14 | Convincing Time

"Cabut yuk, suntuk gue di kantor mulu."

Aku melirik Mbak Carol yang sudah mematikan komputer dan beres-beres meja. Baru jam satu, tapi dia udah mau pulang aja. Sebenarnya nggak masalah sih, kan emang salah satu kelebihan kerja jadi editor jam kerjanya lumayan fleksibel.

"Mau nonton nggak, Mbak? Gue temenin," sahutku.

"Boleh. Mau nonton apa? Ada film horor yang lagi booming banget, nih." Mbak Carol mengangguk antusias.

"Mis, ikutan kita yuk, nonton. Biar para cowok aja yang stay di kantor," ajakku pada Miska, lalu aku menoleh ke arah Teh Farah. "Teh Farah, ikutan?"

Dia menggeleng sambil menampilkan raut muka sedih. "Gue ada deadline, nggak bisa ikut foya-foya."

"Mentang-mentang nggak ada Pak Ezra, kalian mau kabur, nih?" tanya Bang Rozak.

"Iya, dong! Gue udah bebas deadline! Naskahnya si bos juga mau kelar," jawabku sambil memamerkan senyum lebar.

Bang Rozak mendecakkan lidah. "Andai Pak Ezra tahu, kelakuan stafnya pada begini."

"Biarin lah mereka cabut. Jarang-jarang mereka ngeluyur keluar, nggak kayak lo yang seminggu cuma masuk kantor tiga kali," tukas Mas Agam.

Ah, suami orang masih tetap pengertian begitu. Setelahnya, aku, Mbak Carol, sama Miska bawa mobilku buat nonton. Kita setuju buat nonton Sebelum Iblis Menjenguk. Asyik, ada bahan buat review lagi di lapak Nona Manis. Ya, walaupun itu khusus buat review buku, tapi sekali-kali lah boleh, review film sutradara kawakan.

"Lama banget ya, Pak Ezra perginya. Seminggu, 'kan?" tanya Miska. "Ke mana, sih?"

"Wina," jawabku.

"Ngapain? Emang mau ada projek apa kantor kita?" sambung Mbak Carol.

"Dia observasi, buat buku selanjutnya."

"Urusan pribadi dong kalau gitu?" tukas Mbak Carol.

"Memang. Dia memang harus cari inspirasi baru buat nulis. Kata Pak Ezra sih, awalnya dia males jadi kepala editor di Lentera, soalnya nanti jalan-jalan cari inspirasinya jadi terbatas gitu," terangku.

"Lo beneran mau deketin si bos ya, Mbak? Sampai tahu banyak gitu," celetuk Miska.

"Iya, dong! Gue kan selalu cerewet kalau lagi diskusi naskah sama dia," jawabku tanpa menampik tudingan Miska. Aku tahu informasi tentang calon pacarku itu ya, waktu debat soal naskah dia, sekalian tanya-tanya.

Mbak Carol mendecakkan lidah. "Palingan juga kayak Agam. Ternyata Pak Ezra udah taken."

Aku menegakkan punggungku, lalu menghadap ke arah Mbak Carol sambil menggeleng. "Dia asli single berkualitas."

"Tahu dari mana lo? Apalagi udah setingkat Pak Ezra, definisi sultan beneran, ke mana-mana aja nggak mau nyetir sendiri. Pak CEO aja kalah," tukas Mbak Carol sengit.

"Kalau nggak percaya, lo tanya aja sendiri," gerutuku. "Eh tapi, bentar lagi dia emang ganti status, taken by Kelsyana."

Mbak Carol dan Miska memutar bola mata, seakan-akan ucapanku ini khayalan tingkat tinggi. Nggak tahu aja mereka, sepulangnya si om dari Austria dia bakal jadi pacarku beneran. Nanti derajatku otomatis bakal lebih tinggi dari mereka, jadi pacar kepala editor. Hahaha. Pengin ketawa jahat sambil bagi-bagi sembako ke staf-staf editor jelata macam dua orang itu.

***

Sehabis nonton, aku, Mbak Carol dan Miska memutuskan untuk mengakhiri hari ini dengan makan bersama. Steik di atas meja, tidak berhasil menggugah seleraku yang tiba-tiba lenyap karena si om belum juga bales chat-ku. Aku mau bagi rahasia nih, sebenarnya aku sama si om udah pacaran dari kemarin. Tetapi, belum resmi aja, karena aku udah nggak sabar.

