5 | Sweetest Smile Ever

NONA MANIS

Halo semuanya! Gimana nih kabarnya? Si Nona punya kabar hot abis! Nona denger-denger nih, katanya ya, om author ganteng kesayangan kita, bakal rilis novel sequel dari Monster loh.

Aduh! Nona udah nggak sabar! Kira-kira novelnya nglanjutin perjalanannya Veren apa Nalesh ya? Kalau Nona sih terserah, mereka pun sama-sama gans abis. Tp jangan bilang-bilang ini dari Nona ya? Rahasia pokoknya. Janji?

Tapi Nona tetep saqit hati sih gaes, kalo inget endingnya Monster 😭😭 Kenapa mereka ternyata kakak-adik coba? Pdhl udah hampir wik-wik di semak-semak 😭😭 Jahara emang ya author ganteng itu.

Eits, kira-kira kenapa si om buru-buru banget ya bikin sequelnya? Apa karena banyak pembacanya yg ga suka Monster? Ups! Ketahuan deh, banyak yg nggak suka hihihi. Eh tp pada suka kan ya? Yang ga suka cuma Nona aja.

Udah deh segini dulu. Kecup basah dari Nona yang manisnya ngalahin gulali-gulala. Bye bye!

Rasain lo, aku bocorin di akun Nona Manis! Salah sendiri main perintah ini itu! Padahal jari udah kebelet banget kasih tahu alur ceritanya. Sekalian aku post-in part terakhirnya kalau bisa. Bayangin ya, udah jam sembilan malam lewat, tiba-tiba dapet e-mail, yang isinya minta revisian bab satu sampai sepuluh. Gila aja! Nggak tahu apa, aku masih nonton ulang om ganteng lainnya di Drama Korea It's Okay Thats Love sama makan Indomie goreng. Yap! Aku emang pecinta ahjussi rasa oppa macam Jo In Sung, yang gantengnya Masha Allah. Pokoknya anti brondong-brondong club!

Pak Ezra is calling ...

Ya Allah, ini si om kenapa, sih? Baru juga minta bab satu sampai sepuluh setengah jam yang lalu! Kenapa juga langsung telepon? Dia kira udah kelar apa?

"Pak! Belum selesai, ini baru mau masuk bab lima."

"Bukan itu."

"Eh, iya apa Pak?"

"Kamu punya Whats App pegawai satu divisi, 'kan?"

"Iya, Pak."

"Tolong buat grup, ya."

"Grup divisi translating sama editing, Pak?"

"Iya. Saya belum simpan nomer mereka soalnya."

"Baik, Pak."

"Makasih, Kelsy."

"Sama-sama, Pak."

"Ehm, udah sampai bab lima, 'kan? Berarti besok malam sudah kelar, dong?"

Mati aku! Bohong! Bohong! Belum ku sentuh sama sekali! "Ehm ... besok mau lembur naskah lain dulu, Pak."

"Apa? Bukannya udah selesai satu?"

"Masih ada empat lagi termasuk novel Bapak. Dan novel Bapak ada di antrean terakhir."

"Oke. Btw, tahu cerita Pinokio, 'kan?"

Aduh! Ini kenapa, si om tahu kalau aku bohong? Reflek kupegangi hidungku. Udah berapa kali aku bohongin dia? Sumpah! Kok jadi kayak dukun begini sih, si om? Nyeremin abis!

"Saya rencana mau buat novel inspirasi dari situ. Siap-siap ya, Kelsy. Selamat malam."

Dan terjadi lagi, kisah lama yang terulang kembali. Pak Ezra main suruh-suruh lagi, tanpa nunggu jawaban dari Kelsy. Udah nggak usah sambil nyanyi bacanya. Bye bye Om Jo, aku berhenti nonton dramamu dulu. Ada tugas negara yang sudah menunggu.

***

"Astaghfirullah! Lo mau sampai kapan pakai baju item-item begitu?" protes Mbak Carol ketika aku menginjakkan kaki di kantor.

"Ya, namanya juga gue masih berduka!"

Jadi, ini sudah hari ketiga aku pakai baju serba hitam, sejak Mas Agam kasih undangan kawinan. Aku masih dalam masa berkabung, karena cintaku kandas, kalau kata Syahrini.

"Ini udah hari ketiga, Sayang," sahut Teh Farah dari arah pintu. "Cepet buka hati lagi, siapa tahu jodoh udah di depan mata."

"Ya, biarin. Pengajian buat orang meninggal aja sampai tujuh hari kok," kataku tak terima. "Lagian ini gue pakai hand bag motif zebra tuh. Ada putihnya, 'kan?"

"Gue kangen lo pakai baju warna-warni, Mbak! Rasanya kayak di PAUD gitu lho, bawaannya jadi ceria," celetuk Miska.

