10 | Sir, Can I Be Your Baby?
"Selamat ya Mas Agam sama Mbak Tari, nggak apa deh cintaku ke Mas Agam kandas, yang penting sekarang aku nemu cowok baru lebih yahud," kataku kepada sepasang pengantin itu.
Satu alis Mas Agam terangkat. "Siapa?"
Aku menyengir. "Cemburu, ya? Udah Mas Agam, Mbak Tarinya dijaga baik-baik aja." Lalu aku beralih ke Mbak Tari sambil tersenyum lebar. "Nanti aku kabarin ya Mbak progresnya gimana."
"Siap, yang penting lo jangan grogi aja." Mbak Tari menepuk pundakku sambil mengerlingkan mata.
Aku mengacungkan dua jempol padanya, sedangkan Mas Agam menatap kami dengan curiga. Jadi, kemarin malam, aku chat Mbak Tari, tanya gimana nembak cowok biar si doi langsung klepek-klepek dan nggak bisa mengelak. Kalau kata Mbak Tari sih, tinggal bilang aja kalau kita suka, terus kalau doi nolak, jangan panik. Pepetin terus tiap harinya dengan cara elegan. Nah, cara elegan ini belum dibahas lebih lanjut sama Mbak Tari, soalnya dia kan lagi sibuk ngurusin nikahan.
"Udah, usaha aja dulu. Kasih perhatian kecil ke dia, kasih lihat dia kamu ini calon istri grade tinggi. Masa tuh, laki masih bisa nolak kalau diadepin sama cewek cantik, pinter, baik, terus rela berjuang di awal tiap hari?"
Itu pesan terakhir Mbak Tari ke aku semalam yang bakal aku jadiin patokan.
"Aduh ... lama banget, jangan ngerumpi deh, antrian panjang," gerutu Bang Rozak yang di belakangku.
Aku hanya mencibir. "Eh, Bang! Kita tungguin lo dateng ke sini setengah jam aja nggak protes!"
Setelah salam-salaman sama pengantin, tentu agenda selanjutnya adalah makan besar! Kata orang sih gratis, padahal kan nggak! Kita kasih duit ke orang yang hajatan pas kondangan, apalagi ini temen dekat, pastilah aku kasih banyak. Jadi, menurutku ini lebih ke all you can eat sih, tapi versi bayar semaumu, makan sepuasmu. Wis! Kayak tagline iklan aja.
"Pak Ezra duduk sini!" seruku sambil melambai. Kasihan si om, nggak banyak yang dia kenal di sini.
Pak Ezra sama Mas Aryo pun bergabung di mejaku, bareng Miska, Mbak Carol, dan mas pacar. Sedangkan Bang Rozak sekeluarga, semeja sama Bang Fachri dan istri, terus Teh Farah. Meja mereka sama mejaku sebelahan. Jadi tetep bisa nimbrung ngobrol.
"Ganteng banget, Pak," goda Mbak Carol tanpa malu, padahal ada Mas Faza. Emang, sekalinya play girl, suka main laki, nggak bisa ilang. "Tapi kok sendirian aja, nggak bawa gandengan?"
"Kalau bisa sendiri kenapa harus berdua?" sahut si om sarkas.
"Habis kondangan mau nonton nggak? Gue sama Faza mau nonton nih," ajak Mbak Carol. "Kalau Mas Aryo sama Pak Ezra mau, bisa gabung."
"Mau sih, tapi sayang, udah ada skedul lain," tolak Mas Aryo halus.
Diam-diam aku melirik ke arah Pak Ezra, menanti jawaban dia. Berharap dia nggak menerima tawaran Mbak Carol, karena ada misi yang harus kuselesaikan! Pas si om menggeleng sebagai tanda penolakan, aku bersorak dalam hati.
"Sorry Carol, enjoy your date."
"Lo berdua gimana?"
"Gue nggak Mbak, capek, deadline banyak. Apalagi ada author yang minta cepet-cepet dikelarin naskahnya," jawabku menyindir si om.
"Yah ... padahal gue pengin ikut, tapi gue ogah jadi obat nyamuk, ah!" kata Miska menggerutu.
"Pak Ezra, Bapak habis ini langsung pulang?" tanyaku menoleh ke om ganteng yang lagi meneguk minumnya.
"Iya, kenapa?"
"Ehm ... saya boleh nebeng? Kita kan searah, kebetulan saya nggak bawa mobil."
"Idih, sama gue aja, Mbak."
"Rumah kita beda arah kali, Mis! Udah lo ikut nonton aja."
"Beda arah gimana? Kan rumah gue sama lo cuma beda---"
"Tetep beda. Lo ke kanan, gue ke kiri," potongku cepat. Bahaya kalau si om tahu apartemen Miska di seberang komplek perumahanku. Rencanaku nggak boleh gagal. Aku melirik Miska, memelototinya berharap dia paham kodeku.
