19 | Parents in Law, I'm Coming!

Rabu malam kemarin, mami tiba-tiba masuk ke kamar dan menanyakan sesuatu yang buat aku cukup speechless. "Kamu udah pernah ketemu sama orangtua Ezra belum?" Satu pertanyaan simpel itu bikin aku galau semalam. Kalau dipikir-pikir, si om sudah beberapa kali bertemu orangtuaku. Ya, walaupun bukan yang sengaja main ke rumah buat ngobrol sama mereka. Sedangkan aku? Lihat wajah calon mertuaku aja nggak pernah. Terus, aku nggak punya cukup nyali minta Mas Ezra untuk dipertemukan sama orangtua doi.

Sepertinya Tuhan kasihan sama aku, dan tiba-tiba kemarin pas Mas Ezra anter aku pulang, dia bilang kalau minggu depan ibunya bakal ngadain pesta ulang tahun kecil-kecilan. Tidak cuma itu, si om juga nawari aku mau dateng atau nggak.

"Mama, Sabtu depan ulang tahun, ada pesta kecil-kecilan. Mau dateng?"

Aku terkesiap. Terkejut tapi terlampau senang. Hampir aja aku teriak jawab iya. "Eh Mas, tapi emang ada yang bawa orang luar?" tanyaku takut-takut.

"Biasanya bawa Aryo."

Aku mengernyitkan kening. "Keluarga Mas udah kenal Mas Aryo?"

"Dia kan rekan kerja dan cukup sering anter jemput aku ke acara keluarga. Jadi, Mama bilang ajak dia masuk sekalian."

"Nanti pas aku dateng, ternyata keluarga Mas kaget lihat aku. Bisa jadi, malah nggak suka jadinya."

Dia tidak menanggapi kekhawatiranku. Pandangan Mas Ezra masih terus fokus ke depan, menyetir. Sampai akhirnya, mobil dia menepi, bahu jalan yang cukup lebar, depan mini market. Aku kira dia mau ke mini market beli sesuatu, tapi si om malah mengeluarkan ponselnya dan mengetik sesuatu di sana.

"Mas? Mas Ezra mau apa berhenti di sini?"

"Sebentar."

Kenapa sih, dia? Aneh banget. Kadang, rasanya aku pengin bedah kepala dia biar tahu apa yang Mas Ezra pikirkan. Otaknya bekerja terlalu random. Kayak bukan manusia. Aku mendengkus kesal, karena diabaikan doi.

"Mereka nggak masalah kok," katanya tiba-tiba.

Mereka siapa? Apanya yang nggak masalah? "Aku nggak ngerti Mas Ezra ngomong apa."

Lalu si om menyerahkan ponselnya padaku. Layarnya memperlihatkan percakapan pesan di sebuah chat group. Masih dengan bingung, aku mengambil ponsel dari tangannya dan membaca pesan tersebut.

[KELUARGA SULTAN WIDYATMA]

Ezra : Ma, besok pas pesta ultah mama boleh bawa pacar?

Princess Elmira : MAS EZRA PUNYA PACAR? ALHAMDULILLAHHH!

Edgar : Widih, serius nih?

Mama : Kakak punya pacar nggak bilang-bilang?

Ezra : Ini udah bilang kan?

Papa : Bawa aja. Coba lihat, sama mamamu cantikan mana.

Mama : Inget, kalau cari pacar jangan lebih cantik dari Mama.

Ezra : Masih cantik Mama kok.

Mama : Boleh bawa. Jangan lupa kasih tau dresscode-nya Kak.

Princess Elmira : Adek boleh bawa pacar juga kan?

Edgar : Adek kan nggak punya pacar 😂

Papa : Adek belum boleh punya pacar.

Kontan aku tertawa kecil setelah membaca percakapan antar keluarga Mas Ezra. Sepertinya mereka adalah keluarga yang sangat harmonis. Nama grup keluarganya mencuri perhatianku. Jadi, papa si om namanya Sultan? Atau mereka dengan penuh percaya diri, menamai keluarga mereka sebagai bangsa sultan?

