Shattered Faith
[Teriakan penuh amarah dan kesakitan terasa begitu dekat. Seluruh delegasi yang dibawa dari arena pertandingan melewati kerusuhan yang makin rapat. Sisa-sisa festival nyaris tak tampak, yang ada hanyalah rumah yang hangus, gerobak yang dijarah, dan mayat yang bergelimpangan. Para penjaga mempertaruhkan nyawa agar para peserta turnamen kembali ke katedral dengan selamat. Namun, di balik gerbang dan tembok pun, ancaman yang sebenarnya tetap ada, para delegasi terkurung layaknya sandera.]
===***===
"Jadi kita harus pura-pura tuli begitu saat di luar ribut-ribut? Sebenarnya ada apa sih?" Maltha menoleh dan menemukan sosok yang sangat familier tengah mengomel tak jauh darinya. Esmeralda.
"Apa tujuan dari ancaman besar itu sudah diketahui? Bicaralah." Einar juga ikut bersuara.
"Bolehkah saya mampir sebentar di taman? Saya sedikit merasa sesak napas dan ingin menghirup udara segar sebelum kembali mendekam di menara."
"Sebaiknya jangan gegabah," ucap Batar yang sudah berada di samping Maltha.
Kedua tangannya menggenggam bilah kapak yang telah berlumuran darah. Entah sudah berapa orang yang Batar 'lumpuhkan', Batar tidak menghitung. Misi yang diterima dari dia berangkat adalah satu, yaitu menjaga Delegasi Qokar yang berlaga di Turnamen.
Sembari membersihkan kapaknya, Batar pun berujar, "Keadaan benar-benar sudah di luar kendali. Namun, jika itu maumu, maka aku akan ikut untuk menjagamu."
Batar pun melihat beberapa sosok sedang berdiri di taman, tempat itu sudah menjadi semacam tempat pengungsian darurat bagi mereka yang terluka cukup ringan sehingga memberi tempat bagi yang terluka parah di ruang perawatan. Beberapa Abdi Edea pun turun gunung untuk membantu mereka yang terluka atau membutuhkan pertolongan.
"Kita harus ke taman, Paman," ujar Katha. Batar mengangguk, lantas mengimbangi langkah Maltha yang berjalan menuju Taman. Sempat terlihat Talon dan Astrid yang sudah bersama salah seorang Abdi Edea.
Syukurlah mereka selamat, batin Batar.
Tatapan Matha tertuju kepada Astrid yang tengah bercakap dengan seorang Abdi Edea. Bergegas dirinya mendekatinya, seraya berujar, "Bolehkah saya juga ikut, Father?"
"Kamu tahu apa yang akan kita lakukan? Kamu baru dari arena, bukan?" sahut Talon.
"Aku tidak terlalu paham, tapi aku tahu ada ancaman besar yang menanti. Aku tidak ingin hanya berdiam diri tanpa melakukan apa-apa seperti kemarin," tutur Katha.
"Pertandingan sudah selesai?" Astrid menoleh ke arah Batar, lantas bertanya tentang situasi di arena.
"Sudah selesai, ketika orang-orang yang entah dari mana menjebol gerbang dan mulai menyerbu seisi arena. Kami ke sini untuk dievakuasi." jawab Batar.
"Jadi, tidak ada yang menang?" Astrid berkacak pinggang.
"Talon? Apa ada informasi terbaru tentang huru hara ini?" Batar kemudian menoleh kepada Talon, meminta penjelasan.
"Apa yang terjadi di arena?" tanyanya. "Huru hara? Soal kerusuhan di mana-mana? Ada petunjuk dari Paus, tapi sebelumnya ...." Ia menatap sekitar.
"Mana yang lain? Kenapa cuma kalian berdua?"
"Orang-orang yang entah dari mana asalnya menggila, menyerbu arena dengan mata yang mengisyaratkan ingin menjagal siapapun di depannya. Kami bahkan sempat dikejar-kejar oleh perusuh. Seluruh delegasi secepatnya dievakuasi menuju ke Menara masing-masing. Ketika kami melewati taman, Maltha ingin keluar dari rombongan, lalu di sinilah kami, tercepat menghampiri kalian. Yang lain sepertinya masih di belakang, menyusul," jawab Batar.