To: Pak Ezra
08.10 AM | Kenapa sih pacarannya harus nunggu Bapak balik sini? Kan lama.

08. 10 AM | Saya maunya pcrn sekarang. Biar pernah jadi pejuang ldr.

08. 50 AM | Kok nggak dibales?

From: Pak Erza
Di sini baru jam 5 pgi | 10.15 AM

Kmu mau pcran sama siapa? Saya jg ga di sana |10.15 AM

Perjanjiannya kn, slma seminggu kmu mikirin lagi keptusanmu. Serius mau sama sy? | 10.15 AM

To: Pak Ezra
10.16 AM | Saya udah semedi. Saya serius sama Bpk, jd Bpk harus serius sama saya.

10.16 AM | Udh dlu y Pak, ada deadline. Bye bye, nanti saya chat lg kalo kangen.

"Pamali, cemberut di depan makanan, nanti nggak berkah," tukas Mbak Carol seraya menjawil lenganku.

"Ya abis, gue dianggurin, dari tadi pagi nggak dibales ini chat." Aku bersungut-sungut.

"Siapa, nih? Gebetan, Mbak?" tanya Miska penasaran.

"Kepo aja."

"Gini nih, bibit-bibit playgirl, katanya mau jadi pacar pak bos, eh ternyata udah ada gebetan," komentar Mbak Carol.

"Selama belum deal, nggak masalah dong gue cari-cari dulu. Lagian Pak Ezra juga nggak di sini," balasku tak mau kalah. "Lo nggak ngerti sih rasanya LDR gimana Mbak, ya, 'kan Mis?"

Mata Miska membulat sempurna. "Sumpah, lo LDR-an, Mbak?"

Aku mengangguk, tidak sempat menyahutinya karena perhatianku terfokus pada layar ponsel yang menampilkan pesan baru dari si om. Aku mengernyit bingung, waktu lihat Pak Ezra mengirimiku link website. Kebingunganku berubah jengkel, saat ada pesan baru lagi dari dia.

From: Pak Ezra
16.30 PM | www.triplover.com/oleh-olehaustria045268

16. 30 PM | kalau mau tau oleh2 khas sana, buka web itu aja.

Aku mendengkus kencang-kencang. Serius dia kirimin aku link artikel? Padahal kan, aku maunya dia yang jelasin. Ini cowok nggak peka banget emang. Aku menarik napas panjang, menahan emosi, biar nggak ngetik pakai capslock.

To: Pak Ezra
16.31 PM| Males baca

From: Pak Ezra
Editor males baca? | 16. 32 PM

To: Pak Ezra
16.32 PM | Ya biarin. Lagian knp dikasihnya artikel web begitu sih.

16. 35 PM | Knp tiba-tiba ga bales lagi?

From: Pak Erza
Kamu kn lagi males baca. Nnti chat saya dianggurin | 16.36 PM

Aku meletakkan ponsel di atas meja, beneran dongkol sama Om Ezra. Seketika merasa bersalah sama steik yang belum kusentuh. Aku menyendokkan satu potongan besar daging dan merasakan kelezatan yang meleleh di lidahku. Kayaknya aku memang butuh makan deh, katanya orang lapar lebih gampang emosi.

"Nah, gitu dong Neng, dimakan," seloroh Mbak Carol.

Aku meneguk jus jerukku sampai menyisakan setengah gelas, kemudian mengangguk setuju. "Laki bikin pusing, mending ngurusin perut aja."

"Makan yang banyak, Mbak. Karena pejuang LDR nggak boleh loyo," sahut Miska sambil terkekeh kecil.

Mbak Carol meletakkan gelas minumnya, lalu menatapku penuh selidik. "Gue masih nggak percaya Kelsy ada pacar. Kok lo bisa gampang ketipu sih, Mis?"

Aku mencebik, malas menanggapi Mbak Carol. Miska pun hanya terkikik. Kami bertiga fokus dengan makanan masing-masing tanpa suara. Kalau sudah ada makanan, pasti langsung anteng. Aku baru saja menghabiskan makananku, saat Miska heboh memekik sambil melihat ponselnya.

"Kenapa, sih?"

"Vlog langganan gue tayang," jawabnya dengan cengiran lebar. "Gue demen banget nih sama keluarganya Zaskia Mecca. Ramai gitu."

"Istrinya pak sutradara itu bukan, sih?" sahut Mbak Carol.

