13 | Double Surprise
Sambil menatap pantulanku di depan cermin, aku senyum-senyum nggak jelas. Rasanya pengin teriak kencang, jingkrak-jingkrak saking girangnya, karena malem ini setelah usahaku selama sebulan, akhirnya si om ngajak aku dinner berdua. Iya, berdua! Bahkan tanpa Mas Aryo. Kemarin sore, sepulang tenis bareng---aku lawan Pak Ezra---doi tiba-tiba cegat aku sebelum aku masuk mobil.
"Besok malam free?"
"Iya Pak, kenapa?"
"Makan, mau?"
"Maksudnya?"
"Besok malam, makan sama saya mau?"
Mataku langsung berbinar, senang banget dong pastinya. Tanpa gengsi, tanpa malu-malu kucing, aku langsung mengangguk. "Bapak ngajak malam mingguan saya?"
Si om mengernyitkan kening sebelum mengangguk. "Iya."
"Berdua aja?" tanyaku, si om mengangguk lagi. "Nggak sama Mas Aryo, kan?"
"Iya, Kelsy." Nada suaranya terdengar kesal.
"Oke! Nanti Bapak chat saya aja ya, mau makan di mana. Saya pulang dulu," kataku sebelum masuk ke dalam mobil.
Besoknya seharian, dari pagi sampai sore, aku udah gatel pengin chat doi, tanya dia mau bawa aku ke mana, dia mau jemput atau kita berangkat sendiri-sendiri. Tetapi untungnya, sebelum aku chat si om, dia chat aku duluan, bilang kalau mau jemput jam tujuh malam ke rumah. Ya ampun, deg-degan gila. Padahal ini bukan pertama kalinya aku dijemput cowok.
"Cantik banget sih, mau ke mana pakai dress malem-malem begini?" tanya mami yang lagi duduk di santai di ruang keluarga.
"Mau keluar, dong! Masa malam minggu di rumah aja," jawabku lalu duduk di sebelah mami.
Sita, yang kebetulan juga di rumah, ikut nimbrung. "Emang lo udah punya pacar? Gaya banget mau malem mingguan."
"Alah, kayak lo ada pacar aja," cebikku sebal.
Aku sih sebenernya pengin banget bilang sama mereka, kalau aku keluar sama pacarku malam ini. Tapi, nanti kalau si om dateng, terus mami konfirmasi langsung sama Pak Ezra kan, aku yang malu sendiri. Jadi kutahan, ada saatnya kok nanti aku ngenalin Om Ezra ke mami, nggak cuma sebagai pacar, tapi calon menantu idaman.
"Kelsy!" Suara papi melengking dari ruang tamu. "Ada tamu, nih!"
Aku buru-buru ke teras dan mendapati pangeranku, duduk di sebelah papi. Pipiku rasanya panas, bikin aku nggak berani natap dia. Terdengar suara langkah kaki dari belakang, lalu disusul mami yang menanyakan siapa tamu spesialku malam ini.
"Ini temennya Kelsy yang mau ajak pergi?" tanya mami tanpa basa-basi.
Om Ezra berdiri, lalu menyalami mamiku. "Ezra, Tante."
Bisa kulihat, mami mengamati seluruh gerak-gerik si om. Entah karena mencoba menilai cowok yang berani bawa anak gadisnya keluar, apa terpesona sama calon mantunya sendiri.
"Kenal di mana?"
"Di kantor, Mi," jawabku sebelum si om sempat buka mulut.
"Atasannya Kelsy di kantor," ujar papi tiba-tiba. "Temen main tenis papi juga."
"Papi udah kenal? Kok papi nggak cerita sama mami, kalau tahu pacarnya Kelsy?"
Aku memejamkan mata dan menarik napas panjang. Malu banget! Belum tahu si om mau sama aku apa nggak, mami udah bilang gitu dulu. Terus, apaan tuh barusan papi ngakunya temen main si om? Padahal cuma pernah lawan Pak Ezra sekali doang, langsung sok akrab. "Mi, ini P-Pak, eh Mas Ezra bukan pacar Kelsy," kataku sambil memberi tatapan permintaan maaf pada si om.
Si om tidak menanggapiku, dia malah tersenyum manis ke arah orangtuaku. "Saya mau izin ajak Kelsy keluar makan malam, Om, Tante," katanya sopan. "Kalau Om sama Tante mengizinkan, saya bakal jaga baik-baik Kelsy malam ini."
"Ada jam malamnya loh," kata papiku.
"Papi!"
"Maksimal jam sepuluh harus sampai rumah."
Pak Ezra mengangguk sambil tersenyum. "Siap, Om. Kalau begitu, saya sama Kelsy berangkat dulu, biar nggak kemaleman. Terima kasih, Om."
"Pi, Mi, Kelsy pergi dulu," kataku lalu mengekori si om berjalan ke mobilnya.
