1 | Let Me Introduce My Self.
NONA MANIS
Halo semuanya, besok malem Senin, Nona Manis Tanpa Pemanis Buatan ini, akan post review novel terbaru dari Author Kece idaman para wanita.
Hayo siapa dia?
Penasaran kan?
EZRA WISNU!
Ya, betul sekali ladies! Nona manis bakal review novel dia yang berjudul Monster, yang baru rilis dua hari lalu! Siapa di sini yang udah baca novel si author tampan ini?
Menurut kalian bagus nggak? Kece nggak? Atau failed kayak novel dia yang kemarin? Kalau penasaran gimana review Nona Manis, jangan lupa, pantengin blog, Minggu jam 8 malem ya ladies!
C U 😚😘
Salam hangat,
NONA MANIS TANPA PEMANIS BUATAN
Aku memeriksa lagi kata demi kata caption yang kutulis, takut kalau ada typo atau kalimat yang nggak pas. Maklum, harus hati-hati, netizen zaman sekarang kan ganas-ganas, aku nggak mau jadi bahan nyinyiran mereka. Setelah yakin nggak ada kesalahan, jempol kananku langsung menekan tombol upload! Oke, beres!
Senyumku mengembang, saat melihat banyak respon masuk hanya dalam waktu singkat. Sudah, nggak usah diragukan lagi, tingkat loyalitas penggemarku memang nggak ada duanya! Aku tertawa dalam hati, soalnya tahu betul, sebenarnya yang memenuhi kolom komentarku bukan mereka, tapi para pemuja Ezra Wisnu garda depan, author super duper ganteng yang karyanya sering kuhujat. Eh bukan, maksudku ku-review, tapi dikasih irisan cabe setan dikit, jadi agak pedes.
Sudut bibirku berkedut saat menemukan komentar protes yang ditujukan padaku dengan kata kasar. Isi komentarnya sudah pasti memintaku berhenti menulis review novel Om Ezra. Hehe. Idih, sok akrab banget pakai manggil om segala. Tapi, emang dia om-om kok, umurnya tiga puluh lima tahun, sepuluh tahun lebih tua dari aku.
@selalubersamaezra: Lo ini siapa sih? Caper mulu kerjaannya. Sedesperate itu ya mau dinotice Ezra? Lagian terserah dia kek mo nulis apaan! Kok lo yg repot sih? Banyak bacot! Lagian ini lo berani kasih komentar novel dia itu lo punya ilmu apa?! Nerbitin buku aja ga pernah sok banget lo! Udah lo minggat aja sih ke sumur biar dimakan dugong!
Astaga! Dari namanya saja udah kelihatan bucin level dewa. Tanpa sadar, mulutku meringis membaca komentar yang dia tulis. Kayak dari hati banget. Eits, tapi ada sesuatu yang mengganjal, memang di dalem sumur ada dugong? Terus, bisa makan orang lagi! Ngaco udah, ngaco!
Tapi, drama per-Instagraman ini nggak selesai sampai di sini aja sobat! Mataku melebar, jantungku tiba-tiba berdetak kencang waktu lihat notifikasi baru yang muncul di layar ponsel. Karena nggak yakin, aku mengucek mata. Sekali. Dua kali. Tiga kali.
Astaga!
Ya Tuhan!
Ya Lord!
Ya Gusti!
Si om author ganteng kirim dm aka direct message!
Tarik napas, keluarkan, lewat hidung, jangan lewat lubang belakang. Oke, stay calm, Kel! Kamu bukan kriminal, kamu nggak salah, kamu keren, kamu harusnya bangga, author terkenal kayak Om Ezra, sampai mau repot-repot kirim pesan kamu. Gitu hiburku dalam hati. Setelah mempersiapkan batin, akhirnya kubuka pesan dari Om Ezra.
[@ezra.wisnu: Ingin mengirimi Anda pesan]
Selamat Malam Nona Manis. Terima kasih sudah setia membeli novel dan selalu me-review karya saya. Kalau kamu tinggal di daerah Jakarta, sebagai ucapan terima kasih, bagaimana kalau kita bertemu untuk minum kopi atau dinner bareng. Saya yang traktir. Saya cukup penasaran, siapa sosok di balik akun yang sudah memberikan banyak dukungan selama saya menjadi novelist.
Salam,
Ezra Wisnu.