"Aduh ... jangan deh, jangan!" kata Bang Rozak panik. "Biarin si Kelsy pakai item-item, bikin mata adem. Dari pada pakai baju warna serba mentereng bikin sakit mata. Baju kuning, celana merah, sepatunya pink neon, parah sih, parah!"

Aku mencebik, ini bapak-bapak alay bener, ya .... Aku doain, semoga Bang Rozak punya anak cewek, terus nanti gedenya suka warna-warna mentereng. Baru SD udah minta semir rambut, pakai kutek-kutek lucu dari nail art salon, make up addict, suka baju bulu-bulu. Biar tahu rasa!

"Selamat pagi, Kelsy." Suara hangat yang tadinya pernah kuimpikan menyapaku tiap pagi di tempat tidur, membuatku menoleh ke arah si penyebab outfit serba hitamku.

"Pagi, Mas Agam," jawabku datar, tanpa senyum, tanpa nada kegirangan.

"Black day lagi?"

"Sampai seminggu."

Mas Agam terkekeh kecil. "Tetep cakep. Gue suka tas lo."

Pas hari pertama aku pakai baju serba hitam, dia ajak aku ke kafe gelato. Di sana dia minta maaf udah bikin aku kaget dengan kabar pernikahannya. Dan, dia dengan santainya bilang, kalau aku itu cuma naksir dia aja. Bukan jatuh cinta. Cuma sekadar kagum. Padahal kan aku yang ngerasain, tapi kenapa Mas Agam yang sok tahu?

Terus, hari itu dia ngenalin aku sama calon istrinya. Namanya Lestari, dipanggil Tari. Ya Allah, manis banget calon istri Mas Agam. Mana pakai jilbab, kulitnya sawo matang, punya lesung pipit, ramah, pokoknya aku nggak bisa benci dia, padahal pengin benci!

"Tari, ini Kelsy, yang pernah aku ceritain itu, lho."

Serius! Gara-gara Mas Agam ngomong itu, aku jadi penasaran dia cerita apa aja ke Mbak Tari tentang aku?

Dan, dengan senyum hangatnya Mbak Tari menyalamiku. "Halo, Kelsy! Cantiknya, kelihatan masih kecil banget! Kayak anak baru lulus SMA."

"Aku dua lima, Mbak," gerutuku waktu itu.

"Aku dua tujuh. Tapi kelihatannya beda jauh, 'kan? Kamu sih baby face banget."

Lalu mengalirlah obrolan kami yang diawali dengan basa-basi kaku. Dari sini aku tahu kalau Mbak Tari yang punya kafe gelato ini, terus dia juga hobi baking kue, sama kayak mami. Pas mau balik, aku nekad buat tanya sesuatu yang udah bikin aku penasaran dari tadi.

"Kalian pacaran dari kapan? Kok selama tiga tahun kenal Mas Agam, Mas nggak kelihatan kalau udah taken?"

Mas Agam tergelak. "Dia adik tingkat pas kuliah. Tapi, baru jadian dua tahun ini."

Wow! Baru dua tahun dan udah langsung mau nikah? Nggak main-main ini. Gerak cepat abis!

"Lo tahu Kel, dia yang pertama kali ngajakin jalan," imbuh lelaki itu.

"Ya gimana, aku tahu dia suka aku, tapi nggak ada action, ya udah lah, dari pada diambil cewek lain, aku gerak dulu," kata Mbak Tari sambil tertawa.

Mataku tambah melebar! Aku menatap Mbak Tari penuh dengan kekaguman. Di balik wajahnya yang kalem dan manis, ternyata Mbak Tari punya nyali luar biasa. Kalau selama ini aku berani gerak buat ngajakin Mas Agam jalan, mungkin aku yang bakal jadi calon istrinya, ya? Ah cupu lo Kel, cuma beraninya ngode-ngode doang! Nggak ada gunanya! Nggak berefek.

"Kalau misal gue nembak Mas Agam lebih dulu dari Mbak Tari, mungkin nggak gue yang jadi calon istri lo Mas?" tanyaku pas Mbak Tari masuk ninggalin aku sama Mas Agam sendiri.

"Bisa jadi," jawab Mas Agam tersenyum tipis. "Lo pasti bakal dapet yang lebih dari gue, Kel."

Mbak Tari balik lagi setelah sepuluh menit. Dia kasih aku bingkisan, yang ternyata isinya kue almon kering. Oke, kali ini aku ngaku kalah deh. Mbak Tari emang bukan tandinganku. Mana lagi dia kasih aku kue yang wangi banget sebelum kita pulang. Game over! Tahu banget sih, aku suka banget sama cookies, nggak jadi ngambek ujung-ujungnya.

"Proposal yang diminta Pak Ezra udah kelar?" tanya Bang Fachri yang berdiri di depan kubikelku.

"Udah, Bang. Udah gue kasih ke Pak Ezra kemarin. Katanya, dia sendiri kan yang bakal ngurus tanda tangan dari Pak Hardi?"

