11 | Mission Begins!
I am not stopping here, after stepping this far. Semalam adalah pengalaman pertama kali ditolak. It hurts but I'm survive. Aku ngerti sih, gimana pikiran si om berjalan. Dia pasti beyond shocked, tahu stafnya, editor naskahnya itu si Nona Manis musuh bebuyutannya. Doi pasti ngira aku lagi nge-prank, ada kamera tersembunyi, terus kita berdua besok viral, trending nomor satu di You Tube.
"Pokoknya saya daftar jadi pacar Pak Ezra dulu, boleh, 'kan?"
Mata Pak Ezra menatapku tajam. Tanpa kedip, sebelum akhinya doi menarik napas panjang. Tipe-tipe ambil napas kayak punya beban hidup seberat utang negara.
"Good night Kelsy, saya tiba-tiba ngantuk," kata Pak Ezra dengan mencondongkan tubuh ke pintu di sisiku, dan membukanya.
Aku berkedip, sambil mencerna perkataan si om yang mengandung segenggam kekecewaaan. Nggak masalah, masih lumayan aku ditolak pakai cara halus begini. Berdoa aja, besok Om Ezra masih berangkat kerja.
Hari ini, aku berencana 'balas dendam' atas penolakan Pak Ezra semalam. Oh nggak ... aku nggak akan melakukan hal ekstrem dan aneh kayak misal sewa dukun, atau malah pinjem selendang ijonya Badarawuhi dari Desa Penari. Balas dendamku enak kok, yaitu berpenampilan secantik mungkin. Tetep ramah sama si om, biar doi makin bingung. Tapi, tetap jalanin misi, biar si om uring-uringan mikirin aku, terus akhirnya dia yang malah nembak aku.
"Morning everybody!" kataku pada teman-teman kantor, sambil bagi-bagi kopi ke mereka.
"Apaan, nih? Tumben kasih kopi gratis?" Mbak Carol dengam jiwa detektif tinggi, langsung menginterogasi.
"Perlu alasan gitu buat berbuat baik?" tanyaku balik, sok bijak banget.
"Semalem lo diapain si bos? Senyumnya lebar banget," sahut Mbak Carol lagi.
Karena celetukan usil Mbak Carol, langsung satu ruangan ribut, nanyain aku macem-macem.
"Eh, beneran nih anak mepetin si bos?" tanya Bang Rozak dengan wajah kaget.
"Wah, gila sih! Lo move on-nya cepet banget, ya?" imbuh Bang Fachri.
"Iya kan, gue bilang juga apa. Lo sama Agam tuh nggak jatuh cinta beneran," tukas Teh Farah. "Semalem dianterin sampai depan rumah, 'kan?"
"Attention please, apapun yang terjadi semalam, itu bukan untuk konsumsi publik, ya ... kepo aja kalian," kataku sambil mengedipkan mata dan berjalan ke kubikelku.
Ini juga salah satu strategiku, sok main rahasia-rahasiaan, biar mereka tahunya aku sama si om ada apa-apa semalam. Padahal mah, biar nggak malu aja sih diriku, kalau ketahuan ditolak. Mereka nggak sempet protes soalnya si bos keburu masuk bareng Mas Aryo. Dari awal Pak Ezra ngelewati pintu, aku sadar Mbak Carol natap dia mulu. Pasti mulutnya gatel buat tanya macem-macem. Sedangkan aku, bersikap kayak biasa dong, tetap nyapa dia seolah kejadian semalam itu terjadi di universe lain.
"Pagi Pak Ezra, Mas Aryo."
Satu alis si om terangkat, dia melihatku dengan tatapan heran. "Pagi, Kelsy."
"Pagi juga Kelsy, lo kelihatan lagi good mood banget, ya?" Itu Mas Aryo. Dia kayaknya mau goda aku deh soal semalam. Untung aja Mas Aryo nggak tahu apa yang aku omongin sama si om.
"Jelas, dong! Dua naskah tanggungan gue kelar! Bisa agak santai dikit. Tinggal naskahnya Pak Ezra aja nih yang nggak selesai-selesai," jawabku diselingi tawa.