Dia ngajak ketemuan? Bener kan aku nggak salah baca? Kubaca lagi berulang-ulang karena aku nggak ingin melewatkan kata-kata sarkas yang tersembunyi. Ya, siapa tahu? Namanya juga manusia, kan pasti punya emosi, bisa jadi Om Ezra nggak suka novelnya ku-review.
Satu alisku terangkat, masih tidak yakin dengan ketulusan isi pesan itu. Kalau ditanya pengin ketemu? Jawabannya pasti pengin pakai banget! Dia ganteng soalnya! Tapi, kalau udah ketemu, sosok Nona Manis bisa-bisa bocor! Ah, jangan! Jangan! Aku masih cinta pekerjaan sampinganku ini, sebagai selebgram sekaligus blogger misterius pe-review buku.
Ya sudah lah, kututup lagi. Kuurungkan niat membalas pesan dari Om Ezra. Aku lebih sayang duit daripada kegantengan dia. Sekarang waktunya bobo cantik. Siapa tahu, besok bangun pagi dapet petunjuk dari Allah, aku harus ngapain.
Gosok gigi? Udah.
Cuci muka? Udah.
Pakai masker? Udah.
Pakai lipbalm? Udah.
Pakai krim mata, krim malam, krim anti jerawat, krim anti miskin, krim anti patah hati? Udah.
Baca doa? Udah.
Oke, siap tidur. Tanganku terulur untuk mematikan saklar lampu. Waktu kamar gelap, aku langsung memeluk guling, membayangkan diriku sedang memeluk lengan kekar Abang Thor, Mas Captain America atau Kang Hulk? Ah yang terakhir jangan, bikin sesak napas. Hm, good night.
***
Kuedarkan pandangan ke ruangan kantor, masih sepi, cuma ada Miska yang sibuk main ponsel di mejanya. Maklum, masih jam delapan kurang sepuluh menit. Miska ini, baru gabung di Lentera Pustaka, penerbit terbesar di Indonesia, setahun yang lalu dan dia langsung berhasil menyabet dua gelarku—sebagai anak bontot di divisi editing dan jadi pegawai datang terpagi. It's okay, yang penting aku masih jadi adik kesayangannya Bang Rozak sama Mbak Carol.
Aku udah kerja di Lentera Pustaka selama tiga tahun sebagai editor. Meskipun aku masuk ke sini karena koneksi papi. Nggak sepenuhnya nepotisme, tapi ada lah sedikit. Saat pertama kali masuk, aku diberi waktu percobaan selama tiga bulan. Kalau kerjaku nggak memuaskan, karierku akan selesai langsung. Tapi, nyatanya aku bertahan tiga tahun di sini? Itu artinya, ya kalian ngerti sendiri lah, ya.
Di divisi editing sendiri ada sembilan orang termasuk Pak Arnold—kepala editor yang udah mau pensiun. Divisi editing dibagi dua tim, tim editor sama translator. Aku, Mas Agam—pegawai paling senior—, Mbak Carol, sama Miska, ada di tim editor. Sedangkan Bang Rozak, Teh Farah, sama Mas Fachri tim translator. Meskipun begitu, kami bekerja di satu ruangan.
"Good morning, Miska!"
Perempuan dua puluh dua tahun itu mendongak, matanya melebar, kemudian senyuman lebar tercetak di bibir tipisnya.
"Morning, Mbak Kelsy! You look so pretty today!" pekiknya dengan mata penuh binar.
Aku mengulum senyum lalu memeriksa outfit-ku pagi ini. Tentu saja! I wore my best pinky dress from Chanel today!
"Thank you, Miska!"
Kalau cewek lain, pasti akan bilang 'oh kamu juga cantik kok' but no for me. Bukannya Miska nggak cantik, dia cantik. But, her everyday style? So flat! She is the type girl who have motto jeans and t-shirt for the win! Just no no. Dan juga rambut panjang sebahunya yang selalu diikat, kan sayang sekali. Lihat aja nanti, kalau Mbak Carol nikahan, aku bakal make over Miska besar-besaran.
"Apa ini hari spesial? Kenapa semuanya merah muda?" tanyanya bingung.
Duh! It's February! Why people don't get it? "Menyambut bulan kasih sayang!" Dia terlihat sedikit terkejut kemudian mengangguk.
Aku duduk di kubikelku, menyalakan komputer, lalu kembali menatap Miska yang duduk di seberangku. "Farewell party Pak Arnold kapan?"