"Ini semua ada hubungannya dengan Saintess Sienna dan sejarah yang terlupakan. Anda lebih paham soal itu daripadaku, bukan?" Ia menghela napas. "Mana perwakilan Isigalla dan mentor mereka? Aku sudah menjanjikan buku."
"Talon, boleh aku pergi ambil kapakku di menara?" tanya Astrid sambil menatap Talon.
"Jangan lama-lama. Kau tidak tahu apa yang akan kautemui nanti."
Karena daerah Taman cukup dekat dengan Menara Delegasi, Astrid pun cepat kembali dengan kapaknya. Sementara itu, salah satu anak delegasi Qasalon datang menghampiri rombongan Qokar.
Hmm, anak-anak Qasalon ... Esmeralda—kalau tidak salah—dan ... Si Pria Klemer ... batin Batar.
"Ada pesta apa ini? Kenapa Qasalon nggak diajak?" sahut Esme
"Diajak?" Astrid berusaha mengatur napasnya, kapak sudah berada di punggungnya.
"Sedang apa kalian di sini?" tanya Astrid sambil melipat kedua tangannya.
Maltha mendekati Astrid, "Astrid, bukankah kamu sendiri yang bilang bahwa hanya peserta turnamen yang bisa diandalkan untuk menyelesaikan masalah ini. Esmeralda dan Einar juga peserta turnamen, dan kurasa mereka juga sudah membuktikan kekuatan mereka."
Astrid menatap sinis kepada Esmeralda dan Einar—Si Pria Klemer—.
"Mereka tidak tahu apa yang terjadi, wajar aku bertanya," ucap Astrid, membalas Maltha.
"Kurasa mereka juga sama penasarannya denganku saat melihat taman dipenuhi orang terluka. Kerusuhan yang terjadi di luar juga bukan hal kecil untuk diabaikan." Matha lalu menoleh kepada Esme. "Apakah benar begitu, Nona Esme?"
Batar berkomentar, "Jadi kita akan melawan Ancaman Besar seperti yang dikatakan orang-orang sepanjang perjalanan kami kemari, huh ...."
"Mengenai Delegasi Isigalla, aku tidak tahu di mana mentor mereka, tetapi sepertinya salah satu bocah Isigalla itu sudah tiba." Batar menunjuk ke arah Archie yang sedang celingak-celinguk tidak jelas entah mencari siapa atau memang dia tersesat mencari mentornya. "Tanyai saja bocah itu, Talon. Kudengar Isigalla memilih dia sebagai 'pembaca kitab!'"
Talon dan Batar pun menghampiri Archie.
"Tuan Talon," sapa Archie. "Miss Hazel memberi tahuku bahwa aku harus mengambil sebuah ... hm, buku. Apa Anda membawanya?"
"Kamu benar-benar pembaca kitab?" Talon menatap dengan sangsi.
"Tapi yah buku itu tidak berguna juga kalau aku pegang. Baca sekarang dan katakan apa isinya!" Ia menyerahkan buku kepada Archie
"Dia? Jadi dia yang bisa membacanya?" komentar Astrid sembari memandangi Archie dengan tatapan keraguan.
"Ya, memangnya kenapa?" tanya balik laki-laki itu dengan ketus.
"Oh, Tuan Josue." Sementara itu, Talon berkata lagi, tatkala Father ... Josue kembali.
"Tadi Astrid bertanya, apa Saintess bisa ditemui di siang hari? Aku sendiri belum pernah bertemu Saintess sebelumnya, dan dari cerita Astrid, dia hanya melihatnya malam hari. Dan, apa Anda tahu apa yang akan kita lakukan nanti?"
"Kami bertemu Paus tadi. Intinya, ada ruang bawah di taman ini yang akan membawa kita menuju piala, piala yang bisa mengembalikan kedamaian setelah kerusuhan ini. Katanya, Sienna akan membantu, dan di sinilah kami sekarang. Kalian sendiri? Bukankah baru bertarung?" Talon menatap
"Bisa ditemui saat malam hari?" tanya Josue dengan alis berkerut tidak paham. "Saintess bisa ditemui kapan saja. Ah, untuk apa yang akan terjadi, saya kurang tahu. Saya hanya diminta untuk mengantarkan kalian ke Saintess dan menemani kalian untuk mengambil piala."