Di dalam mobil, suasana mendadak canggung. Si om yang dari tadi tebar senyum ke mami papi, berubah lagi jadi si datar dari gua hantu. Aku melirik ke arah doi takut-takut, tapi pengin terus, soalnya ganteng banget. Mana lagi dia pakai kemeja putih yang digulung ke siku. Si om beneran mau ngajak kencan doang, nih? Nggak sekalian mampir ke KUA? Tanggung banget.
"P-Pak Ezra," cicitku. "Maaf ya, yang tadi. Mami saya suka usil."
"Nggak masalah," jawabnya santai. "Kamu jarang keluar malam minggu sama teman, ya?"
"Cukup sering sih, Pak!" jawabku. "Tapi, emang seringnya sama temen cewek."
"Jadi, kalau ada cowok yang jemput ke rumahmu, dikira pacar?"
"Ya, gitu deh," gumamku. "Terus, tadi maaf ya, saya panggil Bapak, Mas. Soalnya aneh aja, masa keluar berdua, manggilnya masih kaku begitu. Lagian toh, nanti kalau kita jadi, saya manggilnya mas aja. Biar umur kita nggak kerasa jauh."
Si om mendengkus. "Berapa umurmu?"
"Dua lima, Pak. Selisih sepuluh tahun sama Bapak."
"Jauh juga," gumamnya.
"Age just number, so it doesnt matter."
***
Pak Ezra membawaku ke restauran mewah, nggak main-main emang, kencan pertama sama pengusaha. Setelah kita diantar ke meja yang udah dipesan sama si om, kita pun pesan makanan. Nggak perlu nunggu lama sampai hidangan pembuka diantar ke meja. Awalnya, kukira bakal garing banget, soalnya nggak tahu apa yang bakal diomongin. Tapi lumayan juga, sampai menu utama datang, ada aja yang jadi bahan obrolan.
"Saya nggak suka Batman."
Satu alisku terangkat. Kenapa? Gimana bisa ada orang yang nggak suka Bruce Wyne? "Kenapa, Pak? Dia tuh keren banget. Punya perusahaan, jadi superhero, mana baik lagi."
"Dia terlalu sempurna, Kelsy. Di mata saya, dia nggak pernah terlihat nyata," jawabnya. "Kayak Captain America juga. Baik, rela berkorban, pekerja keras, ganteng, he is too good, to be true."
Aku mendengkus. "Terus, Bapak sukanya siapa?"
"Iron Man lumayan. Dia sombong."
"Ya nggak masalah, 'kan? Dia emang punya segalanya kok, jadi wajar aja kalau sombong," sahutku sebal. Sebagai pecinta superhero yang ganteng-ganteng ini, bikin aku kesal sama pendapat si om.
"Makanya saya suka dia. Dia punya sifat yang dimiliki manusia," jawabnya lugas. "Itu yang bikin kelihatan, dia cukup nyata. Kalau kamu, apa yang buat kamu suka mereka?"
"Mereka keren sama ganteng," jawabku jujur. Aku emang nggak punya pemikiran aestetik atau mendalam kayak si om. Ya udah, ada cowok ganteng, kutaksir. "Paling suka Tony Stark. Dia tahu dia kaya, pinter, makanya songong. Saya tuh suka orang-orang songong berkualitas gitu." Bapak juga begitu, 'kan? Songong. Kutambahi di dalam hati.
Aku mengelap ujung bibirku setelah melahap habis almond strawberry cheese cake yang legit banget. Aku curiga sih, si om tahu kalau aku penggila kue almond. Jangan-jangan dia juga cari tahu tentang aku? Eh, terus ini kenapa si om tiba-tiba diem? Matanya juga tanpa permisi, natap aku sampai bikin aku malu-malu begini, salah tingkah.
"Ehm Pak, kenapa ya? Saya makannya belepotan?"
Si om menggeleng. Ia mengubah posisi duduknya, matanya belum beralih dari wajahku. Aduh, tahu sih, kalau malem ini aku flawless abis, tapi nggak usah begitu juga kali Pak, lihatin akunya, ucapku dalam hati.
"Kamu beneran suka sama saya?"
Ya Tuhan, Om Ezra! Why do you have to ask question that the answer was so clear?! Aku udah ngomong itu berapa kali sama author ganteng itu kalau aku suka sama dia. Tanggapan Om Ezra selalu sama, nggak tertarik sama kesempatan yang kutawarkan, padahal belum dicoba.
"I think I don't need to answer that question."
"Okay, if you say so." Ezra mengangguk-anggukkan kepala. "Saya mau ke Austria seminggu. Selama seminggu itu, kamu pikirin baik-baik perasaanmu ke saya. Kalau perasaanmu masih sama, kamu yakin sama saya, I'll give you a chance. Tapi ingat Kelsy, saya nggak suka main-main, jadi pastikan perasaanmu juga nggak main-main."
