Levi: My Spoiled Brat 2

Haluuuw aku udah mulai senggang nich! Kira-kira story ini mau dibikinin book sendiri atau mau dilanjut di sini aja??

***

Levi tidak menyukai Jean, dia bahkan membencinya. Untuk anak-anak cowok lain, hal tersebut mungkin sudah umum karena merasa tersaingi, kalah populer; Jean adalah kapten tim baseball, ditambah dia memiliki sifat yang terbuka, jadi hampir semua cewek menyukainya. Namun, lain ceritanya bagi Levi.

Karena tahun lalu (Y/N) satu kelas dengan anak cowok itu, mereka jadi cukup sering bicara dan berlanjut hingga sekarang. Meski begitu, (Y/N) tidak memiliki sedikit pun perasaan kepada Jean. Alih-alih, malah kebalikannya.

Mungkin karena baru pertama kali dekat dengan cewek yang tak tertarik kepadanya-- sebagai lawan jenis-- Jean jadi penasaran dan terjebak pada rasa penasarannya itu, sehingga lambat laun timbul pula sepercik perasaan suka kepadanya. Meski Jean tidak terlalu terang-terangan, tapi Levi tahu kalau seseorang sedang berusaha merebut (Y/N) darinya. (Y/N)-nya.

"Besok aku beri pinjam kasetnya, ya." Kata anak yang baginya sangat menjengkelkan itu.

"Serius? Boleh?" Tanya (Y/N) dengan ceria.

"Iya, khusus untukmu saja! Nanti malam kita lanjutkan, deh. Balas e-mail dariku, loh?" Jean terkekeh, melambai kepada (Y/N) selagi mereka berpisah di gerbang sekolah.

Di seberang, Levi hanya diam menyimak percakapan itu. Lama-lama dibiarkan, dia jadi semakin menyebalkan, ya. Levi menggerutu sendiri seperti itu dari dalam hatinya.

"Sampai jumpa, (Y/N)!"

"Sampai jumpa Jean!"

"Hati-hati di jalan!"

"Oke~ Kau juga."

"Kabari aku kalau sudah sampai rumah, ya. Oh, dan perhatikan langkahmu, jangan sampai kesandung!"

"Haha, apaan, sih? Kau berlebihan." Tapi, meski aneh begitu, (Y/N) tetap tertawa pada leluconnya.

Memang dia siapa sampai memperhatikan cewekku begitu? Levi geram, akhirnya berjalan ke arah pacarnya. "Oi, bawel. Ayo, nanti keburu gelap."

Ketika melihat Levi menggenggam tangan pacarnya, yang adalah cewek yang disukainya, Jean berbalik dan menghembuskan napas panjang.

"Hari ini aku mau langsung pulang." Kata Levi, tiba-tiba dengan nada dingin. "Aku akan antar kau sampai rumah, lalu langsung pulang. Jangan protes."

"Apa? Kok gitu?! Kan kita sudah janji mau pergi beli kado untuk Mikasa sama-sama--"

"Aku ada ulangan harian besok."

"Ulangan harian apa?"

"Kenapa kau begitu ingin tahu? Merepotkan."

"Jawab." (Y/N) menggertak, melepaskan tangannya dari genggaman Levi.

"Ulangan harian.. Biologi. Puas?"

"Perasaan baru kemarin kau bilang habis ulangan harian Biologi.."

Levi mati kutu. Dia berusaha mencari kata-kata lagi, tapi (Y/N) malah balik marah padanya.

"Sebenarnya kau ini kenapa nggak pernah berterus terang saja, sih, padaku?!"

"Aku.. cuma capek." Akhirnya, hanya alasan itu yang dia punya. Levi benci untuk mengatakannya, tapi dia tidak ada pilihan lain.

Sekilas, selama beberapa detik saja, terlintas ekspresi terluka di wajah anak perempuan itu. Tapi, dengan cepat, (Y/N) mengangguk dan terkekeh untuk menutupinya.

"Ya sudah." Kata (Y/N), sedih, tapi belum lagi dia melanjutkan perkataannya, Levi secara mendadak menghambur maju, memeluk erat badannya.

Pelukan itu menyesakkan, tetapi dia tak membencinya. Dengan wajah merah-- malu karena Levi bertindak seenaknya begitu, tapi lebih malu lagi karena sekarang posisi mereka sedang berada di pinggir jalan-- (Y/N) menarik diri dan memberi tamparan kecil di pipi cowok itu.

