Bab 7. Sang Kekasih
“Namanya Thomas Baine. Dia seorang akuntan di sebuah perusahaan asuransi kelas menengah. Pernah dua kali ditahan karena mengemudi ketika mabuk dan penganiayaan mantan kekasihnya. Dia mendapat hukuman beberapa bulan, denda, dan semua dilaksanakan dengan baik dan tanpa protes.”
"Huh? Kau bisa tahu identitas seseorang selengkap itu hanya dengan memeriksa DNA? Kita tidak memerlukan polisi untuk menyelediki, kalau begitu."
Dokter Albern Gregory menjulingkn mata ke arah Franzine dan menaruh map berisi laporan forensik atas nama Elaine Moss di atas meja dan mengempaskan diri di salah satu kursi. “Aku pernah memeriksa jenis DNA yang sama sekitar tiga tahun yang lalu dari luka seorang wanita yang meminta bantuan untuk memenjarakan pacarnya. Tentu saja aku tahu informasinya dari polisi yang menyelidikinya. Nah, soal pekerjaannya, mungkin dia sudah beralih profesi dalam tiga tahun ini, siapa tahu?"
“Kekasihnya ... Elaine Moss?” tanya Franzine seraya mengambil map berwarna coklat itu dan membukanya, melihat dan membaca isinya. “Dia menganiaya Elaine Moss? Tetapi tidak ada tanda-tanda kekerasan pada tubuh Elaine, katamu. Maksudku selain luka cakar itu.”
“Karena memang bukan Elaine yang dianiaya olehnya. Seorang kekasih masa lalu sebelum Elaine. Namun, kurasa kasus itu diselesaikan dengan baik karena setelah diselidiki, ternyata pacarnya juga bermasalah.”
“Kenapa dia mencakar Elaine? Apa mereka terlibat pertengkaran?”
“Hm, kurasa itu tugasmu untuk mencari tahu, kan?”
Franzine mendengkus dan mengabaikan dokter Albern yang sekarang sibuk dengan telepon genggamnya.
“Apa Elaine sedang dalam masa diet?” gumam Franzine sambil menunjuk sebuah kalimat pada kertas berisi laporan yang sedang dibacanya. “Dia hanya makan ayam rebus dan susu? Bagaimana mungkin dia bisa bertahan hidup hanya dengan itu?"
“Sepertinya begitu. Sisa enzim di dalam perutnya hanya mengandung dua bahan makanan itu, yang tertinggal di dalam ususnya. Kau tahu jenis diet seperti apa yang menganjurkan pelakunya hanya makan ayam dan susu?”
“Entahlah. Aku tidak pernah diet. Dan tentu saja tidak akan pernah melakukan hal konyol seperti itu."
Sekarang dokter Albern yang mendengkus. Ia berdiri dari kursi dan berjalan ke pintu. “Hubungi aku kalau kau sudah tahu jenis diet apa itu. Tubuh Elaine langsing dan indah karena diet yang dijalaninya. Istriku mungkin tertarik."
Franzine tidak menanggapi dan hanya melambaikan tangan tanpa mengangkat wajahnya. Jace masuk ke dalam ruangan tidak lama setelah dokter Albern pergi, ia diikuti oleh Lucia.
“Jadi,” ujar Jace sambil menyeret sebuah kursi dan duduk di sebelah Franzine. “Elaine bukan orang yang suka bergaul dengan tetangga sekitar rumahnya dan beberapa orang tetangganya pernah melihat dia pulang larut malam dalam keadaan mabuk. Dia juga kadang-kadang terlihat bersama seorang laki-laki. Mereka menyebutnya sebagai gadis cantik dan baik yang salah jalan karena keadaan.”
“Hm. Terlalu panjang untuk menyebutnya sebagai inisial. Oya, laki-laki itu pacarnya, Thomas Baine. Luka cakar di kaki Elaine didapatkan darinya. Sepertinya mereka bertengkar dan laki-laki itu mencakar kaki Elaine. Lucia, bisakah kau mencari data tentang Thomas Baine ini?”
“Menurutmu, dia pelakunya?” tanya Lucia sambil membuka laptop. “Mengapa dia juga membunuh Antonia gerard?”
“Apa mungkin Elaine Moss dan Antonia Gerard saling mengenal, kemudian ada masalah di antara mereka berdua yang melibatkan Thomas Baine?” gumam Jace sambil mencoret-coret kertas di depannya. "Cinta segitiga? Masalah keluarga?"