Kepalaku tiba-tiba pening. Kenapa dia yang kasih ultimatum ke aku? Perasaanku ke dia, jelas nggak main-main, tapi apa jaminannya dia nggak akan mainin aku? Dasar Om Ezra, mau main curang. Emangnya aku nggak tahu, trik tipu-tipumu?
"Terus, gimana saya harus percaya kalau Pak Ezra juga bakal serius sama saya? Saya nggak mau cuma saya yang berusaha di hubungan kita nanti. Saya memang jatuh cinta sama kamu, tapi bukan berarti saya mau dibodohi atas nama cinta."
Sudut bibir si om terangkat membentuk seringaian yang membuatku gemas. Karena aku nggak tahu maksud seringaian lelaki itu!
"Ngapain saya menghabiskan waktu buat hubungan yang nggak saya seriusi Kelsy? Kamu pikir saya senganggur itu? Kamu bisa ninggalin saya, kalau saya ternyata main-main sama kamu. You have my word."
Oke, siap! Awas aja kalau kamu nggak anggap hubungan kita serius nanti Om Ezra! Tanpa kamu ingetin pun, aku nggak akan pikir dua kali buat ninggalin kamu, kalau ternyata berkelakuan berengsek. Tapi, lihat saja calon pacarku sayang, kamu akan ku-training, buat jadi pacar ideal, jadi aku nggak harus meninggalkanmu. Bayangan berpisah dengan si om bahkan sebelum memulai hubungan terlihat mengerikan.
"Ada satu hal lagi yang ingin saya bicarakan sama kamu," kata si om, wajahnya serius. "Mungkin, setelah tahu ini kamu jadi pikir dua kali, mau pacaran sama saya."
Aku menatapnya heran dan jujur aja, aku sedikit deg-degan dengar nada suaranya. Emangnya si om kenapa? Rahasia apa yang Pak Ezra pendam?
"Saya duda. Bercerai lima tahun lalu," katanya. "Apa sekarang kamu masih mau sama saya?"
What? Mulutku menganga. Kenapa selama ini nggak ada yang tahu status si om? Bahkan media pun kayak dipermainkan gitu? Aku nggak permasalahin status dia, tapi aku perlu tahu kenapa dia bisa cerai sama istrinya. Kalau kasusnya KDRT, maafkan aku Mas, aku harus melepasmu.
"K-kenapa Bapak rahasiain ini?"
Pak Ezra mengedikkan bahu. "Saya nggak rahasiain ini. Tapi, emang saya tidak umbar kehidupan pribadi saya "
"Terus, Bapak cerai kenapa?" Mendengar itu wajah si om berubah masam. Oke, aku ngerti itu privasi, baiklah, aku jelasin saja maksud pertanyaanku. "Bapak bukan pelaku KDRT, 'kan? Atau cerai karena selingkuh? Saya tanya ini, karena kalau Bapak diceraikan karena dua hal itu, maaf Pak, saya mundur sekarang."
Nggak tahu kenapa, aku lihat mimik wajah Pak Ezra berubah lega. "Saya bukan pelaku KDRT dan saya juga nggak selingkuh Kelsy. Kami cerai, karena dia merasa saya terlalu fokus bekerja. Jadi, dia nggak mendapatkan kasih sayang yang harusnya dia dapatkan." Pak Ezra tersenyum sendu, sepertinya dia menyesali perbuatannya itu.
Aku terdiam, mencerna perkataannya. Si mantan istri, ninggalin Om Ezra karena kekurangan kasih sayang. Mungkin nggak sih, si om yang diselingkuhin jadinya? Aku nggak berani tanya sih, soalnya itu masalah pribadi banget. Tapi, ini doi nggak gagal move on, 'kan?
"Bapak, masih cinta sama mantan istri Bapak?" tanyaku takut-takut.
Dia menggeleng. "Saya sudah move on. Kamu nggak perlu khawatir soal itu. Yang perlu kamu pikirin, kamu nggak takut kayak dia? Kekurangan kasih sayang dari pasangan? Ada banyak hal yang belum kamu tahu soal saya, Kelsy. Salah satunya watak saya. Mungkin di kantor, saya bisa bersikap baik, karena ya, saya memang harus profesional. Tapi, di luar kerja, saya kurang bisa berkomunikasi dengan baik."
"Kalau kita belum coba, kita nggak akan tahu gimana hasilnya," balasku. "Lagi pula, saya juga yakin, Pak Ezra nggak mau mengulangi kesalahan Bapak, 'kan?"
Pak Ezra mengangguk sambil tersenyum tipis. "Bisa bijak juga kamu."
Aku mencebik. "Bapak juga bisa ngomong panjang juga ternyata." Eh, dia malah ketawa.