Lalu perhatianku kembali ke Pak Ezra, "Gimana, Pak?" Ya Allah, ini hati deg deg ser langsung. Jawab gituan aja lama banget!
"Boleh."
Satu jawaban super singkat itu cukup bikin aku puas. Sampai sekarang, aku masih heran sama si om. Dia bisa jadi ramah banget, tapi juga bisa secuek ini. Ini termasuk cuek, 'kan? Nggak tahu, lah. Pusing! Tukang bikin pusing aja tetep lo naksirin, Kel! Ejek dewi batinku.
[WhatsApp: Mata Duitan]
Mbak Carol: Eh, Jubaedah! Lo lagi mepetin si bos ya?
Miska: Iya nih! Padahal apart gue sama perumahan lo kan adep-adepan!
Teh Farah: Siapa sih yg dimaksud?
Mbak Carol: Aduh Teh! Jangan sok polos lah! Siapa lagi kalo bukan si Kelsy!
Bang Rozak: Target lo sekarang si bos Kel? Ajigile, nggak nanggung-nanggung ya.
Kelsy: Nggak sabar banget gosipin guenya!
Aku menarik napas panjang, lalu menyimpan ponselku ke dalam pouch kembali. Mbak Carol dan Miska memberi tatapan menuntut ke arahku. Aku berdecih kesal, tidak memedulikan mereka. Gosip nggak lihat waktu sama tempat. Ada orangnya di depan mereka pun, tetep dilibas jadi bahan obrolan.
***
"Mas Aryo udah kerja berapa lama sama Pak Ezra?" tanyaku pada lelaki yang sedang fokus mengemudi itu.
Daripada mobil hening, lebih baik aku ajak ngobrol Mas Aryo. Habisnya kalau mau ajak ngobrol si om, gugup banget. Jadi, buat ngilangin rasa yang nggak karuan ini, mending aku mengalihkan perhatian dulu dari om ganteng di sebelahku.
"Udah tiga tahun kerja sama Pak Ezra."
"Betah?"
Mas Aryo terkekeh. "Harus banget tanyanya di depan Pak Ezra, Kel?"
Aku ikut tertawa. "Kenapa? Pasti nggak betah ya sebenernya?" tanyaku dengan nada bercanda.
"Anggap aja saya nggak ada di sini, lanjutin ngobrolnya," sindir si om.
Mas Aryo tergelak. "Betah kok. Awalnya gue jadi asisten Pak Ezra, terus mulai dari setahun lalu, sopir Pak Ezra berhenti, ya udah, sekalian aja gue ambil itu job-nya."
"Bapak punya pegawai berapa?" Kini tatapanku beralih ke arah lelaki yang duduk di sebelahku.
"Pegawai apa dulu?"
"Ehm, maksudnya?"
"Kalau pegawai di peternakan, saya nggak tahu jumlah pastinya, tapi lebih dari lima puluh orang. Pegawai di restauran saya, rata-rata ada enam sampai dua puluh orang. Tergantung seberapa besar dan ramai restaurannya, terus kalau di Lentera Pustaka---"
"Pegawai yang ngurusin buku Bapak!" potongku kesal. Iya, tahu! Konglomerat babunya banyak! Termasuk aku juga babu dia di Lentera Pustaka.
"Lain kali kalau tanya yang jelas," sahutnya santai. "Ada empat pegawai yang menangani pekerjaan saya sebagai penulis. Ada Grace, di bidang marketing sama media sosial. Dia pegang semua akun medsos saya. Mira, sekretaris saya. Dia mengelola dokumen-dokumen penting seperti kontrak. Kalau mau bekerja sama dengan saya, semisal mau mengajak saya di acara seminar, lewat Mira dulu. Terus ada Leny, dia serba bisa. Kalau di Lentera, mungkin bisa masuk ke divisi kreatif dan inovatif. Yang terakhir Aryo, dia asisten pribadi saya dan nggak cuma ngurusin jadwal saya sebagai penulis, tapi juga pekerjaan saya di bidang lain."
Padahal kan aku cuma basa-basi aja, malah dijelasin panjang lebar. Eh, tapi kok aku gagal fokus ke nama-nama pegawai dia. Total ada empat pegawai dan tiga di antaranya cewek! Terus si om bilang kantornya ada di apartemen dia! Wah, parah! Bisa jadi kan, salah satu pegawai dia ada yang naksir? Kayaknya aku emang harus gerak cepet, kalau nggak mau si om diambil orang!
"Eh, ini rumahnya yang mana?" Suara Mas Aryo membuyarkan otakku yang sibuk memikirkan si om. Aku mendadak panik karena sadar ternyata mobil udah masuk ke komplek perumahan.