Miska menggelengkan kepalanya. "Gue nggak tahu Mbak, kayaknya minggu depan." Miska menunjuk mejaku dengan dagunya, "Kemarin sore banget, pas Mbak Kelsy udah pulang, Pak Arnold naruh sesuatu di meja Mbak, coba dicek."
Benar saja, aku menemukan amplop cokelat besar, di atas meja. Aku langsung membukanya karena penasaran. Keningku mengerut, isinya naskah, dari bab satu sampai bab tiga. Nggak biasanya Pak Arnold kasih naskah hard copy begini? Biasanya kan dikirim lewat e-mail, naskah lengkap, siap buat diedit.
Pak Arnold, Pak Arnold.
Mau pensiun aja masih bisa kasih kerjaan gitu? Padahal kan, empat naskah yang kupegang belum kelar. Teganya!
Pukul delapan pagi, satu per satu rekan kerjaku memasuki ruangan. Senyumku mengembang saat melihat Bang Rozak membawa bungkusan besar di tangan kanannya! Pasti dia bawa oleh-oleh dari Jogja! Kemarin kan, baru bulan madu ke lima sama istrinya ke sana. Aku berdiri, siap menyambut abang tercintaku itu.
"Morning, Bang Rozak!"
"Astaghfirullah! Neng! Lo mau karnaval atau ape, sih?" Matanya naik turun menilai penampilanku. Bukan dalam konotasi negatif yang dilakukan kebanyakan pria saat menatap tubuh wanita. Bang Rozak ini malah terlihat mengernyit, kemudian mendengkus keras-keras. Kebiasaan, pura-pura benci sama aku, padahal aslinya sayang.
"Hi, gorgeous! You look so lovely today!"
Itu Mbak Carol, senior kesayanganku, yang juga baru datang. Mbak Carol meletakkan tas di kubikelnya, yang berada di sebelahku.
"Iin! Adik lo itu, kesurupan apa pakai jambon-jambon begitu," protes Bang Rozak.
For your information, selain pakai dress merah muda, aku juga pakai sepatu, jam tangan, blazer, dan bawa hand bag merah muda. Oh, lipstik sama blush on juga!
"Bang, Emak Bapak gue kasih nama Caroline bagus-bagus, ngapa lo seenak jidat panggil gue Iin?" Mbak Carol berdecak sebal.
"Bang Rozak, ini kan satu Februari!" kataku.
"Lah, terus?" tanyanya masih dengan wajah bingung.
"Valentine! Bulan kasih sayang! Ketahuan nggak pernah manjain istrinya pas Valentine, ya?"
"Gue mah manjain istri nggak usah nunggu bulan kasih sayang begituan. Tiap malem juga gue sanggup!"
Oke, jangan ditanggepin. Kalau Bang Rozak makin ngelantur soal rumah tangganya sama Mbak Nirmala, bisa merembet ke mana-mana, termasuk urusan ranjang!
"Bang, itu yang di dalem sana mau dikekepin terus? Masa nggak mau dibagi-bagi?" Aku menunjuk kantong plastik besar yang kini ada di pangkuannya.
Lelaki itu mendecakkan lidah, lalu mengeluarkan beberapa kotak bakpia, jenang, dan bermacam-macam makanan khas Kota Gudeg itu. Aku tersenyum penuh kemenangan. Tanpa malu, aku ambil satu kotak bapkia original. "Satu ya, Bang? Aku nggak pengin apa-apa lagi kok, cukup ini aja."
"Sayangnya nggak bisa," balasnya.
Aku cemberut. Astaga pelit banget, sih. Itu bawa banyak banget buat apa kalau nggak dibagi-bagi?
"Isrti gue, beliin lo dres batik, jadi mau nggak mau, lo terima dua oleh-oleh."
Aku berjingkrak kesenangan. Kan, meski julid begitu, Bang Rozak perhatian banget sama aku. Ya, walaupun lewat istrinya. Aku mengambil dress selutut batik dari Bang Rozak dan memeluk pundaknya. "Makasih banyak Abangku sayang! Cepet-cepet punya anak lagi dong, nanti gantian aku yang kasih baju."
"Kelsy aja yang dapet baju? Gue sama Miska nggak? Kejam banget lo, Bang!" gerutu Mbak Carol.