"Papanya Mas Ezra namanya Sultan?"

Si om terkekeh kecil. "Bukan. Itu grup yang kasih nama Elmira."

"Mas kayaknya sayang banget ya, sama Elmira? Kasih namanya sampai pakai princess segala."

Dia menggeleng. "Dia sendiri yang kasih nama."

Dari sana aku pun tahu, kalau Mas Ezra punya dua adik, Edgar dan Elmira. Edgar udah menikah dan punya satu anak, keluarga mereka tinggal di Swiss dua tahun terakhir ini. Sedangkan Elmira, baru dua puluh dua tahun, masih kuliah di Australia. Keluarga si om ternyata nggak ada yang berkecimpung di dunia literasi. Papa Mas Ezra kerja di bidang properti, bangun perumahan, lalu dijual belikan. Kalau sang mama punya toko kain. Satu-satunya hobi dari orangtua si om yang diturunkan ke doi itu travelling. Dalam sebulan, orangtua Mas Ezra bisa jalan-jalan entah ke luar kota, luar pulau atau luar negeri.

Sebenarnya, keluarga aku ya bukan rakyat jelata-jelata banget, tapi kalau dengar cerita si om, langsung kerasa bedanya. Koleksi Chanel sama Moschino-ku yang nggak seberapa di lemari itu, pasti cuma setara sama uang jajan Elmira yang dikasih si om.

"Mas, dresscode-nya apa?"

"Semacam koboi gitu. Nggak paham. Pokoknya sekitaran warna krem sama baju kotak-kotak."

Oh, oke. Kostum koboi? Gampang lah, ya. Cuma kemeja kotak-kotak, rompi, sepatu boots, sama topi. Iya, 'kan?

***

"Apaan, nih?" tanya Bang Rozak sambil membuka kantong plastik yang kuletakkan di atas mejanya, dan mengambil kotak cukup besar yang dibungkus kertas kado.

"Hadiah buat keponakan kesayangan, Rendra," jawabku.

Kedua alis lelaki itu mengernyit, berkumpul di tengah. "Lo besok nggak dateng, nih?"

"Maaf banget, Bang. Gue ada acara mendadak, serius," sesalku.

Sebenarnya sebelum dapat undangan datang ke ulang tahun mama Mas Ezra, Bang Rozak udah kasih tahu, kalau hari Sabtu anaknya ulang tahun, dan minta kita semua datang. Aku benar-benar kelupaan, semalam baru inget, langsung ajak Sita cari baju dan mainan buat anak umur dua tahun. Kalau disuruh milih, ya maaf aja Bang, aku pasti pilih buat ketemu sama calon mertua.

"Acara apa, sih? Gue udah kasih tahunya jauh-jauh hari, lho." Bang Rozak merajuk, bibirnya mencebik sambil bersedekap.

Kenapa nggak inget umur sih, kalau ngambek begini. Lucu nggak, bikin trauma iya. "Jangan lebay deh, Bang. Gue nanti main deh ke rumah lo, kapan-kapan."

"Biasanya juga kalau weekend gabut di rumah doang, Kel," sahut Mbak Carol.

Cewek satu ini, pasti nggak pernah absen buat ngomentari hidup orang. Salut aku. "Mau ketemu calon mertua Mbak, besok." Aku berani ngomong begini, soalnya si om nggak ada di kantor. Hihi ....

Dengkusan keras langsung memenuhi isi ruangan dibarengi kikikan megejek.

"Padahal dulu lo nggak halu begini loh, Kel," gumam Mbak Carol. "Apa karena ditinggal nikah Agam? Atau gara-gara nggak dianggap Pak Ezra? Pas awal-awal lo kerja sini, zaman diantar jemput mantan lo itu, lo normal aja."

"Mbak Kelsy pernah punya pacar?" tanya Miska dengan polosnya.

"Eh, iya tuh siapa pacar Kelsy dulu? Yang tiap jam istirahat ngapelin," sahut Bang Fahri.