Tenang aja, Pak Ezra nggak usah galau. Nanti aku bakal latih situ jadi pasangan super peka. Rasanya malem ini aku dapet dua jackpot gede, ya ... selain dikasih lampu hijau sama doi, ternyata Om Ezra itu dugem, duda gemes. Yum! Aku jadi semakin nggak sabar nunggu minggu depan, biar bisa pacaran sama Pak Ezra.
By the way, aku jadi penasaran kenapa Om Ezra nerima aku? Apa karena ayam teriyakiku? Apa karena penampilan cetarku? Lebih baik aku tanya langsung aja, biar nggak penasaran.
"Pak, apa alasan Bapak terima saya?"
"Emang saya terima kamu?" tanyanya balik, menyeringai.
Aku mendengkus kesal. "Iya, lah! Nanti habis Bapak pulang dari Austria, otomatis kita pacaran, 'kan Pak? Apalagi kemarin bilangnya nggak tertarik buat jalin hubungan."
Kekehan pelan keluar dari mulutnya. "Saya nggak tertarik buat jalin hubungan, bukan berarti saya nggak tertarik sama perempuan, Kelsy."
Jadi, maksudnya Om Ezra tertarik sama aku begitu? "Bapak tertarik sama saya?" tanyaku dengan suara cukup keras.
Si om berdeham. Wajahnya juga udah noleh ke samping.
"Pakai suara dong, Pak! Ngomong gitu, apa maksudnya hm, hm, saya kan nggak ngerti bahasa kalbu!"
Pak Ezra memejamkan matanya, terlihat frustasi, sebelum matanya menatapku. "Iya."
"Tertarik sama saya?"
Dengan malas-malasan, si om kembali bersuara. "Iya, tertarik sama kamu."
Aduh, imutnya Om Ezra kalau lagi malu-malu kucing begitu. Bilang tertarik aja harus dipaksa-paksa dulu. Aku tersenyum lebar, rasanya kayak bibirku mau sobek, karena aku nggak bisa tutup bibirku. Terlalu excited! Nggak tahu deh, aku masih bisa fokus buat diajak ngobrol lagi nggak. I'm sorry, I cant hear you over the I am interest in you.
"Senyummu, selebar itu, cuma karena saya tertarik sama kamu?"
"Awalnya emang tertarik, tapi kan nggak tahu seminggu kemudian, bisa jadi Bapak udah semakin yakin sama saya," tukasku. "Bapak nggak terima saya, bukan karena ayam teriyakinya aja, 'kan?"
"Itu salah satunya," jawabnya lalu meneguk air putih, "tapi bukan cuma itu. Saya suka sama personality kamu."
"Personality saya yang suka nyinyir?"
Pak Ezra mencebik. "Kamu berani jadi diri kamu sendiri, walaupun banyak yang judge kamu. Dan, kamu juga nggak takut buat menyuarakan pendapat kamu."
Bijak banget sih, calon suami aku? Ya Allah, beda banget sama Bang Rozak yang suka komentarin segala-segalanya tentangku. Andai Bang Rozak tahu ada cowok yang menilai aku kayak si om, pasti kejang-kejang dia.
"Ngomong-ngomong Pak, besok kalau kita pacaran, saya tetep bakal review novel Bapak di Nona Manis," pungkasku. "Jangan buat review-an saya, jadi bahan kita cek cok, ya?"
"Ngapain review lewat situ? Ngomong ke saya langsung juga bisa," sahut Pak Ezra.
"Bahasanya nanti saya halusin deh, Pak! Paling nanti novel baru Bapak nggak separah novel yang kemarin, kan udah saya edit." Aku terkekeh dan si om cuma geleng-geleng kepala sambil mendengkus.
"Udah jam sembilan, kita pulang sekarang. Kalau macet, bisa telat saya balikin kamu ke rumah," tukas si om sambil melirik jam tangannya.
Gila! Lama juga ngobrolin masa depan, ya .... Lagi-lagi aku terkikik sendiri, membuat Pak Ezra mengernyitkan kening, tapi tidak berkomentar. Selama jalan ke depan, aku gemes banget pengin gandeng tangan kekarnya yang nganggur itu.
"Pak, besok kalau kita pacaran saya boleh gandeng tangan Bapak nggak?" tanyaku, mataku masih lihatin tangannya.
"Sekarang juga bisa." Lalu dia meraih tanganku dan menggenggamnya erat. Jantungku langsung meluncur nggak tahu kemana. Dadaku berdebar terlalu kencang. Mami, anakmu ini kayaknya mau pingsan deh.
TBC
***
CEGIL KITA NGE-DATE AKHIRNYAAA GAESSSSS😭😭😭😭
TIME TO PARTYYYYYY 🔥🔥🔥🥂🥂🥂
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top