"Itu lurus, perempatan belok kanan, depan taman," kataku memberi arahan.
"Rumah lo yang mana, Kel?" Mas Aryo memandangi deretan rumah dari balik kaca.
Aku menggigit bibir bawahku karena gugup. "Mas Aryo bisa keluar sebentar nggak?"
"Hah? Kenapa?"
Pandanganku beralih ke Pak Ezra. "Pak, ada yang mau saya omongin sama Bapak."
"Ya, tinggal ngomong aja."
Aku melirik ke arah Mas Aryo tak enak, lalu kembali menatap si om. "Ehm ... tapi saya mau ngobrol berdua aja sama Bapak." Aku menarik napas lalu melanjutkan lagi, "Mas Aryo bisa keluar dulu nggak?"
Pak Ezra menatapku, ekspresinya terlihat heran. Tapi tidak bersuara.
"Oh?" Suara Mas Aryo terdengar bingung. "Oke, gue turun dulu."
Setelah Mas Aryo turun dari mobil, suasana di dalam mendadak canggung. Aku belum berani buka suara dan Pak Ezra terus-terusan natap wajahku. Aku berdeham.
"Ehm, Pak?"
"Saya menunggu."
Ya Allah groginya! Tarik napas, keluarkan, tarik napas lagi, keluarkan! Oke Kelsy, are you ready?
"Pak Ezra, beneran single, 'kan?"
Matanya mengernyit, lalu mengangguk. "Kenapa?"
"Karena saya nggak mau merasa berdosa suka sama seseorang yang udah punya pasangan," tukasku.
"Jadi, maksudmu?"
"Saya suka sama Pak Ezra," kataku dengan sekali tarikan napas. Aku langsung deg-degan nunggu reaksi dari doi. Tapi, si om cuma diam. Raut mukanya pun nggak berubah.
Ayo dong, Om! Ngomong kek! Aduh! Jadi tambah grogi aku! Om nggak pernah ditembak cewek cakep, kan? Makanya diem terpana gitu?
"Pak?" panggilku takut-takut.
"Perasaan, saya pernah bilang kalau saya lagi nggak tertarik untuk jalin hubungan kan?" Pak Ezra balik bertanya padaku.
"It's okay, Pak. Saya cuma mau kasih tahu gimana perasaan saya ke Bapak aja," jawabku. "Tapi, manusia itu kan pada dasarnya butuh pasangan, jadi nggak menutup kemungkinan saya yang akan jadi pasangan Bapak nantinya. Saya nggak maksa Bapak buat jadi pacar saya sekarang kok, tenang aja."
"Terus kamu ngomong ini ke saya tujuannya apa?"
"Memperkenalkan diri aja, biar Bapak tahu kalau ada perempuan yang suka sama Bapak. Biar Bapak nggak kaget, kalau besok saya tiba-tiba ajak makan malam atau kasih bekal makan siang, kan Bapak udah jelas tahu motif saya nglakuin itu. Pak Ezra nggak perlu buru-buru kasih jawaban ke saya. Saya tahu kok, ambil keputusan itu perlu pertimbangan," jelasku. "Karena saya udah telanjur bilang sama Bapak, saya sekalian mau terus terang tentang sesuatu. Karena saya nggak mau hubungan kita nantinya dilandasi kebohongan."
Aku mengelus dadaku, untuk meredakan rasa gugup yang semakin menjadi. Ini saatnya aku mengakui jati diriku padanya! Ya Allah, lindungi Kelsy, ya ... kalau mau bikin si om marah, marahnya lewat mulut aja, jangan sampai lewat tangan.
"Jadi selain kerja jadi editor di Lentera, saya juga kerja reviewer online Pak," ujarku. "Nama samaran saya di sosial media itu, Nona Manis."
Satu detik
Dua detik
Tiga detik
Pak Ezra malah ketawa yang bikin aku ngeri. Kenapa dia? Gila apa? Titik tertinggi rasa benci kan ketawa keras di depan, eh nyantet di belakang. Aku nggak mau disantet! Belum siap viral, jadi bintang tamu di vlog-nya Raditya Dika 'Paranormal Experience' atau diwawancarai sama para-seleb (paranormal-selebriti) yang lagi cari konten.
"Kerjaanmu hina naskah saya, tapi kamu malah suka saya? Kira-kira logis nggak, Kel?" tanya si om di sela tawanya. Mata doi kelihatan berbinar, kayaknya dia nggak percaya deh.
"Ya, bener kata lagunya Agnes Monica, cinta kadang nggak ada logika kan, Pak?" sahutku enteng. "Pokoknya saya daftar jadi pacar Pak Ezra dulu, boleh, 'kan?"
TBC
***
Kelsy si cegil beraksiii
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top