaranya. Pantang bagi Sophie untuk berteriak seperti itu, namun kali ini ia melakukannya demi membelaku. Lihatlah Ayah, tali persaudaraan kami sangatlah erat sebagaimanapun kau ingin memutusnya.

Karena suasana mulai tak kondusif, aku langsung mematuhi untuk berpindah kursi. Aku berdiri dari dudukku kemudian berjalan kebelakang Sophie. Kusentuh pundaknya lalu mengelusnya dengan lembut, memintanya untuk tenang.

"Patuhilah Ayahanda, Sophie. Kakak tidak ingin kamu mendapat masalah karena masalah sepele seperti ini," bisikku ditelinganya.

Sejujurnya aku masih ingin melihat perseteruan ini lebih lama. Hanya saja hari ini adalah momentum penentuan hidupku. Kudengar dari ajudan Ayah, Tuan Cale kalau proposal pertunangan telah dikirimkan dari istana untuk salah satu putri kediaman ini. Aku sungguh berharap Sophie-lah yang terpilih bukan aku.

Sophie mendesah pasrah, ia menuruti ucapanku. Kami langsung bertukar kursi, Sophie duduk disamping Ayah. Dapat kulihat terpampang senyum kemenangan diwajah Ayah. Ibunda Lily memutar bola matanya malas, karena tidak bisa melihat Ayah disudutkan lagi. Aku tahu kalian kecewa, tapi hal ini harus dihentikan terlebih dahulu.

Tak lama datang beberapa pelayan membawa menu makanan kami. Menu hari ini adalah Sup Krim Jamur untuk appetizer, Stik Daging Rusa sebagai main course, dan yang terakhir Tart Coklat untuk dessert-nya.

*****

Aku mengelap bibirku dengan sapu tangan seusai makan. Lalu meminum air dari cawan perak yang telah disediakan. Setelahnya aku langsung duduk dengan tenang, menunggu Ayah mengabarkan perihal proposal pertunangan dari istana.

Pria yang berstatus sebagai ayah bajinganku itu tengah merapikan cravat miliknya. Pandangannya langsung menuju kearah Sophie yang tengah mengelap mulutnya. Tatapan lembut penuh kasih sayang itu benar-benar membuatku muak. Seolah-olah putrinya hanya Sophie seorang, bahkan ia tak terlihat menyesal sama sekali karena telah mengabaikan salah satu darah dagingnya. I hate him.

"Ayah bangga padamu, diumur yang sabgat mudah kamu sudah bisa mengeluarkan sihir sucimu," pujinya pada Sophie.

Sebelah alis Sophie terangkat, "Bagaimana dengan Kakak? Dia bahkan sudah menggunakan sihir sejak berumur lima tahun, mendapat gelar swordmaster diumur delapan tahun dan mencapai tingkat Arch diumur 10 tahun. Aku ini hanyalah remahan dari remah-remah biskuit Ayah, kemunculan sihir suciku itu hanya karena keberuntungan."

Aku terbatuk pelan akan perkataan Sophie. Woah, aku baru menyadari, ternyata aku sehebat itu. Dibagian muka bumi mana coba ada gadis kecil yang memegang gelar swordmaster sejak berumur delapan tahun? Tentu saja itu hanya aku seorang. Ternyata diriku ini benar-benar membanggakan.

Tetapi adikku, kau tidak perlu merendahkan dirimu seperti itu. Aku tahu kamu kesal pada Ayah tak berotak kita ini. Hanya saja jangan merendahkan dirimu seperti itu, kamu pasti akan menemukan jalanmu kok. Menjadi Saintess semisalnya, hehe.

Ayah menghela nafas lelah, "Itu karena bocah itu berdarah iblis Sophie. Itulah mengapa dia terlihat sangat hebat, itu kutukan baginya. Kamu itu berbeda, seorang manusia suci yang dikirimkan dari Tuhan," ujarnya santai.

What?! Dengan santainya ia mengatakan aku terkutuk! Hei bodoh! Aku ini putrimu juga, brengsek! Kalau aku iblis, maka kau adalah ayah iblis, bajingan!!!

Aku menghela nafas lelah saat memikirkan sifat ayah terkutukku ini. Justru kutukan terbesarku saat ini adalah menjadi putrinya. Sophie menggeram marah dengan tangan terkepal erat. Sementara Ibunda Lily menatap Ayah tajam, seolah-olah ingin menikam tubuh pria itu berkali-kali.

"Kau bodoh atau apa, Alex?" Ibunda Lily mendesis geram.

"Maksudmu, sayang?"

Haha, entah mengapa aku sangat ingin sekali melempar wajah bajingan ini menggunakan zirah pajangan yang ada dipojok ruangan. Kalau saja aku tidak menahan amarahku, pasti sepatuku saat ini telah melayang kekepalanya. Sial.