"Gavin, masa pada lupa sih lo?" balas Mas Agam. "Kita sering ditraktir dia lho."

"Lo putus sama Gavin karena dia mau berlayar melalang buana, 'kan?" tukas Teh Farah.

Aku berdecak sebal. "Mana kuat gue, ditinggal berbulan-bulan. Putusin aja lah."

"Terus, ini katanya lo lagi LDR-an Mbak?" kata Miska. "Gue jadi bingung, kalau lo punya pacar beneran, kenapa masih ngejar-ngejar Pak Bos?"

"Selagi pacar gue nggak tahu, nggak masalah," jawabku. "If we can catch bigger fish, why not? Dont stuck with the small one."

"Anjir lah, lo. Belagu amat anak perawan," cibir Bang Rozak.

"Tapi beneran, besok gue ada acara ketemu sama keluaraga pacar gue. Jadi, maaf banget Rendra gue nomor duakan."

"Kelsy beneran udah punya pacar kok," kata Teh Farah tiba-tiba. "Beberapa bulan lalu, gue ketemu sama dia di mall, lagi bareng mas pacar."

Mataku melebar. Bahkan, aku lupa kejadian sekitar empat bulan lalu. Aduh, Teh Farah! Jangan dibocorin dong! Aku kan maunya bikin mereka jantungan pakai undangan!

"Serius? Temennya kali," timpal Mbak Carol skeptis.

"Ya tahu aja, rangkul-rangkulan lagi belanja bareng. Sekilas lihat, si cowok kelihatan tajir banget sih."

"Kok bisa lo tahu? Brand-brand mahal aja, lo nggak ngerti, Teh," tukas Miska tertawa geli.

"Aromanya itu beda ya, orang yang tajir melintir, sama lo-lo pada," pungkas Teh Farah.

"Kalau kalian nggak percaya, cukup tunggu undangan dari gue." Aku menunjuk Mbak Carol lalu menyeringai, "siapa tahu, gue nikah duluan dari lo, Mbak."

***

Aku memandangi Mas Ezra yang tampak aneh. Dia nggak pakai kostum koboi. Warna baju kita berdua jadi senada, karena aku pakai dress warna krem selutut, dipadukan dengan jaket kulit hitam, dan untuk rambut sengaja ku kepang biar lebih kerasa vintage-nya. Nggak lupa sepatu boots hitam biar kelihatan sangar. Sedangkan Mas Ezra cuma pakai kemeja lengan pendek putih, dengan celana krem tiga perempat. Udah, sesimpel itu.

"Aku salah kostum, apa Mas yang salah kostum?"

"Nggak punya rompi sama topi koboi, males beli juga."

Di saat aku mikir keras untuk nggak salah kostum, eh, si om malah pakai baju seadanya. Aku jadi takut, kalau bajuku yang terlalu niat.

"Beneran aku nggak salah kostum, 'kan? Yang lain beneran pakai kostum koboi, 'kan?"

"Nggak lah. Kamu pakai baju motif leopard juga nggak akan diusir."

Setelah meyakinkan diri tidak ada yang salah dengan kostumku, aku menarik napas panjang-panjang, dan keluar mobil mengikuti Mas Ezra. Halaman depan rumah orangtua si om, tampak lengang. Aku berjalan di sisi om, memasuki rumah, melewati ruang tamu, ruang tengah -mulai terdengar suara ramai orang, dan sampailah kita di ruang keluarga bagian belakang yang berhadapan langsung dengan taman belakang.

Nyaman banget kelihatannya, rumah orangtua si om kelihatan hommey dan menyegarkan, karena cukup banyak tanaman hijau.

"Ma! Kak Ezra dateng, nih!" seru seorang gadis berambut cokelat terang. Aku cukup terkejut melihat penampilannya. Kemeja kotak-kotak yang ujungnya diikat, rok tenis abu-abu di atas lutut, dengan aksesoris ranta-rantai di pinggangnya.