Pintu kaca ruang pertemuan diketuk dan Luigi memunculkan kepalanya di celah pintu yang dibuka sedikit. Ia memberi isyarat kepada Franzine. “Hei, Franz, seorang laki-laki bernama Thomas Baine mencarimu. Dia kelihatan sangat gugup dan aku khawatir dia akan ambruk kalau kau tidak segera menemuinya. Dia bersikeras hanya mau berbicara denganmu.”
Franzine, Jace, dan Lucia saling berpandangan. Franzine berdiri dari kursinya sambil membereskan kertas-kertas berisi laporan forensik ke dalam map dan memberikan map itu kepada Jace.
“Teruslah mencari, Luc. Kita akan memeriksa ulang dengan apa yang akan kudengar dari Thomas Baine sendiri beberapa saat nanti. Jangan lupa mengecek keberadaannya dalam rentang waktu satu minggu ke belakang.”
Franzine keluar dari ruang pertemuan dan langsung menuju ke meja kerjanya. Di depan meja kerjanya duduk dengan punggung membungkuk, seorang laki-laki berambut coklat dangan kacamata bulat dan kulit berwarna coklat terbakar matahari, yang agak tidak cocok dengan kacamata bulatnya.
Thomas Baine memakai kemeja katun berwarna biru muda yang jelas terlihat mahal, pantalon berwarna biru tua yang kaku dan terlihat jelas garis tengahnya, dan sepatu kulit berwarna hitam mengilat. Dia sudah membuka dasinya dan sekarang benda itu berada di dalam saku pantalonnya.
Thomas Baine berdiri dengan cepat ketika Franzine sampai ke mejanya. Ia gugup. Keringat dingin berbutir-butir kecil membuat dahinya basah. Franzine memberi isyarat agar dia duduk.
“Anda adalah saudara Thomas Baine,” ujar Franzine. “Keberatan kalau apa yang akan Anda katakan kepada saya, direkam?”
“Tidak, tidak, Detektif, silahkan saja. Saya bahkan bersedia langsung membuat pernyataan resmi saja,” sahut Thomas Baine dengan tegas.
Franzine menyiapkan alat perekam. “Jadi, Anda sudah tahu apa yang terjadi kepada kekasih Anda, Nona Elaine Moss?”
“Mantan kekasih, Detektif,” koreksi Thomas Baine. “Kami putus dua minggu yang lalu. Dia sangat marah dan mencoba mengancam saya, bahkan dia mencoba membunuh saya ketika saya datang ke rumahnya untuk mengambil kembali kartu kredit saya. Namun, saya tidak bisa lagi bersama dengannya. Dia membuat saya menderita.”
“Kapan Anda ke rumahnya?”
“Hari Kamis, lima hari yang lalu. Saya datang malam hari setelah dia pulang dari klub karena keesokan harinya—Jum’at, saya harus pulang ke rumah Ibu saya yang sedang sakit. Adik saya memberi kabar bahwa Ibu saya harus dilarikan ke rumah sakit karena penyakit asmanya kambuh. Itu hari Kamis sore dan malamnya saya ke rumah Elaine untuk mengambil kartu kredit saya. Dia tidak mau mengembalikannya.”
“Mengapa Anda baru mengambil kartu kredit Anda pada hari itu, kalau kalian sudah putus sebelumnya? Anda bisa langsung mengambilnya saat Anda putus, kan?"
“Tadinya saya ingin memberikan kartu kredit itu untuk Elaine, karena saya tahu dia sedang berada dalam kesulitan keuangan, tetapi kemudian tagihan dari klub mulai berdatangan hampir setiap hari dan semua untuk membeli minuman keras yang berharga mahal. Saya mencoba berbicara kepada Elaine untuk menghentikan perbuatannya, tetapi dia malah mencemooh saya dan mengatakan bahwa semua minuman yang dibelinya itu bukan untuknya, tetapi untuk laki-laki yang menarik perhatiannya di klub.”
Franzine dapat mendengar nada getir dalam suara Thomas Baine dan matanya berkaca-kaca ketika dia berkata-kata.
“Saya sudah tidak tahan dengan sikapnya yang sembarangan. Saya sangat mencintainya, tetapi dia bahkan selalu menolak setiap kali saya mencoba membicarakan soal pernikahan. Saya memberinya kartu kredit dan dia memakainya untuk berfoya-foya membeli pakaian dan barang-barang mahal. Dia akan mengamuk kalau saya mencoba membicarakan kebiasaan buruknya itu. Dia sangat boros dan tidak terkendali.”