Piala? Membantu Sienna ... Ruang Bawah Tanah? Apa lagi sekarang, Talon? Kening Batar berkerut, menatap Talon dengan hati jedag-jedug khawatir. Hal terburuk dari yang terburuk masih belum muncul juga.
"Begitu ya? Karena aku belum pernah bertemu dengan Saintess kecuali saat malam hari." Ujar Astrid. "Kita hanya mengambilnya? Segampang itu?"
"Iya?" balas sang Father dengan wajah bingung yang tersenyum. "Hanya mengambil piala saja, 'kan? Paus yang memberi izin."
"Ya, piala itu dibutuhkan untuk mengalahkan sang dewa asing yang ingin menantang Edea dengan menimbulkan kekacauan." Father Josue bercerita dengan yakin.
"Nyog-Sothep, demikian nama dewa itu, adalah penyebab kegilaan yang terjadi sehingga orang-orang bersikap buas dan melakukan kerusuhan. Kita harus menghentikan sumber semua ini sebelum kekacauan ini menyebar atau lebih buruk, menelan kita."
Batar menoleh untuk menatap Father Josue dengan serius, tatkala Abdi itu menyebut satu nama yang ... tidak pernah Batar dengar sebelumnya. Sebelum Batar mengulangi nama yang disebut Father Josue, sebuah fragmentasi memori seperti menghantam Batar dalam bentuk ... bisikan.
Jangan menyebut nama Djinn di tempat yang Nircahaya, Batarich Lonechair. Jangan menyebut Roh yang Namanya Tidak Boleh Tersebut, atau engkau akan mendapatkan kemalanganmu sendiri!
Batar celingak-celinguk melihat ke sekitar. Batar seperti mendengar suara yang pernah ia kenal.
"Salam damai dari Edea. Senang kalian dapat berkumpul di sini. Kita membutuhkan seluruh bantuan yang bisa kita dapatkan untuk melawan Nyog-Sothep."
Tiba-tiba sosok perempuan dengan tudung kepala, datang di tengah perkumpulan para delegasi. Beberapa Abdi, termasuk Father Josue menyambutnya dengan nama Saintess Sienna.
Jadi ... inikah sosok Saintess Sienna itu, huh? Hah ... epos-epos Hiryn akan mencatat lagi pengorbanan seorang perempuan suci untuk kedamaian dunia. Inikah sosok yang katanya harus dibunuh demi tegaknya kembali kedamaian Hiryn? Oleh anak-anak delegasi itu? Betapa kejamnya semesta. Batar hanya menghela napas.
"Salam, Saintess. Sepertinya Anda sudah tahu semua yang sudah aku, kami semua baru ketahui di sini. Lalu, bagaimana kita bisa melawan dewa asing itu ... dengan piala, tanpa membunuhmu?" tanya Talon.
"Pertanyaannya, kenapa harus dibunuh? Kita bisa bekerja sama, Tuan Kekar." Pertanyaan Talon sempat disela tiba-tiba oleh Deonyco.
"Saya tidak bertanya ke Anda, Tuan Deon." Ketus Talon.
"Salam kenal," sapa Sienna dengan wajah yang tersenyum.
"Piala dari Edea memberikan kesempatan bagi kita untuk mengalahkan sang dewa asing, tapi ...." Senyumnya memudar samar. "Sang dewa tetap bukan sesuatu yang bisa dihadapi oleh manusia ...."
".... Tapi, hanya itu yang bisa kupikirkan dan hanya mereka yang ada saat itu, sama seperti mengapa Anda sekalian berada di sini. Edea sepertinya telah menjalin takdir kita menjadi satu kesatuan. Saya akan sekali lagi meminta bantuan Anda sekalian, demi keberlangsungan hidup di benua ini." Sang Saintess menundukkan kepala.
Namun, sebelum Sienna melakukan apa-apa, suara jeritan terdengar mendekat dan dalam waktu singkat, para perusuh meringsek masuk ke area taman.
Seluruh kekacauan kini tumpah ruah memasuki Taman.
===***===
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top