Lalu, tak lama kemudian seorang wanita berambut pendek, mengenakan kemeja biru kotak-kotak, celana jeans dan topi ala koboy muncul. Itu mamanya Mas Ezra? Cantik banget. Mulutnya membentuk senyuman lebar seraya berjalan ke arah kami. Dia lalu memeluk Ezra hangat, tapi tiba-tiba senyuman itu hilang. Aku mendadak merinding. Apa dia nggak suka lihat aku? Mulut wanita itu mengerucut.

"Baju apa ini, Kak?" sungutnya. "Lihat Papamu gantengnya bukan main pakai baju rompi rumbai-rumbai."

Mas Ezra cuma meringis. "Ma, ini Kelsy, pacarku."

Kerutan di dahi mama Mas Ezra semakin dalam. Aku jadi panik bukan main. Kayaknya beneran dia nggak suka aku deh.

"Bohong kamu, Kak. Katanya cantikan Mama sama pacarmu, jelas-jelas cantikan pacarmu," katanya.

Aku langsung tersipu. "Nggak kok, Tante---" kalimatku tergantung, aku bahkan nggak tahu siapa namanya.

"Erin, itu nama Tante." Pandangan Tante Erin beralih ke Mas Ezra. "Masa kamu nggak ngenalin nama Mamamu ke pacar sendiri?"

"Kelupaan, Ma."

Tante Erin tertawa kecil. "Kelsy, jangan malu-malu, ya. Anggap aja keluarga sendiri. Itu ada Elmira, kayaknya kalian seumuran' kan?"

Garden party ulang tahun Tante Erin cukup banyak didatangi tamu. Kemungkinan besar para saudara Mas Ezra. Aku cukup grogi sebenarnya, takut out of the place, tapi ternyata nggak. Elmira menyapaku dan mengajakku ngobrol di kursi-kursi yang sudah ditata di taman.

"Gue Elmira, Kak Ezra pernah cerita tentang gue nggak?"

"Nggak, sih. Cuma pernah bilang punya adik yang masih kuliah di Australia gitu."

"Kalau lo sendiri? Ketemu sama Kak Ezra di mana?"

"Di kantor. Gue editor di Penerbit Lentera, Mas Ezra jadi kepala editornya."

"Selalu gini ramai-ramai begini, ya kalau ada acara ulang tahun?"

"Nggak juga. Kalau pengin kumpul-kumpul sama keluarga besar, baru deh adain pesta," jawab Elmira. "Aduh Kak Edgar mana sih, mau gue kenalin ke lo juga. Jarang-jarang soalnya Kak Ezra bawa cewek ke rumah."

"Ke mana-mana dia kan sama Mas Aryo," sahutku.

Elmira terkekeh. "Betul! Gue sempet ngira dia belok, terus Mas Aryo itu pacarnya."

Aku terbahak keras. Ternyata yang berpikiran begitu nggak cuma aku. Untung Mas Ezra masih bergelut membakar iga sapi bersama seorang lelaki yang nggak kukenal.

"Itu yang sama Mas Ezra, Edgar bukan?"

Elmira menggeleng. "Itu sepupu. Kak Fajar." Kepalanya terus menoleh kanan kiri, mencari keberadaan Edgar. "Nah! Itu dia!"

Aku melihat ke arah yang Elmira tunjuk. Edgar dengan kostum lengkap ala koboi, bawa ukulele, dia bernyanyi didampingi bocah lelaki kecil yang memakai kostum serupa. Lucunya! Rambutnya merah lagi, pipinya gembul. Jadi penasaran sama ibunya.

"Kak Edgar! Pacar Kak Ezra, nih!" seru Elmira, membuatku malu.

Wajah lelaki itu berbinar seketika. Ia menggendong bocah lelaki itu, dan menghampiriku. "Wow!" katanya setelah berdiri di depanku.

"Kelsy."

"Edgar."

Kami pun berjabat tangan. "Ini, namanya siapa?"

"This is James, my boy. James, give a kiss to pretty aunty, c'mon," kata Edgar pada anaknya.