Miska mengangguk semangat. "Kata Hanung, pas mereka ketemu, Zaskia sebenernya udah punya pacar loh, orang arab, ganteng, kaya. Tapi, Zaskia malah pilih Hanung, duda anak satu."

"Loh, kenapa? Apa salahnya nikah sama duda?" tukasku, sebagai calon istri 'duda', tentu aku harus membela status si om.

"Ya, nggak ada yang salah. Mereka juga keren sih, bisa akur sama keluarga mantan istrinya Hanung," jawab Miska.

"Tapi, nikah sama duda itu agak beban, soalnya kita pasti kepikiran, suami kita bandingin sama mantan istrinya nggak," celetuk Mbak Carol. "Kayak temen gue."

Aku menarik napas panjang. Oke, obrolan ini sepertinya akan cukup berat. "Maksud lo, Mbak?"

"Temen gue ini nikah sama duda tanpa anak. Emang dia yang suka overthinking, sih. Pernah gitu, dia masak sesuatu buat suaminya, terus suaminya tanya, kok pakai ayam nggak daging. Nah, temen gue jawab, emang dia selalu pakai ayam. Habis itu, temen gue pun tanya ke lakinya, pernah makan itu yang pakai daging di mana, terus suaminya jawab, dulu mantan istrinya kalau masak pakai daging. Walaupun suaminya tetep bilang kalau masakan dia enak, temen gue tetep kepikiran."

"Ya, mau gimana lagi ya, Mbak? Orang-orang dengan status duda atau janda ini emang punya hal yang bisa dijadiin pembanding, karena mereka udah pernah membangun rumah tangga sebelumnya," timpal Miska. "Yang penting, jangan baperan aja, sih. Lagian, duda atau janda kalau emang nikah lagi nggak mungkin banding-bandingin pasangan barunya sama mantannya dulu. Kalau emang punya perasaan."

"Bener! Setuju gue. Kayak gue, mantan gue banyak. Mau nggak mau, di otak gue itu mikir sendiri, perbandingan antara cowok-cowok yang pernah gue pacarin. Tapi, nggak pernah tuh, gue omongin ke pacar gue sekarang," terang Mbak Carol.

"Terus, ada juga sih yang cari pasangannya mirip-mirip sama mantannya dulu," tutur Miska.

Aku termenung mendengar percakapan Miska dan Mbak Carol. Obrolan mereka bikin aku penasaran seperti apa mantan istri si om. Oke, maksudku emang kadang doi ngeselin, tapi dia juga gemesin abis. Masa, cuma karena Om Ezra terlalu sibuk kerja, diceraiin? Terus, alasan dia nggak mau jalin hubungan itu ada kaitannya sama si mantan istri nggak? Jangan-jangan, dia mau sama aku, karena aku mirip mantan istrinya? Mungkin nggak, ya? Tapi kan, dia bilang udah move on!

Mana begonya aku, kemarin nggak nanya-nanya siapa istri Pak Ezra, kalau ternyata selebriti gimana? Mati lah aku, saingannya berat, kalau emang si om belum berhasil move on. Aku kemarin terlalu seneng, terbutakan sama cinta jadi gini nih, nggak bisa berpikir jernih.

Aku menggigiti bibirku. Penasaran banget, pengin korek-korek info lebih dalam, tapi ke siapa? Mas Aryo? Tahan Kelsy, tahan. Tapi, si om marah nggak ya kalau aku cari info soal pernikahan dia dulu sama orang lain? Lebih baik aku tanya langsung sama dia aja, 'kan?

"Argghh!"

"Eh, kenapa lo?" Mbak Carol menjentikkan jarinya di depan wajahku.

"Nggak apa-apa, Mbak. Keinget deadline," jawabku bohong. "Balik yuk, udah mau malem."

Untung saja, kedua temanku itu langsung setuju tanpa banyak tanya. Di rumah, aku bisa merenungkan ini tanpa gangguan. Bukan, aku nggak akan mundur kok, cemen banget kesannya. Aku cuma mau berpikir realistis. Besok, kalau si om balik dari Austria, bakal ku interogasi. Demi masa depan yang lebih cerah, aku rela ribet-ribet sekarang.

TBC
***
Ditahan dulu momen gemesnya sama Om Ezra... songong begitu kan, Kelsy juga bisa galau mikirin siapa mantan istri si om..

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top