Anehnya, walaupun aku suka sama Pak Ezra, jiwa nyinyirku ini, nggak hilang-hilang kalau ngomongin soal naskah doi. Apa mungkin ini jadi salah satu faktor si om nolak aku, ya? Dia nggak yakin karena sikapku yang nggak mencerminkan orang lagi naksir. Oke, harus diluruskan sama si om, kalau perasaan sama pekerjaan itu nggak boleh dicampur aduk.
Setelah menyelesaikan pekerjaanku, pukul sebelas lewat dua puluh, aku masuk ke ruangan si om sambil bawa kotak makan siang. Strategi pertama untuk menarik perhatian Pak Ezra, bikinin makanan favorit dia. Jadi, semalam aku nontonin hampir semua video interview si om, buat cari tahu informasi tentang doi. Terus, aku dapat satu info penting, makanan kesukaan dia. Untung aja, aku nggak buta-buta amat masalah dapur. Apalagi makanan kesukaan si om juga nggak susah dibuat. Ayam krispi teriyaki. Menu itu sih, sering kubuat kalau weekend.
"Selamat siang, Pak!" sapaku di ambang pintu, aku langsung nyelonong masuk sebelum dipersilakan.
Pak Ezra masih diam, tapi matanya memperhatikan gerak-gerikku, sampai akhirnya aku duduk di hadapannya. "Bapak nggak perlu keluar buat makan siang. Saya bawain Bapak ayam teriyaki."
"Saya nggak minta."
"Emang berbuat baik itu harus diminta dulu?"
"Kelsy saya---"
Aku mengangkat tanganku, memintanya untuk berhenti bicara. Aku nggak mau denger apa pun dari mulut si om. Aku tahu, aku pasti bakal tersinggung karena ucapan doi. Aku menghela napas pelan, dari sisi Pak Ezra, kelakuanku ini bikin dia nggak enak dan bingung, dan juga mungkin sedikit frustasi. Tapi, namanya juga usaha, ya nggak boleh setengah-setengah. Harus all out!
"Saya mau Bapak kasih komentar soal masakan saya. Karena weekend besok ada reuni temen SMA di rumah, saya nggak mau makanan saya nggak enak. Jadi, saya minta Pak Ezra makan itu, sekaligus review makanan saya," kataku bohong. Aku udah pede sih, masakanku enak, tapi kan siapa tahu selera si om beda.
"Kenapa harus saya Kelsy?"
"Bapak suka ayam teriyaki, 'kan? Jangan bohong, saya download video interview Bapak, lho .... " Aku mengeluarkan ponsel dari saku.
Pak Ezra menggelengkan kepala. "Saya suka ayam teriyaki. Tapi maksud saya, kenapa nggak minta ibu kamu yang nyicipin, atau Carol, Miska?"
"Ya itung-itunglah, biar Pak Ezra nggak dendam sama saya. Saya bisa review naskah Bapak sesuka hati, sebagai gantinya Bapak bisa review masakan saya suka-suka Bapak," jawabku lugas.
Aku lalu membuka kotak makan yang di atas meja. Aroma harum saus teriyaki langsung memenuhi ruangan. Kulihat, si om menelan air liur. Sama ayam aja udah tergoda begitu, apalagi sama yang bikin, pasti suatu saat bakal tergoda. Ada nasi putih, ayam teriyaki, salad sayur, dimsum ayam, sama air putih. Biar sehat.
"Kamu masak ini semua?" tanyanya tak percaya.
Aku mengangguk mantap. "Dibantu mami sih, dari jam tujuh pagi."
"Punyamu mana? Kenapa cuma ada satu nasi?"
Aduh! Jadi, Pak Ezra nggak masalah kalau makan berdua? Ah, bego Kelsy! Harusnya bawa nasi juga. Kan jadi romantis ya, lunch bareng sama pacar di kantor. Sayangnya, aku nggak yakin gimana reaksi si om. Terus, masa sarapan sama makan siangku menunya sama? Aku mau Go Food sate kambing di warung langganan aja.
"Nggak Pak, saya makannya nanti di luar."