"Kau mengatai putrimu sendiri iblis, Alex?! Kalau dia iblis maka kau adalah induk iblisnya!" seru Ibunda Lily sengit.

Woah, Ibunda Lily kau sangat keren!

Ayah memijit pelipis kepalanya sembari memejamkan mata. "Sudahlah kalian, aku ingin memberitahukan kabar bahagia saat ini. Bukan berkelahi dengan anggota keluargaku sendiri."

Cuihh, tidak ingin berkelahi dengan anggota keluarga sendiri, tetapi dia malah mencari masalah duluan. Ingin sekali aku menempel foto Ayah di balai kota dengan keterangan, "Pria Paling Brengsek di Dunia" atau "Ciri-ciri Manusia Tak Berotak, Jika Bertemu maka Jauhi Saja!"

"Kabar bahagia apa? Kabar bahagia karena kau akan segera mati?" tanya Ibunda Lily dengan alis bertaut.

Aku menutup mulutku dengan kedua tangan. WOAHH!!! APA-APAAN ITU TADI, MISKAH??!!! Aku semakin yakin Ibunda Lily ini dipaksa menikah oleh Ayah.

"Ibu berdosa sekali."

Aku terkikik saat mendengar Sophie mengucapkan hal itu dengan tatapan takjub. Baiklah! Setidaknya aku punya teman yang sama-sama ingin menjatuhkan Ayah.

Ayah menghela nafas lelah. "Kita mendapatkan lamaran dari istana, dan itu ditujukan untuk Sophie."

Aku menghela nafas lega. Baguslah bukan aku yang dipilih. Yeayy, kehidupan masa depanku akan terwujud!

"Nak, kamu dipilih untuk menjadi Permaisuri masa depan. Bagaimana perasaanmu?" tanya Ayah lembut.

Sophie terdiam sejenak, menatap Ayah dnegan tatapan datar tak tertarik. Cukup lama Sophie terdiam hampir membuat senyum Ayah luntur. Tetapi senyuman Ayah semakin lebar saat Sophie hendak berbicara.

"Aku menolak," ucap Sophie membuat senyum Ayah luntur.

Begitupula aku yang tadi telah senang sentosa, langsung melongo. Adik!!! Mengapa?!!!

"Aku ingin menjadi Saintess, Ayah. Tolak saja." TIDAAAKK SOPHIEE!!!!

Ayah termangut-mangut mengiyakan. "Baiklah."

Noooo, jangan ditolak Ayah. Please, bergunalah untukku. Ah! Bukankah menolak perintah Kaisar sama saja dengan berkhianat?

"Yang Mulia Ayahanda, bukankah perintah Kaisar tidak seharusnya kita tolak?" ujarku. Please, pertimbangkanlah martabat keluarga ini.

Ayah menatapku dari ujung matanya dengan tajam. Seolah-olah aku debu yang mengganggu keindahan sekitarnya.

"Kau meragukan kekuatan keluarga ini, bocah?" ujarnya sinis.

Aku kembali mengatupkan bibirku rapat. Tanganku yang berada dibawah meja, mengelus-elus dadaku pelan. Sepertinya aku harus banyak-banyak bersabsr saat ini. Walau aku ingin sekali menendang wakah menyebalkan Ayah, aku tetap tidak bisa. Aku juga heran, mengapa aku tidak bisa melakukannya?

"Santailah, Alex. Snow hanya mengkhawatirkan keselamatan keluarga ini. Mengapa kau sensian sekali sih?" gerutu Ibunda Lily.

Ayah menatap Ibunda Lily dengan pandangan lelahnya. "Kenapa aku selalu salah dimatamu Lily?" tanyanya miris.

Ibunda Lily bergumam kemudian memakan sebiji anggur yang tersedia diatas meja. "Karena kau lahir dari sebuah kesalahan," jawabnya santai.

Kali ini suara terkesiap melingkupi ruangan ini. Astaga Ibunda Lily! Jujur saja, yang itu sudah keterlaluan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa Ayah adalah anak haram dari Grand Duke sebelumnya.

Ayah atau Alexander merupakan anak diluar nikah kakek dengan seorang pelayan Grand Duchy. Ayah dulu tidak diperlakukan dengan baik oleh kakek, bahkan Ayah tidak tertulis secara sah sebagai anak kakek. Pewaris kediaman ini dulu adalah Raphael William McDeux, putra tunggal dan sah dari kakek dan Grand Duchess terdahulu. Sesuai dengan informasi, Grand Duchess meninggal dunia saat melahirkan Raphael. Dan pelayan yang melahirkan Ayah dihukum gantung.

