Tarung Pertama

Dalam pertarungan, bukan hanya tubuh saja yang menjadi faktor. Bagaimana suasana hati dan mengendalikan emosi mampu mengubah arah sebuah pertarungan. Hal itulah kebanyakan yang sering menjadi kelemahan anak-anak muda Qokar. Bertumpu pada kekuatan fisik mereka, sedangkan lupa pada jiwa mereka. Setidaknya begitu yang Batar lihat di anak-anak Qokar generasi sekarang.

Terlalu mengalun deras pada emosi, dapat membuatmu terseret arus suasana hati. Terlalu terbelenggu dalam keraguan, maka akan tersandung pada kecelakaan. Tertelan oleh ketakutan, sirnalah kekuatan. Ketika kau sudah hanyut, tinggal menunggu waktu saja sampai lawan mendaratkan sebuah serangan telak kepada tubuhmu.

Maltha.

Gadis itu memang benar-benar berbeda saat pertama kali Batar bertemu dengannya. Batar menilai Maltha terlalu tergelayut pada keragu-raguan. Mungkin ini pertama kalinya ia melawan anak yang bukan dari suku lain dari orang-orang Qokar. Mungkin, pertama kalinya ia bertanding di arena megah bertahtakan batu-batu putih yang indah.

Atau ...

Maltha bukanlah Maltha yang dikenal Batar selama ini.

Batar melihat sebuah perbedaan signifikan tentang gaya bertarungnya. Maltha yang sekarang lebih mengutamakan kecepatan, daripada hanya sekadar kekuatan fisik untuk menggasak lawan. Mengubah gaya bertarung secara tiba-tiba dalam waktu yang singkat, bukanlah perkara mudah.

Dipikir-pikir lagi, Abgennar bukanlah suku petarung. Mereka lebih ke arah bertahan diri. Musuh mereka bukanlah para bandit, prajurit bayaran, atau petarung suku lainnya. Alam yang cukup keras dan menantang setiap harinya, memaksa Abgennar harus berjibaku alam setiap hari. Musim dingin yang anomali karena berada di dekat gunung, musim panas yang membawa topan debu, angin lereng yang kiranya mampu menerpa tenda-tenda warga, tanah longsor, atau hewan-hewan buas yang mengintai dari balik hutan.

Bukan tidak mungkin Maltha memiliki kemampuan lain yang cukup potensial, tetapi tidak begitu kentara. Mungkin ... turnamen ini akan menjadi ujiannya untuk mengeluarkan potensi dari anak-anak suku Abgennar.

Astrid.

Hmm ... Elrid ... Eldridge? Entahlah ... mungkin kenalan Talon. Aku tidak kenal semua orang, apalagi bocah-bocah. Batar hanya membatin.

Batar benar-benar tidak tahu dari mana Talon mendapatkan gadis yang agresif ini. Gaya bertarungnya sangat mirip dengan Maltha, hanya saja dia lebih tidak sabar. Jika Maltha terikat dengan keraguan, maka Astrid terikat dengan arus emosi yang begitu meledak-ledak. Namun, Batar harus mengakui, kekuatan Astrid memang cukup potensial bagi gadis seusianya.

Pertandingan berlangsung cukup sengit. Penyihir melawan petarung keras. Sorak-sorai dari para penonton di tribun mengiringi pertarungan anak-anak dari Qokar dan Isigalla.

Isigalla, huh? Bahkan untuk ukuran kaum penyihir, mereka tidak dapat dianggap remeh. Mantera-Mantera mereka cukup jadi masalah serius jika kena.

Pertandingan berjalan begitu menegangkan, apalagi ketika Astrid sempat terkena bola api dari salah satu anak Isigalla.

Lalu, tidak lama kemudian, Batar melihat Maltha berhasil melayangkan serangan ke tubuh lawan.

Batar tersenyum.

Hoo, sepertinya bocah itu sudah menemukan irama tarungnya.

Batar kembali tersenyum ketika Astrid memberikan sebuah serangan telaknya kepada lawan tarungnya. Isolda ... atau siapalah namanya. Tidak lama berselang, ketika Maltha memberikan serangan pamungkas, senyum Batar menjadi semakin lebih lebar. Ketika salah satu peserta lawan tumbang, Batar pun bereaksi dengan mengepalkan tangan sembari menariknya kuat-kuat.

"Ituuu diaa!!" sahut Batar.

"Sepertinya pilihanmu untuk memilih mereka berdua adalah keputusan tepat, Talon!" sambungnya berkomentar

Batar melihat Talon yang sudah berdiri sembari bersorak menyeringai, tatkala gadis malang dari Isigalla itu diseret oleh pendeta keluar arena. Sepertinya pria itu sudah berada dalam dunianya sendiri.

Lalu, setelah itu pertandingan seperti kehilangan intensnya. Pria dari Isigalla itu hanya berlari-lari menghindar dari anak-anak Qokar, sebelum akhirnya sebuah mantera kuat berusaha ia tembakkan.

Lalu, pria dari Isigalla itu tumbang.

Dalam sebuah akhir yang tidak terduga, Qokar memenangkan pertandingan pertama.

Huh ... sudahlah. Toh kita menang.

===***===

Sekali lagi para cleric mengintervensi pertarungan, kali ini mereka membawa keluar Archer yang tak sadarkan diri.

Para penonton bersorak riuh ketika perwakilan Qokar diumumkan menjadi juara. Namun, di tengah-tengah seruan, sebuah kata tiba-tiba terdengar.

"Tarikh!"

Dan seperti api yang menjalar di atas minyak, satu kata itu tiba-tiba bergema makin ramai, hingga satu stadion menyorakkan hal yang sama.

"Tarikh!"

"Tarikh Daslaenad!"

"Tarikh Daslaenad!"

Paus segera bangkit dari tempat duduknya dengan wajah serius dan memerintahkan beberapa petugas pengamanan untuk mengendalikan keadaan sebelum dia berbicara menggunakan sihir pengeras suara, menenggelamkan seruan yang makin liar.

"Pertandingan hari ini selesai! Selamat bagi perwakilan Qokar yang telah menunjukkan kemampuan yang luar biasa. Sampai jumpa besok!"

Begitu Paus selesai bicara, para perwakilan negara segera dibawa ke menara mereka masing-masing, meninggalkan keriuhan yang berusaha dilerai oleh para petugas, dengan tanda tanya yang makin besar.

===***===


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top