Si om cuma ngangguk-angguk. Lalu dia menatapku sebelum memotong daging ayam menjadi bagian lebih kecil, dan menyuapkan ke mulutnya. Tanpa sadar, aku menggigit bibirku, menanti reaksi apa yang akan dia berikan. Tapi sayang, aku nggak bisa baca ekspresinya, karena terlalu datar. Kedua tanganku yang di atas paha, mencengkeram kuat-kuat rok yang kupakai, saking gemasnya.
"Gimana, Pak?" tanyaku memberanikan diri.
Aduh! Apa jangan-jangan bukan selera dia, ya? Aku emang suka saus teriyakinya sedikit manis sih. Tapi ladanya banyak. Dia pasti lagi susun kata-kata jahat buat balas dendam review masakanku. Iya, 'kan? Tapi, aku nggak yakin Pak Ezra sekejam itu.
"Kulitnya renyah. Walaupun udah dibikin tadi pagi. Tapi nggak terlalu tebal juga. Saya suka ayam yang begini. Kalau buat temenmu, mungkin tepungnya ditambahin aja."
Ya, Tuhan! Alhamdulillah! Padahal itu karena mau masak nggak cek persediaan dulu, dan tepungnya mau abis, jadi bisa nggak bisa tepung segitu harus cukup! Aku ketawa dalam hati, ternyata terlalu mudah bikin si om masuk perangkap, ya ....
"Sausnya juga pas. Kurang bawang bombai aja, nih."
Aku merapatkan bibirku, karena mau ketawa. Sebenernya aku masak pakai bawang bombai banyak. Tapi, karena aku sendiri suka bawang bombai jadi, ya aku ambil banyak lah buat sarapan tadi.
"Nggak ada komentar lain, Pak?"
"Untuk ayamnya nggak," jawab dia jujur. "Yang lain kan belum saya coba."
"Jadi, Bapak puas sama ayam teriyakinya?" Aku harus memastikan.
"Iya, lumayan lah. Puas, puas."
"Tolong jadikan ini sebagai bahan pertimbangan Bapak untuk menerima saya. Saya bisa masak makanan favorit Bapak. Besok saya kirim makanan lagi, terserah Bapak bisa rekues," tukasku.
Tangan Pak Ezra yang sedang mau menyendokkan makanan berhenti di udara. Matanya membulat. "A-apa?"
"Kan kemarin saya udah bilang, kalau saya kasih makanan ke Bapak, Bapak udah tahu motif saya apa."
"Reuni sama temen SMA kamu bohong?"
Aku menggeleng cepat. "Nggak. Kalau Bapak nggak percaya, besok datang aja. Mau sekalian saya kenalin jadi pacar saya?"
Si om cuma mendengkus. Dia pasti jengkel banget tuh sama aku.
"Saya harus bilang berapa kali kalau sekarang saya lagi nggak ingin menjalin hubungan Kelsy?" Kedua alis Pak Ezra menyatu di tengah.
"Iya, kan sekarang? Nggak tahu kalau besok, atau lima menit lagi," jawabku acuh.
Pak Ezra hampir buka mulut lagi, tapi kusela. Sebelum si om marah dan muak sama aku, aku harus kasih closing statement misi hari ini. "Bapak nggak usah pusing-pusing mikirin saya, biar saya aja yang mikirin Bapak. Pak Ezra nikmatin aja apa yang saya kasih. Toh, saya nggak banyak tingkah, 'kan? Apa saya ganggu jam kerja Bapak? Apa saya bikin Bapak nggak fokus kerja? Kalau emang begitu, nanti saya ganti metode saya. Saya juga nggak mungkin bawain bekal Bapak tiap hari, nggak sempet, capek. Ini cuma salah satu cara saya nunjukin ke Bapak, kalau saya punya kompetensi buat jadi pacar Bapak."
Pak Ezra masih terdiam. Dia kayaknya terlalu kaget denger penjelasanku yang panjang lebar penuh pembelaan.
"Saya pamit dulu ya, Pak. Sate kambing saya udah dalam perjalanan," kataku lalu bangkit. "Nikmati makan siangnya, Pak. Hati-hati, ayamnya udah saya kasih jampi-jampi."
TBC
***
Ada ya orang melet gebetan terang-terangan begitu? 🫠
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top