“Jadi, Anda berada di rumah Ibu Anda ketika Elaine meninggal?”
“Ya. Anda bisa memeriksanya ke sana. Saya berada di rumah sakit Kimberly Hope kamar 4302 selama beberapa hari dan hanya pulang sesekali untuk mengambil pakaian di rumah, bergantian dengan Adik saya. Ibu saya ditangani oleh dokter Nina Prayan dan hampir setiap hari saya berkomunikasi dengannya mengenai kondisi Ibu saya."
“Anda bilang, Elaine mencoba membunuh Anda?”
“Ya. Dia mengancam saya akan memukul saya dengan botol. Dia menendang saya ketika mencoba keluar dan saat saya jatuh, dia mengambil botol. Saya menarik kakinya dan mencakarnya agar dia berhenti. Kemudian ketika dia sedang kesakitan, saya keluar dari rumahnya.”
“Berapa lama Anda berpacaran dengan Elaine?”
“Satu tahun lebih tiga minggu,” desah Thomas Baine setengah merenung. “Saya mengenalnya di klub. Dia bekerja sebagai pramusaji di sana dan kebetulan saja saya sedang membawa seorang klien ke sana. Saya tertarik pada sikapnya yang manis. Setelah tiga kali bertemu di klub, saya mencoba mengajaknya berkenalan dan kami memutuskan untuk berpacaran setelah tiga kali berkencan.”
“Apa Elaine sedang menjalankan sebuah program diet, saat Anda masih bersama dengannya?”
“Diet?” Thoma Baine terlihat bingung. “Saya rasa tidak.”
“Apa makanan kesukaannya?”
“Huh? Makanan kesukaannya ...,” Thomas berpikir sejenak. “Hidangan ayam, salad buah-buahan, dan susu kedelai.”
“Susu kedelai?” tanya Franzine tidak yakin.
“Ya.”
“Apa Anda mengenal Antonia Gerard?”
“Antonia Gerard? Saya baru pertama kali ini mendengar namanya. Siapa dia, Detektif? Apa dia orang yang membunuh Elaine?”
“Tidak. Bukan siapa-siapa.”
Franzine mematikan alat perekam dan tersenyum memberikan simpati kepada Thoma Baine yang tampak tertekan. “Jika Anda tidak keberatan, dapatkan Anda membuat pertanyaan resmi tentang apa yang baru saja Anda ceritakan kepada saya dan memberikan data lengkap Anda? Petugas kami akan membantu Anda mencatatnya.”
Thomas Baine mengangguk dan mengucapkan terima kasih kepada Franzine. Dia mengikuti arahan Franzine untuk menghadap kepada David yang sudah diberitahu tentang situasinya.
Franzine kembali ke ruang pertemuan. Lucia mendongak dari laptopnya ketika Franzine duduk di sebelahnya. “Thomas Baine berada di rumah sakit Kimberly Hope, sejak hari Jum’at minggu lalu dan baru kembali kemarin pagi. Aku akan meminta konfirmasi ke rumah sakit itu untuk membuktikan alibinya.”
“Dia bersih. Dia mengatakan semuanya dengan gamblang tanpa berusaha menutupi apapun,” gumam Franzine. Ia mengacak rambutnya, membuat semua berdiri. “Mereka sudah putus dua minggu yang lalu dan Elaine berusaha mencelakainya ketika Thomas ingin mengambil kembali kartu kreditnya yang di pakai untuk berfoya-foya oleh Elaine. Dia mencakar kaki Elaine untuk menyelamatkan diri. Aku bahkan merasa sedikit kasihan kepadanya.”
“Lagi-lagi, ternyata sang korban sendiri yang membuka peluang bagi seseorang untuk membunuhnya,” dengkus Jace. Ia menutup map laporan otopsi dan melemparnya pelan ke arah Franzine.
“Ayo kita ke sekolah Paradiso City,” ujar Franzine. Ia berdiri dan meraih map laporan otopsi dari atas meja.
“Untuk apa? Kau mau menanyai anak-anak di sana soal Antonia Gerard?”
“Kali ini, kita juga akan menanyai guru-guru di sana dan mungkin melihat-lihat buku tahunan sekolah itu.”
“Untuk apa?”
“Kau cerewet seperti seekor ayam kehilangan telurnya, Jace,” sergah Franzine. “Elaine Moss adalah salah satu siswa di sekolah Paradiso City dan Antonia Gerard pernah menjadi gurunya.”
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top