"A-Apa, sih?!"

"Kenapa? Nggak senang?" Levi terheran, bergerak maju lagi, berusaha memeluknya. "Dasar bodoh. Anak nakal yang manja dan bodoh."

Alih-alih, sekarang (Y/N) mengelak dengan kasar dan terhuyung mundur. "Bodoh, katamu? Kau baru saja ngatain aku bodoh, dan bisa-bisanya kau mencoba memelukku lagi? Dasar gila!"

"Memang faktanya kau bodoh."

"Salahku apa?"

"Salahmu?"

"Iya! Salahku! Katakan!"

"Salahmu adalah karena kau bodoh."

"Oke.. kau mulai membuatku pusing. Terserah saja, deh--"

"Aku nggak suka kau dekat-dekat dengan cecunguk itu, paham?" Pipinya merona, akan tetapi Levi langsung menunduk untuk menutupinya. "Kau bodoh karena nggak sadar itu."

"Hee~ Apa?"

"Cih. Kubilang, kau bodoh karena nggak menyadari perasaanku, dasar tuli." Decaknya.

"Aku tahu, aku tahu~" (Y/N) menyembur tawa geli. "Berarti.. dengan kata lain, kau baru saja bilang kalau kau cemburu, huh?"

Anak cowok itu menggeleng kecil. "Menurutmu, gimana?"

"Gemasnya~"

"Jangan pegang-pegang, aku masih kesal padamu, dasar bodoh."

"Apa? Ya sudah--"

Levi memutar bola mata, lalu bergerak menggenggam erat tangan pacarnya itu. "Iya, iya. Kau mau yang begini, kan? Sekarang tutup mulutmu."

Selama beberapa waktu, mereka melanjutkan langkah dan tidak bicara apa-apa karena canggung. (Y/N), sekarang ini lagi mencari momen yang pas untuk meminta maaf, sedangkan Levi, yang dalam hatinya mengharapkan permintaan maaf dari pacarnya itu, hanya menunggu; tapi di lain sisi Levi juga benci jika (Y/N) harus meminta maaf dan memasang raut tak ceria kepadanya.

"Maaf.." Akhirnya kata-kata itu keluar dari mulutnya, membuat Levi terpanjat. "Aku akan lebih berhati-hati.."

"Jangan minta maaf." Wajahnya melemas karena ikut merasa bersalah, Levi mengeratkan genggamannya di tangan bocah itu. "Hey, (Y/N)."

"Hm?"

"Sebentar lagi aku akan lulus. Yah, masih ada beberapa bulan, tapi.."

Mata mereka bertemu. Kalau memikirkan hari di mana dia akan melewatinya tanpa sosok ini, Levi jadi sedih.

"Kuharap kau benar."

"Soal apa?"

"Kalau kau nggak mau putus denganku."

Aneh banget kalau tiba-tiba seorang Levi Ackerman yang bilang seperti itu. Tertawa, (Y/N) memeluk lengan pacar tercintanya itu.

"Hey, Levi, kamu pasti sayang banget, ya, padaku? Sampai segitunya takut putus--"

"Berisik."

"Hahaha! Mukamu merah banget!"

"Bawel."

"Jadi, udah nggak marah, kan? Masih capek, nggak?"

"Kalo mau pergi sekarang.. terserah saja. Aku juga nggak ada kerjaan apa pun di rumah."

"Katanya mau ulangan harian--"

"Nggak mau?"

"M-Mau, sih, tapi.."

"Ayo."

***

Keesokan harinya, di kelas 2-2. Jean menatap (Y/N) dengan canggung saat cewek itu lewat di sekitarnya. Setiap kali tatapan mereka bertemu, Jean selalu berusaha beralih dengan buru-buru. Sebenarnya (Y/N) nggak begitu memikirkannya, tapi aneh saja jika tiba-tiba---

(Y/N) tersedak. Apa-apaan? Pikirnya sembari menahan diri agar tak menjerit pada ponselnya. History e-mailnya. Dengan anak itu.

Kalau dipikir-pikir lagi, semalam, sepulang kencan..

"(Y/N), berikan ponselmu." Levi bergumam, menyikut lengan cewek itu.

"Tumben? Kenapa tiba-tiba?"

"Aku mau kirim foto kita yang tadi ke ponselku."

Dasar anak ini! Kenapa dia malah kirim foto kita ke Jean?!

LEVI!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top