Bang Fachri tersenyum puas. "Gercep banget lo, Kel. Keren! Keren! Gue kira, gara-gara patah hati bakal lelet, nggak mood ngerjain apa pun."

Aku mencebik pelan. "Gue kan orangnya profesional, Bang!"

Bang Fachri tertawa, lalu meletakkan satu kotak di atas mejaku. Aku menatapnya bingung. "Buka aja."

Mataku langsung melebar saat melihat isi kotak itu. Sudut bibirku pun rasanya naik otomatis membentuk senyuman. OH EM GEE! Ini bagus banget! "Bang," bisikku terharu.

"Suka nggak?" Aku mengangguk berkali-kali. "Besok pakai, ya ... gue bosen lihat lo pakai item-item mulu."

Aku berdiri dan langsung memberi pelukan pada lelaki itu. Ya, ampun! Bahagianya punya abang seperhatian kayak dia, sayang udah punya bini. Meski aku nggak dekat sama Bang Fachri kayak Bang Rozak, tapi dia baik banget. Nggak banyak omong, nggak cerewet, tahu-tahu kasih hadiah.

"Bikin Rozak sakit kepala," imbuhnya sebelum balik ke kubikelnya sendiri.

Yap! Pastinya Bang Rozak bakal nggak abis ngomel kalau lihat aku pakai ini. Blouse warna pelangi, yang mentereng abis! Aku bahkan udah punya bayangan mau pakai celana apa, sepatu kayak gimana, terus tas yang mana. Untung, kemarin aku baru beli celana kuning cerah yang pasti bakal bikin Bang Rozak tambah sakit kepala. Ready or not, cheerful and full color Kelsy will be back! ASAP!

***

Aku meregangkan kedua tanganku ke atas. Pegel banget ini badan, seharian cuma ngadep layar komputer di kantor. Bahkan, tadi makan siang pun, aku pesen lewat Go Food. Gara-gara ngejar naskahnya si om, jadi naskah lain yang minggu ini harus kelar malah keteteran. Untung sih, naskah ini ceritanya ringan, lucu gitu. Peulisnya pun masih muda, jebolan dari aplikasi nulis gratis Happy Read.

MY ROOM(H)ATE

Dari judulnya pun udah ketebak ya, gimana alur cerita intinya. Dua orang cewek cowok tinggal satu rumah tapi saling benci dan kemudian jadi cinta. Andai segampang itu bikin rasa benciku ke si om jadi cinta. Eh, tapi sebenernya aku tuh nggak benci sama Om Ezra, tapi cuma gemes, karena doi terlalu ngeselin.

"Ini pesenan lo." Mbak Carol naruh jus semangka di atas mejaku.

Aku menyengir lebar. "Makasih, Mbak!"

"Aduh ... kasian anak perawan siang-siang begini wajahnya udah lusuh," godanya sambil terkikik.

Aku cuma mendengkus. Ya nggak sempet touch up lagi. Lagian juga nggak ke mana-mana, terjebak di ruangan ini sama para cowok yang udah punya anak bini. Om Ezra jomlo, lho ... kata batinku berbisik. Aku melirik ke arah pintunya yang tertutup rapat. Masa sih? Orang seganteng dia jomlo? Apa dia nggak doyan cewek, ya?

Tiba-tiba, seakan punya telepati, si om keluar dari ruangan dengan telepon nempel di kupingnya. Jantungku, astaga, berhenti seper sekian detik, pas lihat senyum lebar dia. Ngomongnya pun alus banget, matanya sampai menyipit. Si om ngomong sama siapa sih kelihatan bahagia banget? Bahkan lelaki itu juga ketawa. Beda banget auranya nggak kayak pas ngomong sama para babunya.

"Iya. Apa bebek panggang? Hm, siap, nanti aku bawain. Nanti malem, dandan yang cantik, I love you too."

Hot gossip!

Ini jelas banget, si om ngobrol sama pacarnya! Pakai 'I love you' segala. Lalu tiba-tiba Om Ezra udah berdiri di depan kubikelku. Masih dengan senyum dia nyerahin satu batang cokelat untukku. Kulihat merk-nya, nggak kenal. Merk asing.

"Kok bengong?"

"I-ini buat saya, Pak?"

Pak Ezra mengangguk, ia menatapku lekat-lekat, wajahnya manis banget. Senyumnya juga belum hilang. "Makasih ya, Kelsy."

Aku---yang masih tetap mendongak---menerima cokelat itu, lalu mengangguk kaku. Ya Tuhan, manisnya senyuman Om Ezra! Aku merasa kayak bisa lupain hal-hal ngeselin yang dia lakuin ke aku. Adem banget, kayak lagi ditatap malaikat.

Ya Allah ... kenapa sih, selalu bikin Kelsy naksir sama laki orang?

TBC
***

Hayo coba kenapa suka naksir sama laki orang?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top