Miska terkekeh. "Kok bawa-bawa gue sih, Mbak?"
"Ya Allah, lo suudzon mulu sama gue. Gue bawa buat satu divisi. Itu pilih sendiri."
Aku tersenyum melihat perdebatan Bang Rozak sama Mbak Carol yang hampir terjadi setiap hari. Dulu, waktu pertama kali aku masuk kerja, hanya Bang Rozak dan Mas Agam yang menyambutku dengan baik. Mas Agam dengan sifat lemah lembut dan perhatiannya dan Bang Rozak dengan sifat sok cuek tapi diem-diem peduli, berhasil membuatku nyaman di sini.
Awal masuk, banyak banget yang benci sama aku. Termasuk Mbak Carol, yang paling gencar menjuteki dulu. Katanya, aku tipe anak yang dapet apa pun karena kekuatan orang tuanya. Tapi akhirnya, Mbak Carol tanpa gengsi minta maaf padaku, bilang suka sama selera fashion-ku dan aku cukup asyik buat diajak ngobrol. Karena aku bukan cewek baperan, kuterima deh permintaan maaf dia. Sekarang, dia malah jadi teman akrabku di sini, dan kuanggap sebagai kakak sendiri.
Mereka juga benci aku karena statusku yang newbie waktu itu, dengan gaji nggak seberapa, bisa bawa hand bag Dior, pakai sepatu Balenciaga, jaketnya Saint Laurent, kaca matanya Gentle Monster, roknya Dolce & Gabbana. Nggak usah aku lanjutin lagi lah ya, brand-brand apa aja yang kupunya. Ya gimana lagi? Mami papi aku suka banget beliin barang-barang yang kusuka. Duit mereka banyak, kalau bukan buat bahagiaan anak-anaknya buat apa?
Ya Allah! Kok aku kelihatan songong banget ya, kesannya? Tapi percayalah, aku nggak sesongong itu. Aku kuliah sarjana, nggak dibayarin orang tuaku sama sekali. Karena aku dapat beasiswa prestasi! See? Nggak semua tentang aku buruk. Aku memang agak manja sedikit, tapi bukan berarti aku nggak mau kerja keras.
Aku Kelsyana Fairuz Chairani cuma cewek dua puluh lima tahun, penyuka warna merah muda, dengan hobi belanja dan nonton konser, yang sayang mami papi, ingin selamat dunia akhirat. Dan benci banget sama orang yang bilang 'uang bukan sumber kebahagiaan' atau 'nggak semua masalah bisa dipecahkan dengan uang'. Pengin aku tampar pakai lirik lagu Ariana Grande 7Rings.
Asalkan kalian tahu, kalau kita punya banyak uang, nggak cuma foya-foya aja yang lancar, tapi amal juga! Lihat, Bill Gates? Orang terkaya nomor dua sedunia, punya Bill & Melinda Foundation buat bantu anak-anak kurang gizi, karena mereka punya banyak uang! Itulah kenapa papiku selalu bilang, kalau cari uang jangan setengah-tengah, biar bisa berbuat baik buat banyak orang, dan juga diri sendiri.
"Ramai banget, kayak pasar."
Senyumku langsung merekah, saat mendengar suara lembut dan merdu itu. Siapa lagi coba kalau bukan Mas Agam yang datang? Pangeranku! Cowok berkulit sawo matang, dengan kaca mata yang bikin dia mirip banget sama Afgan bikin hatiku lemah setiap hari.
"Pagi Mas Agam! Mau bakpia? Ini oleh-oleh dari Bang Rozak." Aku menawarkan sekotak bakpia originalku pada lelaki itu.
Dia tersenyum lalu menggeleng. "Nanti aja, buat temen ngopi."
Senyumku seketika jatuh. Mas Agam malah terkekeh. Apanya yang lucu coba?
"Ngopi bareng ya, nanti. Aku bawa kopi Aceh," katanya lagi.
"Siap, Mas!" jawabku terlampau semangat. Tapi, tak lama kemudian aku mengumpat kesal saat merasakan kepalaku dipukul.
"Itu senyummu dikontrol! Kalau bucin jangan dilihatin banget-banget, lah!" tukas Mbak Carol sambil menggerutu.
TBC
💅🏽💅🏽💅🏽
Sampai segini dulu kenalannya sama Kelsy. Besok dilanjut lagi. See youuu!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top