Sementara Raphael sendiri meninggal dunia saat dikirim ke perbatasan sekitar 27 tahun yang lalu. Saat itu terjadi pemberontakan dari perbatasan kerajaan Quora, yang sekarang berubah nama menjadi Fotherfox. Mau tak mau, Grand Duke terdahulu mengangkat Ayah sebagai pewarisnya.

Padahal Ayah merasakan bagaimana rasanya menjadi anak yang terbuang. Tetapi mengapa ia tetap memperlakukan aku seperti itu. Dia memang se-brengsek itu atau bagaimana? Masih mending alasan dia memperlakukan seperti ini karena aku seorang anak haram. Lah, ini, Ibu bahkan adalah istri sahnya. Bahkan Ibu merupakan bangsawan murni sejak lahir.

Jika dia memperlakukanku dengan tidak layak karena terpaksa menikah dengan Ibu, maka itu salahnya sendiri. Salahkan otaknya yang hanya sesendok bubur sehingga mudah dibodohi oleh Count of Grey terdahulu. Efek dia hanya anak seorang pelayan, jadilah otaknya tak beda jauh dengan seorang pelayan. Walaupun intuisi dan kecakapan sangat baik tetapi akhlaknya sangat ... sangat buruk.

Wajah Ayah mendingin, giginya menggertak dan rahang wajahnya mengeras. Ayah memejamkan matanya kemudian menghela nafas perlahan sembari mengusap-usap dadanya. Sakit hati.

Ibunda Lily yang baru tersadar dengan ucapannya langsung menutup mulut dengan kipas tangan yang ia pegang. Ia terlihat gelagapan. "Ma-maksudku ..."

Nafas Ibunda Lily tercekat dikala Ayah menunjukkan senyum mirisnya. "Kau tahu Lily? Menjadi anak yang dibuang itu tidak menyenangkan ..."

HAH??!! SEHARUSNYA KAU KATAKAN ITU PADAKU, BAJINGAN!!!

"... karena itu aku tidak akan pernah menyakiti hati Sophia, putri kita."

Dia ... dia ... Apa dia sungguh Ayahku? Jadi selama ini dia tak pernah menganggapku sebagai putrinya? Atau malah tak pernah menganggapku ada?

Mataku mulai berair, rasa sesak memenuhi dadaku. Aku menahan rasa sesak ini seorang diri, tanganku terkepal dibawah meja makan dengan erat. Sedikit, masih ada sedikit harapan diriku untuk mendapatkan kasih sayang Ayah karena ikatan darah diantara kami. Kurasa hal itu hanya akan sia-sia saja, dia tak pernah menganggapku ada.

Aku langsung berdiri dari dudukku dengan kasar hingga mengeluarkan suara deritan yang keras. Sophie yang terkejut, mencoba menangkanku. Tangan mungilnya refleks menahan pundakku kemudian berucap.

"Kakak, ada apa?"

Wajah mungilnya itu menunjukkan kekhawatiran kepadaku. Tanpa sadar aku menepis tangannya yang terpatri dipundakku, mengundang teriakan dari Ayah.

"Putri Hailey!"

Aku mengabaikannya, berlalu begitu saja meninggalkan ruang makan. Dapat kudengar Ayah kembali berteriak memanggilku dengan nada marah. Tetapi aku tak peduli, yang kuinginkan saat ini hanyalah menghilangkan deburan rasa sesak dihatiku.

*****

Emperor of Callesius Empire
Lucas Kieran fran Yostegard
(Umur: 38 Tahun)
(180cm/70kg)

Update setiap hari Kamis!

Ping!

You got message from Orca'Mail!

Open/Delete

Orca'Mail:

Hal'Orca semuanya! Gimana chapter ini? Memuaskan? Hutang Orca udah lunas lho ya, kan udah double up hehe.

Sorry ya kalo chap ini agak pendek, soalnya Orca lagi galau pas nulis ini. Jadi ...

Snow: Mulai *insert meme bapak-bapak botak di stadion bola*

Bacot ya Snow, kamu diem aja.

Ekhem, jadi gini, Orca tuh 'kan sekarang tiap pulang atau pergi kegiatan sekolah selalu sama temen satu organisasi, dan dia cowok. Taulah ini mulai ranahnya kemana.

Udah semingguan ini dia bolak-balik antarjemput Orca, entah itu pas pergi sekolah atau pulangnya. Ortu Orca juga udah sering ketemu sama dia, tiap kali dia nungguin Orca buat diantar jemput. Intinya kita tuh udah deket bangetlah. Bahkan tiap menit chattan terus, sampai Orca tuh hapal banget sama jadwal sehari-hari dia.