Bocah itu lalu mencondongkan tubuhnya dan memberi kecupan basah di pipiku. Ini lebih bikin meleleh daripada pas dicium Mas Ezra sih. "Lucu banget sih. Hi, James, nice to meet you, Baby."

"Kalau boleh tahu, udah berapa lama sama Ezra?"

"Hampir tujuh bulan, kira-kira."

"Gila! Gila!" decak Edgar kagum. "Udah tujuh bulan dan Ezra baru kasih tahu kita? Kurang aja dia." Aku cuma terkekeh, nggak tahu harus menanggapi apa.

Sekitar sepuluh menit kemudian, acara pun dimulai. Acara diawali dengan doa, dan menyanyikan lagu ulang tahun. Lalu, dilanjutkan dengan pembacaan surat dari anak-anak Tante Erin. Setelahnya, makan-makan. Om Restu---papa Mas Ezra-- menyumbangkan satu lagu, yang kemudian diikuti oleh beberapa orang. Suasana pesta ini, sangat menyenangkan. Aku banyak berkenalan dengan sepupu-sepupu si om. Aku juga beberapa kali mengobrol dengan Joanne---istri Edgar, orang Swiss---yang sudah lumayan bisa Bahasa Indonesia.

"Hari ini, kita kedatangan tamu spesial yang selalu sibuk dan sering banget absen acara keluarga," kata Edgar sebagai pembawa acara. "Akhirnya setelah berabad-abad nggak nongol, dengan alasan kuliah, tapi nyatanya nggak kelar-kelar kuliahnya, Elmira bisa pulang ke Indonesia!"

Gemuruh tepuk tangan dan sorak sorai terdengar. Elmira berdiri dari kursinya dan memberikan cium jauh pada Edgar dan kedua orangtuanya yang duduk di depan. Namun, matanya tiba-tiba memicingkan mata ke arah kakak keduanya. "Emang susah woy kuliahnya! Lo nggak pengertian banget, sih."

"Selain Elmira, kita punya tamu spesial lain. Kakak tertua kita, setelah lama menjomlo, akhirnya bawa gandengan juga hari ini!" lanjut Edgar.

Aku setengah melambaikan diri lalu berangsur mendekat ke arah Mas Ezra, karena semua mata memandangku. Si om melingkarkan tangannya di bahuku.

"Calon kakak ipar gue, tapi masih muda banget, sebelas dua belas sama Elmira, betul, 'kan?" Aku mengangguk sambil tertawa pelan. "Ma, Pa, ada pesan buat calon menantu nggak?"

"Nggak. Mau kasih pesannya ke Ezra aja," jawab Tante Erin. "Cepet dihalalin, buat apa lama-lama? Kamu nggak tambah muda. Gantengmu aja udah kebalap sama Papa."

Om Restu mengangguk-angguk. "Papa sih setuju. Kalau lama-lama takutnya keselip Elmira ini. Tiap bulan udah izin sama Papa minta pacaran terus."

Aku tersipu-sipu terus dari tadi mendengar obrolan kocak orangtua Mas Ezra, yang terang-terangan menerimaku. Semua keluarga Mas Ezra sangat baik dan humoris, tidak kaku, nggak kayak si om. Aku juga penasaran, kok bisa doi beda sendiri?

"Ya udah, kalau Elmira memang udah punya calon, serius, nikah duluan aja," katanya santai.

Senyumku luntur saat mendengar jawaban dari Mas Ezra. Harusnya dia bisa kan nge-iyain aja, walaupun cuma bercanda? Tapi aku nggak mau mikir aneh-aneh. Si om kan emang kaku orangnya, jadi malah aneh kalau dia dengan semangat menyetujui usulan orangtuanya. Lagian nggak mungkin Mas Ezra main-main, buktinya aku dibawa ke acara keluarga begini, kata hatiku meyakinkan diri. Ya, 'kan?

TBC
***
Cegil kita overthinking gaesss😨

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top