Nah, pas acara ultah paskib kan ada adain acara, dan angkatan Orca jadi panitianya. Dia waktu itu ijin telat karena kerja, asli dia ini anak pekerja keras terus bertanggung jawab banget. Oh iya, kita ini sama-sama ikut OSIS sama Paskibra, dia juga ikut Sispala malah.

Pas lagi masak-masak dibelakang ada temenku ngomel-ngomel gegara si Dia ini telat. Terus Orca spontan ngomong "Dia lagi ada jadwal kerja setiap hari sabtu sama minggu, katanya pulang jam 8 malam nanti."

Temenku ini langsung kaget gitu, terus dia ngomong, "Iihh, kok kau tahu jadwal dia sih? Detail lagi."

Orca spontan aja ngomong, "Iyalah, kan aku calon istrinya."

Terus kita satu ruangan itu ketawa, temenku yang tadi tiba nyeplos sambil ketawa-ketawa. "Heh, kuaduin ke ceweknya ya, ceweknya itu temenku."

Orca awalnya nggak terlalu gimana-gimana, masih ketawa gitu. Tapi akhirnya kek kesadar gitu, spontan nanya, "Dia udah punya pacar?"

Temen Orca yang tadi cuman ngangguk doang sambil masang muka kalem, padahal sifatnya cem jahanam. Temen Orca ini juga cerita kalo Dia sama pacarnya ini udah pacaran dari SMP. Orca kaget dong karena si Dia ini bilang kalo gak punya pacar. Pas pulang dari sana Orca masih dianter sama dia, pas pulang pun kita deket banget kek orang pacaran.

Selang beberapa hari, lebih tepatnya kemarin. Dia ini cuek banget padahal biasanya tiap kali Orca ajak ngomong selalu nimbrung. Sekitar dua harian dia gak ngechat Orca lagi. Tapi masih jemput Orca latihan paskib, pas latihan pun tiap Orca ajak bercanda dia gak terlalu gimana-gimana gitu.

Pas Dia ini ngomong sama Temen Orca yang kemarin. Orca gak sengaja denger kemarin malam makan bareng pacarnya. Orca mulai mikir, wahh nih orang keknya udah akur lagi nih, gitu. Langsung aja Orca kek ngasih jarak ke dia, dia pun kek ya santai-santai aja gitu.

Pas pulang masih diantar sama dia, dimotor itu kita gak ngomong apapun. Biasanya kalo dimotor dia selalu ceritain masalah kehidupan dia, ini itu lah pokoknya.

Pas udah sampe rumah, Orca langsung chat dia, "Udah akur ya sama —nama ceweknya—?"

Terus dia jawab, "Emangnya kenapa sama —nama ceweknya—?"

Terus Orca mulai lah bilang dia seharusnya jujur ini itu, pokoknya nyuruh dia jujur tentang hubungan dia. Tapi dia ngelak terus, tapi pas Orca tanyain temen Orca si Dia ini memang suka ngebaperin anak orang.

Terus tadi pagi, hari ini, Dia minta maaf ke Orca karena udah bikin Orca baper ke dia. Terua barusan dia juga bilang kalo dia sama ceweknya ini dari awal gada hubungan apa-apa. Mereka cuman hubungan tanpa status, dan mereka udah mulai renggang akhir-akhir ini, tapi dia gamon akhirnya malah ngelampiasinnya ke Orca.

Jadi Orca ini harus gimana?

Kalo dibilang sayang, Orca ini sayang kedia. Dia ini punya masalah private sama keluarga dia, bahkan sekarang udah gak balik lagi kerumah. Dia gak punya sandaran lagi selain cewek yang udah ngejauh dari dia. Orca pengen jadi sandaran dia, tapi ada larangan dari kakak ipar Orca juga. Soalnya Orca pernah ceritain masalah Dia ini ke kakak ipar Orca.

Orca jadi tekanan batin sama gelisah sendiri. Jujur ya, Orca itu udah 4 kali di-ghosting sama 2 kali diselingkuhin, dijadiin pelampiasan belasan kali. Pas diputusin pun kita pacarannya udah bertahun-tahun akhirnya kandas gegara perempuan yang baru dikenal beberapa minggu.

Kalian bayangin seberapa sabarnya hati Orca ini ngehadapin buaya darat berkedok cowok? Capek guys sumpah.

Yaudahlah ya, segini aja Orca curhat. Maaf ya kalo hari Orca'Mail hari ini tiba-tiba berubah jadi sesi curhat, karena Orca gatau lagi mau curhat kesiapa.

So, OrcaBye semuanya!

Ditulis pada tanggal,
Kamis, 18 November 2021.
Dipublikasikan pada tanggal,
Kamis, 18 November 2021.

FB: Tika Riani
IG: queenorca_
Twitter: queenoforca

Orca_Cancii🐳

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top